Membiasakan Diri untuk Menumbuhkan Sifat Tawadhu dalam Diri

Membiasakan Diri untuk Menumbuhkan Sifat Tawadhu dalam Diri

Radarseluma.disway.id - Membiasakan Diri untuk Menumbuhkan Sifat Tawadhu dalam Diri--

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari interaksi sosial yang menuntut adab, etika, dan akhlak mulia. Salah satu akhlak terpuji yang sangat ditekankan dalam Islam adalah tawadhu, atau rendah hati. Tawadhu merupakan lawan dari sifat sombong dan merasa lebih tinggi dari orang lain. Dalam era modern ini, di mana banyak orang berlomba menunjukkan keunggulan dan status sosial, menumbuhkan sifat tawadhu dalam diri menjadi tantangan sekaligus kebutuhan yang mendesak.

Tawadhu bukan berarti merendahkan diri secara hina, melainkan menempatkan diri secara bijaksana, penuh kerendahan hati, dan tidak merasa lebih baik daripada orang lain, meskipun mungkin memiliki kelebihan dalam harta, ilmu, atau jabatan. Islam sangat menekankan pentingnya membiasakan sifat ini karena ia merupakan bagian dari iman dan cerminan dari kemuliaan akhlak Rasulullah SAW.

BACA JUGA:Kurban: Momentum Mempererat Persaudaraan

Makna dan Keutamaan Tawadhu

Secara bahasa, tawadhu (تواضع) berarti merendahkan diri. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah sikap hati yang tunduk, tidak membanggakan diri, tidak menyombongkan kelebihan, serta memandang orang lain dengan penuh hormat.

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: "مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ"

Artinya: Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba karena memberi maaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim, no. 2588)

Hadis ini menegaskan bahwa tawadhu bukanlah merugikan, melainkan justru menjadi sebab ditinggikannya derajat seseorang di sisi Allah dan di mata manusia.

Dalil Al-Qur’an tentang Tawadhu

Allah ﷻ memuji hamba-hamba-Nya yang memiliki sifat tawadhu, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَعِبَادُ الرَّحْمَـٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًۭا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَـٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَـٰمًا

Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan ‘salam’.” (QS. Al-Furqan: 63)

Ayat ini menggambarkan bahwa salah satu ciri utama dari hamba-hamba Allah yang mulia adalah tawadhu dalam bersikap dan berinteraksi, tidak mudah terprovokasi oleh ejekan atau kesombongan orang lain.

BACA JUGA:Menumbuhkan Kepedulian Sosial Melalui Ibadah

Contoh Keteladanan Rasulullah dalam Tawadhu

Sumber:

Berita Terkait