Meneladani Perjuangan dan Kesetiaan Nyai Ahmad Dahlan Part 1
Reporter:
juliirawan|
Editor:
juliirawan|
Senin 30-09-2024,10:12 WIB
Kajian Islam.. Siti Walidah Istri Pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan pelopor organisasi perempuan yaitu Aisyiyah --
Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id -Siti Walidah istri K.H Ahmad Dahlan dalam kiprah hidupnya, yang menjadi perjuangan nya adalah melawan kebodohan dan diskriminasi.
Bersama suaminya, K.H. Ahmad Dahlan, ia mendirikan 'Aisyiyah, organisasi yang memiliki perhatian khusus dalam Agama, pendidikan, layanan kesehatan, maupun sosial.
K. H Ahmad Dahlan dan Sang istri Siti Walidah dalam perjuangan menegakan ajaran Agama Islam dalam melawan kebodohan dan diskriminasi berpedoman kepada Al-Qur'an Surat An Naml ayat 93 yang berbunyi:
وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ يُّضِلُّ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَلَتُسْـَٔلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat [saja], tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan" (QS An Naml 93)
Petikan Surat An-Nahl ayat 93 di atas menjadi rujukan dan dorongan semangat pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan istrinya dalam mendirikan 'organisasi Aisyiyah yang menaungi para perempuan Muhammadiyah.
Ayat tersebut di atas mengingatkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki tugas yang sama dalam menyebarkan Agama Islam,
Dan satu hal yang terpenting, baik laki-laki maupun perempuan, akan ditanya dan di mintai pertanggung jawaban apa saja yang telah dilakoninya selama di Dunia.
Sehingga atas dasar ayat tersebut di atas lah timbul rasa kesadaran yang melahirkan pemikiran untuk menghimpun para perempuan dalam satu wadah organisasi, sehingga mereka bisa melakukan dan berbuat sesuatu untuk masyarakat luas dan ikut terlibat dalam berkontribusi dalam penyebaran Agama Islam dan menjadi bagian dari dakwah pendidikan, kesehatan maupun sosial.
Siti Walidah akhirnya bersama K. H Ahmad Dhani sang suami tercinta tepat 19 Mei 1917 meresmikan 'Aisyiyah bersama suaminya pada 19 Mei 1917 atau 27 Rajab 1335 tahun Hijriah organisasi perempuan di bawah panji Muhammadiyah.
Nyai Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Muhammad Fadhil Kamalu Diningrat, kiyai penghulu di Keraton Yogyakarta, yang kemudian menekuni profesi sebagai saudagar batik.
Layaknya perempuan di masa itu, Walidah kecil tak sempat mengenyam pendidikan formal, namun, ia tak tinggal diam.
Siti Walidah memiliki kemauan yang kuat dan besar untuk belajar dan mengajar yang dan hal itu tersalurkan setelah ia menikah sebab apa yang menjadi cita-cita dan mimpi nya di dukung penuh oleh sang suami KH Ahmad Dahlan yang Siti Walidah dan K H Ahmad Dahlan yang menikah pada 1889.
Meski sebenarnya pernikahan itu adalah pernikahan keluarga K.H Ahmad Dahlan adalah saudara sepupu dari Siti Walidah sendiri pertemuan keduanya bagaikan peribahasa tumbu oleh tutup, cocok dan saling melengkapi.
Pasangan muda ini saling mendukung untuk mewujudkan mimpi bersama.
Siti Walidah mendukung suaminya untuk mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah, dan kepedulian K. H Ahmad Dahlan terhadap perempuan dan kesetaraan gender pun mendukung Siti Walidah dalam berkiprah lewat organisasi perempuan Muhammadiyah yaitu Aisyiyah.
Dengan demikian apa yang menjadi cita-cita dan harapan nya belum di wujudkan sebelum menikah tersalurkan.
Sejak suaminya mendirikan Muhammadiyah pada 1912, Siti Walidah berperan menggerakkan pengajian, mengorganisasi kaum perempuan di Kauman, Karangkajen, dan Pakualaman, dari remaja putri, ibu-ibu, hingga para buruh batik.
Dalam sejarah Aisyiyah yang dimuat Suara Aisyiyah, Siti Walidah merintis gerakan ini dengan mengajar kaum perempuan Kauman untuk membaca Al-Qur'an, terutama sekali mengamalkan pesan dalam Surat Al-Ma'un, yang mengajarkan kepekaan muridnya atas kemiskinan di kalangan umat Islam.
Kelompok pengajian ini terbagi dua yaitu kelompok remaja putri bernama Wal Ashri atau pengajian setelah Asar, dan kelompok Maghribi School yang digelar selepas waktu kerja untuk para buruh batik.
Pada tahun 1914, perkumpulan ini diberi nama Sopo Tresno, embrio 'Aisyiyah. Nama Aisyiyah diambil dari nama istri Nabi Muhammad Rasulullah SAW
Semakin hari, kiprah Aisyiyah berkembang di bawah pembinaan Nyai Ahmad Dahlan.
Meski menjadi orang yang merintis perkumpulan ini, tetapi Siti Walidah tidak ditetapkan sebagai pemimpin pertama Aisyiyah.
Saat rapat Hoofdbestuur atau pimpinan pusat Muhammadiyah pada 1917, Siti Bariyah yang ditetapkan sebagai pemimpin 'Aisyiyah. Bariyah adalah salah satu murid K.H. Ahmad Dahlan yang lulus dari Neutraal Meisjes School.
Nyai Ahmad Dahlan, karena tak menempuh pendidikan formal, dianggap kurang memiliki pemikiran modern dan pengetahuan seputar manajemen organisasi.
Saat itu Siti Walidah baru menguasai bahasa Melayu dan kemampuan menulis huruf latin.
Melalui peristiwa itu, tampaknya K.H Ahmad Dahlan tak ingin ada nepotisme dalam struktur kepemimpinan, baik dalam Muhammadiyah maupun 'Aisyiyah. Ia menghendaki organisasi 'Aisyiyah dibangun dan dikelola secara modern dan profesional. (djl)
Bersambung Part Dua
Sumber: