Inilah lah Sosok Sri Sultanah Trimurti: Perempuan Pejuang, Pengibar Semangat Revolusi, dan Pembela Kaum Kecil
Radarseluma.disway.id - Sri Sultanah Trimurti: Perempuan Pejuang, Pengibar Semangat Revolusi, dan Pembela Kaum Kecil--
Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id-Sejarah kemerdekaan Indonesia kerap dipenuhi dengan nama-nama besar para tokoh lelaki yang tampil di garis depan. Namun, sesungguhnya di balik detik-detik bersejarah 17 Agustus 1945, hadir pula sosok perempuan yang memberi warna dalam perjalanan bangsa. Dialah Sri Sultanah Trimurti, seorang perempuan tangguh yang bukan hanya saksi lahirnya Indonesia merdeka, tetapi juga pejuang sejati yang mengabdikan hidupnya untuk kaum kecil, buruh, dan perempuan.
Meskipun ia menolak tawaran untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih dengan alasan “biarlah kaum lelaki yang melakukannya”, kehadiran Trimurti di halaman rumah Pegangsaan Timur 56 tidak dapat diabaikan. Ia membantu mengatur jalannya upacara proklamasi agar tertib, mendampingi para tokoh bangsa, serta menjadi saksi yang kelak menyuarakan kepentingan rakyat kecil. Sosoknya adalah bukti bahwa perempuan juga berdiri di garis depan revolusi, bukan sekadar pelengkap sejarah.
Masa Kecil dan Pendidikan
Sri Sultanah Trimurti lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 11 Mei 1912. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan keberanian dan kecerdasan yang melebihi anak-anak seusianya. Dalam lingkungan Jawa yang masih sarat dengan budaya patriarki, Trimurti kecil sudah berani bersuara lantang ketika melihat ketidakadilan.
Ia mengenyam pendidikan di sekolah guru, dan sejak remaja telah aktif menulis serta menyuarakan kritik terhadap kebijakan kolonial Belanda. Keinginannya untuk menjadi guru bukan sekadar cita-cita pribadi, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada rakyat melalui dunia pendidikan. Dengan ilmu, ia ingin membebaskan masyarakat dari kebodohan yang selama ini menjadi senjata kolonial dalam menindas bangsa.
Aktivisme dan Perjuangan
Trimurti bukan hanya guru biasa. Ia menjadikan ruang kelas sebagai tempat menanamkan benih nasionalisme kepada para siswanya. Namun, aktivitasnya tidak berhenti di sekolah. Ia aktif menulis di berbagai media pergerakan, menyuarakan kritik terhadap penjajahan, serta menggelorakan semangat kebangsaan.
Keberaniannya membuatnya beberapa kali ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda. Ia sempat merasakan dinginnya jeruji besi karena dianggap menyebarkan propaganda anti-Belanda. Namun, penjara tidak pernah membuatnya surut, justru semakin menguatkan tekadnya untuk berjuang.
Trimurti kemudian aktif dalam organisasi pergerakan rakyat, terutama yang berfokus pada buruh dan perempuan. Baginya, perjuangan kemerdekaan bukan hanya melawan penjajah, tetapi juga melawan ketidakadilan sosial yang menindas rakyat kecil di tanah air sendiri.
Peran pada Proklamasi 17 Agustus 1945
Hari yang paling bersejarah dalam perjalanan bangsa, 17 Agustus 1945, tidak lepas dari keberadaan Trimurti. Ia hadir di rumah Ir. Soekarno, Pegangsaan Timur 56, Jakarta, tempat proklamasi dibacakan.
Dalam catatan sejarah, Bung Karno sempat menawarkan kepada Trimurti untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Namun dengan kerendahan hati, Trimurti menolak dan berkata, “Biarlah itu dilakukan oleh kaum lelaki.” Meski demikian, Trimurti tidak hanya menjadi penonton. Ia aktif mengatur jalannya prosesi agar berjalan tertib, mendampingi tokoh-tokoh bangsa, dan memastikan bahwa momentum bersejarah itu berlangsung khidmat.
Penolakannya bukan berarti ia mundur, melainkan simbol kesadaran bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan di depan mata publik, tetapi juga di balik layar. Kehadirannya membuktikan bahwa perempuan memiliki andil besar dalam revolusi kemerdekaan.
Dedikasi Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, Trimurti tidak berhenti berjuang. Ia bahkan semakin aktif memperjuangkan hak-hak buruh dan perempuan. Trimurti tercatat pernah menjabat sebagai Menteri Perburuhan dalam Kabinet Amir Sjarifuddin (1947-1948). Dengan posisi itu, ia menjadi salah satu perempuan pertama yang menduduki jabatan menteri di Indonesia.
Sebagai menteri, ia gigih memperjuangkan nasib buruh agar mendapatkan upah layak, jam kerja manusiawi, dan perlindungan dalam bekerja. Trimurti percaya, kemerdekaan sejati bukan hanya terbebas dari penjajahan asing, tetapi juga dari penindasan ekonomi dan ketidakadilan sosial.
Selain itu, ia aktif dalam berbagai organisasi buruh dan gerakan perempuan. Suaranya lantang membela kaum tertindas, dan keberpihakannya kepada rakyat kecil tidak pernah berubah hingga akhir hayatnya.
Sumber: