Inilah Penjelasan Tafsir Ayat 1 & 2 Surat Adh-Dhuha
Reporter:
juliirawan|
Editor:
juliirawan|
Selasa 18-02-2025,14:13 WIB
Radarseluma.disway.id - Tafsir ayat 1-2 Surat Ad-Dhuha --
Radarseluma.disway.id - Para ulama sepakat bahwasanya Surat Adh-Dhuha adalah Surat Makiyyah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW sebelum berhijrah ke Kota Madinah, dan pokok pembicaraan Surat ini berkaitan dengan nikmat-nikmat Allah yang zhahir yang Allah anugerah kan kepada Nabi. Adapun pokok pembicaraan terkait nikmat-nikmat yang maknawi akan datang pada tafsir Surat Al-Insyirah. Sehingga kedua surat ini berkaitan erat. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa kedua surat ini adalah satu surat karena masing-masing berbicara mengenai nikmat yang diberikan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
Para ahli tafsir menyebutkan tentang asbabun nuzul (sebab turunnya) surat ini. Sebagaimana yang dimaklumi bahwa surat-surat atau ayat-ayat dalam Al-Quran terkadang diturunkan karena suatu sebab, namun terkadang pula tidak ada sebabnya. Berkaitan dengan sebab turunnya surat ini, ada beberapa riwayat atau hadits yang shahih, di antaranya hadits Jundub bin Abdillah bin Sufyan al Bajali Radhiyallahu anhu, ia berkata :
اِحْتَبَسَ جِبْرِيْلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، فَقَالَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ قُرَيْشٍ: أَبْطَأَ عَلَيْهِ شَيْطَانُهُ. فَنَـزَلَتْ: وَالضُّحَى. وَاللَّـيْلِ إِذاَ سَجَى. مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى
Artinya:
"Jibril tertahan (tidak kunjung datang) kepada Nabi SAW , lalu berkata seorang wanita dari Quraisy : “Syetannya terlambat datang kepadanya,” maka turunlah
وَالضُّحَىٰ﴿١﴾وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ﴿٢﴾مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى
Artinya:
"(Demi waktu matahari sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi. Rabb-mu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu)" (HR Bukhari no. 1073, no. 4667, no. 4698).
Pada riwayat yang lain dengan sedikit perbedaan lafazh, Jundub bin Abdillah Al Bajali Radhiyallahu anhu berkata:
اِشْتَكَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَلَمْ يَقُمْ لَيْلَـتَيْنِ أَوْ ثَلاَثاً، فَجَاءَتْ اِمْرَأَةٌ، فَقَالَتْ: يَا مُحَمَّدُ، إِنِّيْ لأَرْجُوْ أَنْ يَكُوْنَ شَيْطَانُكَ قَدْ تَرَكَكَ، لَمْ أَرَهُ قُرْبَكَ مُنْذُ لَيْلَتَيْنِ أَوْ ثَلاَثاً. فَأَنْزَلَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ: وَالضُّحَى. وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى. مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى
Artinya:
"Rasulullah SAW sakit dan beliau tidak bisa Sholat malam dua atau tiga malam. Lalu datang seorang wanita, dan berkata: “Wahai, Muhammad! Sesungguhnya aku sangat berharap agar Syetan benar-benar telah meninggalkanmu. Aku tidak melihatnya selama dua atau tiga malam,” maka Allah turunkan …” (surat adh Dhuha). (HR Muslim no. 1797)
Wanita itu adalah Ummu Jamil binti Harb saudari Abu Sufyaan bin Harb, dan dia adalah istri Abu Lahab paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Suaminya adalah orang yang suka mencela Nabi, begitupun dengan istrinya. Demikianlah kelakuan orang-orang kafir dan musyrik terhadap Nabi. Akan tetapi Allah tetap mengangkat Nabi dan apa yang mereka lakukan tidak akan memberi kemudharatan untuk Nabi.
Para ulama juga menyebutkan tentang keterkaitan antara surat Adh-Dhuha dengan surat sebelumnya yaitu surat Al-Lail. Surat Al-Lail turun karena sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang dia berkorban dengan mengeluarkan hartanya untuk membebaskan budak-budak yang lemah seperti Bilal dan budak-budak wanita tua, dan Allah membuatnya ridha. Sedangkan surat Adh-Dhuha berkaitan dengan gurunya Abu Bakar yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana Allah juga membuatnya ridha.
Tafsir ayat 1 Surat Ad-Dhuha Allah SWT berfirman pada permulaan Surat yang berbunyi:
وَالضُّحَىٰ
Artinya:
“Demi waktu dhuha” (QS Ad-Dhuha 1)
Para ulama berbeda pendapat tentang makna الضُّحَىٰ menjadi dua pendapat, sebagaimana khilaf tentang makna وَضُحَاهَا pada tafsir ayat pertama surat Asy-Syams. Sebagian ulama berpendapat bahwa الضُّحَىٰ disini maksudnya adalah النَّهَرُ كُلُّهُ, (diantaranya yaitu At-Thobari 24/481, Al-Baghowi 8/454, Al-Qurthubi 20/91 dan As-Sam’aani 6/242).
Mereka berdalil dengan ayat setelahnya yaitu وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ “Demi malam apabila telah sunyi”, dimana Allah bersumpah dengan malam, itu artinya Allah sedang bersumpah dengan lawannya, sehingga tafsir ayat وَالضُّحَىٰ “demi dhuha” adalah وَالنَّهَارِ “Demi siang”. Hal ini dapat dijumpai dalam ayat yang lain, terkadang Allah menyebutkan dhuha maksudnya adalah siang. Seperti firman Allah yang berbunyi:
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَن يَأْتِيَهُم بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ. أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَن يَأْتِيَهُم بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ
Artinya:
"Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur?; (98) Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang di waktu dhuha (yaitu siang hari) ketika mereka sedang bermain?” (QS Al-A’raf : 97-98)
Kata para ahli tafsir, dhuha disini maksudnya adalah siang. Karena adzab Allah itu datang di malam hari ketika orang-orang sedang tidur atau datang di siang hari ketika orang-orang sedang beraktivitas. Dan ayat tersebut diungkapkan dengan memakai kata dhuha untuk menunjukkan siang. Oleh karena itu, dhuha terkadang maksudnya adalah siang.
Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa الضُّحَىٰ disini maksudnya adalah waktu dhuha dan bukan siang. Mereka berdalil bahwa seandainya Allah ingin bersumpah dengan siang niscaya Allah akan mengatakan وَالنَّهَارِ dan bukan وَالضُّحَىٰ. Ketika Allah menyebutkan dhuha, menunjukkan waktu khusus dan bukan bermakna siang seluruhnya, tetapi waktu dhuha itu sendiri. Karena waktu dhuha waktu yang spesial, dia adalah waktu awal matahari menyingsing, dia adalah awal datangnya sinar matahari yang memberi manfaat kepada manusia, dan di waktu tersebut disyariatkan pula shalat sunnah dhuha. Demikian pula di waktu dhuha Allah berbicara dengan Nabi Musa, dan di waktu tersebut pula para penyihir Fir’aun akhirnya beriman (lihat Tafsir Al-Baidhoowi 5/319). Bahkan sebagian ahli tafsir ada yang menafsirkan وَالضُّحَىٰ maksud Allah adalah عِبَادَهُ الَّذِينَ يَعْبُدُونَهُ فِي وَقْتِ الضُّحَى “hamba-hambaNya yang beribadah kepadaNya di waktu dhuha”. (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/92)
Intinya waktu dhuha adalah waktu yang penting. Dimulai kurang lebih 15 menit setelah matahari menyingsing dan terus berjalan hingga kurang lebih 10 menit sebelum waktu adzan dhuhur. Yaitu semenjak matahari terbit dan meninggi hingga sebelum waktu zawal (menjelang adzan dzuhur). Selama itu diperbolehkan shalat dhuha. Namun waktu yang terbaik adalah tatkala matahari dipuncak panas sehingga menjadikan pasir terasa panas (lihat Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi 6/30), sekitar jam jam 10 pagi atau 10.30 atau 11.00. Nabi bersabda :
صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
Artinya:
“Sholatnya awwabiin (orang-orang yang selalu kembali kepada Allah) adalah tatkala kaki-kaki anak-anak unta kepanasan (karena panasnya pasir yang dipijakinya)” (HR Muslim no 748)
Dan yang dimaksud dengan sholat awwabiin adalah sholat dhuha, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ. قَالَ : وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِينَ
Artinya:
“Tidak ada yang memelihara shalat dhuha kecuali orang yang kembali kepada Allah.” Beliau bersabda: “Dia adalah Shalat Awwabin (shalat orang-orang yang kembali kepada Allah)” (HR Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 703)
Di waktu tersebut orang-orang sedang di puncak aktivitasnya, dimana mereka disibukkan dengan pekerjaan dan dunianya masing-masing. Sehingga sungguh beruntung orang yang bisa menyempatkan waktunya untuk mengerjakan shalat dhuha di waktu tersebut.
Tafsir Ayat 2 Surat Ad-Dhuha Allah SWT berfirman yang berbunyi:
وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
Artinya:
“Dan demi malam apabila telah sunyi”(QS Ad-Dhuha 2)
At-Thobari menyebutkan beberapa tafsiran salaf tentang ayat ini, diantaranya :
Demi malam tatkala datang kegelapannya, demi malam tatkala dipuncak gelap gulitanya
Demi malam tatkala gelapnya meliputi manusia, Demi malam tatkala sunyi senyap (lihat Tafsir At-Thobari 24/481-483)
Waktu malam adalah waktu yang senyap, semua orang beristirahat, kecuali sebagian kecil yang masih menggunakannya untuk melanjutkan aktivitas. Allah berfirman:
فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا
Artinya:
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat.” (QS Al-An’am : 96)
Pada tafsir surat Al-Lail ayat 2 juga telah dijelaskan bahwa waktu malam adalah diantara anugerah Allah, yang dijadikan-Nya sebagai pakaian sebagai ketenangan. Oleh karena itu, sepatutnya waktu-waktu malam tersebut digunakan untuk beribadah kepada Allah diantaranya di waktu sahur. Karenanya sebagian ulama ada yang menafsirkan ayat ini dengan
وَعِبَادِهُ الَّذِينَ يَعْبُدُونَهُ بِاللَّيْلِ إِذَا أَظْلَمَ
Artinya:
“Demi hamba-hambaNya yang beribadah kepadaNya di malam hari tatkala gelap gulita” (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/92)
Itulah penjelasan tafsir ayat 1 & 2 Surat Ad-Dhuha yang dapat kita sampaikan dalam kesempatan ini untuk tafsir-tafsir ayat berikutnya kita sambung di edisi selanjutnya. (djl)
Sumber: