Kisah Jenderal Muslim Salahuddin Al-Ayyubi: Sang Singa Islam dan Penakluk Yerusalem yang Lembut Hatinya
Radarseluma.disway.id - Kisah Jenderal Muslim Salahuddin Al-Ayyubi: Sang Singa Islam dan Penakluk Yerusalem yang Lembut Hatinya--
Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id - Dalam sejarah peradaban Islam, banyak tokoh besar yang tak hanya dikenang karena kekuatan militernya, tetapi juga karena keteguhan iman dan keanggunan akhlaknya. Salah satu sosok luar biasa tersebut adalah Salahuddin Al-Ayyubi atau dikenal juga sebagai Saladin dalam literatur Barat. Ia adalah simbol dari kekuatan, keteguhan, sekaligus kasih sayang dalam perjuangan membela agama Allah. Sosok yang menggetarkan dunia Kristen Eropa, namun dihormati bahkan oleh musuh-musuhnya karena kemuliaan sikapnya.
Perjuangannya dalam merebut kembali Yerusalem dari tangan Tentara Salib menjadi salah satu momen paling monumental dalam sejarah Islam. Namun lebih dari sekadar penaklukan, keindahan perjuangan Salahuddin terletak pada keikhlasan, kesabaran, dan ketawakalannya kepada Allah. Artikel ini mengupas panjang lebar perjalanan hidupnya dari lahir, masa perjuangan, hingga keberhasilannya sebagai penakluk yang mulia.
Latar Belakang dan Kelahiran Sang Pahlawan
Salahuddin Al-Ayyubi lahir pada tahun 532 H / 1137 M di kota Tikrit, Irak, dalam keluarga Kurdi. Ayahnya, Najmuddin Ayyub, merupakan seorang panglima militer yang bekerja di bawah dinasti Zengid. Sejak kecil, Salahuddin tumbuh dalam lingkungan yang religius dan militeristik. Ia belajar ilmu agama, strategi perang, dan juga adab dalam pergaulan.
Meskipun dikelilingi oleh kehidupan militer, Salahuddin muda bukanlah sosok yang tertarik pada peperangan. Ia lebih menyukai ilmu dan ibadah. Namun, jalan hidupnya ditakdirkan berbeda. Ia akhirnya bergabung dalam pasukan Nuruddin Zanki, penguasa Damaskus yang juga dikenal sebagai pemimpin Muslim yang adil dan taat.
BACA JUGA:Kisah Jenderal Muslim Ali bin Abi Thalib: Singa Allah, Panglima Tak Tertandingi dalam Cahaya Iman
Perjuangan Membela Agama Allah
Salahuddin menunjukkan bakat luar biasa dalam taktik militer, kepemimpinan, dan kecerdasan strategi. Setelah wafatnya Nuruddin, Salahuddin diangkat menjadi panglima besar Mesir dan Syam, dan akhirnya mendirikan Dinasti Ayyubiyah. Fokus utamanya adalah menyatukan kekuatan umat Islam untuk merebut kembali tanah suci Yerusalem yang jatuh ke tangan Tentara Salib sejak tahun 1099 M.
Selama lebih dari satu dekade, Salahuddin memimpin jihad melawan pasukan salib, namun tidak dengan kebencian, melainkan dengan semangat keadilan dan ketulusan. Puncak perjuangannya terjadi pada tahun 1187 M, dalam Perang Hittin, di mana ia berhasil mengalahkan pasukan Salib secara telak dan merebut Yerusalem tanpa pertumpahan darah besar.
Salahuddin dikenal sebagai pemimpin yang sangat mencintai Al-Qur’an dan Sunnah. Ia tidak pernah melewatkan shalat malam, selalu memulai setiap pertempuran dengan doa, dan menjadikan jihad fi sabilillah sebagai panggilan suci, bukan ambisi pribadi.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." (QS. Al-Anfal: 45)
Sumber: