Jejak Toponimi “Tais”: Asal-Usul Nama Kota Ibu Kota Seluma, Dari Buah Asam Hingga Pusat Pemerintahan
Radarseluma.disway.id - Jejak Toponimi “Tais”: Asal-Usul Nama Kota Ibu Kota Seluma, Dari Buah Asam Hingga Pusat Pemerintahan--
Tais Hari Ini: Ibu Kota yang Terus Berbenah
Sebagai ibu kota, Tais mengalami pembenahan ruang publik yang intens beberapa tahun terakhir: program penataan alun-alun, kawasan pasar, serta konektivitas jalan. Pemberitaan daerah kerap memotret alun-alun Tais sebagai magnet aktivitas warga dari acara resmi hingga ekonomi malam yang mempertebal fungsi Tais sebagai etalase Seluma. Pembenahan itu juga berdampak pada citra kota: dari pasar rakyat yang dinamis menuju pusat kota yang representatif tanpa menanggalkan akar budaya Serawai yang menjadi ruhnya.
Penautan dengan Nama “Seluma”
Sebagai catatan konteks, “Seluma” sendiri nama Kabupaten memiliki riwayat etimologis yang jamak dikaitkan dengan cerita rakyat bertema “Siluman”, menurut tuturan yang berkembang di wilayah ini. Meskipun fokus tulisan ini adalah Tais, mengetahui bahwa nama kabupaten juga bersumber dari tradisi lisan memperlihatkan kesinambungan pola: baik “Seluma” maupun “Tais” sama-sama lahir dari narasi budaya setempat yang kemudian “dinikahkan” dengan administrasi modern.
Dari penjelasan diatas maka dapat kita simpulkan bahwa Nama “Tais” bukan sekadar label geografis; ia adalah kapsul memori tentang pertemuan manusia, alam, dan kekuasaan di satu masa. Dari sebutir buah asam disebut “Tais” (atau “Tayas” dalam sebagian versi) yang dicicip rombongan Maha Raja Sakti di sebuah talang, lahirlah penanda tempat yang kemudian bertransformasi menjadi Pasar Tais, lalu ibu kota Kabupaten Seluma. Tradisi lisan para sesepuh dan sejarawan daerah (H. Bustan A. Dali) memberi dasar etimologis yang konsisten; sementara dokumen administrasi modern dan ringkasan statistik meneguhkan posisi Tais dalam struktur pemerintahan kontemporer. Dalam lintasan itu, Tais memperlihatkan bagaimana toponimi bekerja: alam memberi nama, manusia merawatnya, dan negara memformalkannya
Menjaga Tais berarti menjaga cerita yang menamainya. Upaya penataan ruang publik, penguatan arsip perpustakaan daerah, dan dokumentasi sejarah lisan para tetua hendaknya berjalan beriringan. Perpustakaan Seluma dan komunitas literasi bisa terus memperkaya koleksi karya-karya lokal (termasuk karya Bustan A. Dali dan penelitian budaya Serawai), sementara media daerah seperti Radarseluma.disway.id mendokumentasikan ulang kisah-kisah tutur agar tidak putus di tengah modernisasi. Dengan demikian, ketika generasi muda berjalan di alun-alun atau berbelanja di Pasar Tais, mereka tidak sekadar melihat kota mereka membaca babak panjang cerita buah asam yang menjelma ibu kota. Dan selama nama itu disebut, sejarah akan terus hidup di setiap sudut Tais. (djl)
Sumber: