Selain tidak harmonis dengan sesama masyarakat, geng yang berperilaku tidak baik ini juga sering membunuh binatang dan merusak lingkungan. Mereka sering merusak hutan dengan menebang pohon dan membakarnya. Binatang-binatang yang menjaga keseimbangan lingkunganpun tidak luput mereka bunuh. Hewan yang mereka bunuh pun dibiarkan saja bergelimpangan di hutan dengan alasan yang tidak jelas.
Ujang yang terkenal sebagai pemuda yang baik, telah mengingatkan masyarakat agar jangan merusak hutan karena akibatnya akan mebahayakan lingkungan berupa sampah yang berserakan dan kebakaran hutan. Selain itu, Ujang juga mengingatkan tidak boleh membunuh binatang, apalagi kalau hanya untuk mainan saja. “Wahai saudara-saudaraku, jangan membunuh binatang, terutama Harimau apalagi hanya untuk permainan saja”, ungkap Ujang. Dengan sombongnya Kaghut menjawab, “Aku tidak takut dengan Harimau, mudah bagiku untuk membunuhnya”.
Harimau Sumatera adalah binatang yang sangat pendendam bagi yang menantangnya, apalagi sampai membunuh kawanannya. Anehnya Harimau akan tahu siapa yang berperilaku tidak baik, sampai-sampai ia tahu betul bau darah orang yang membunuh kawanannya. Dalam bahasa Serawai Harimau disebut juga “Niak”, artinya raja hutan yang menakutkan.
Semakin hari semakin banyak binatang yang dibunuh oleh warga petalangan Padang Capo. Kelompok warga yang suka berburu binatang dipimpin oleh Kaghut. Kaghut dan kelompoknya tidak mempedulikan nasehat Ujang dan ayahnya, bahkan mereka menertawakan Ujang dan menyebutnya sebagai orang penakut.
Pasirah Mustafa sangat malu pada warga dan marah dengan sikap menentang yang ditunjukkan oleh Kaghut anaknya. Suatu hari Pasirah Mustafa memanggil Kaghut untuk menasehatinya. “Hai anakku Kaghut, ke sinilah ada yang ingin bapak sampaikan!” kata Pasirah Mustafa. Kaghut menjawab, “Sudahlah, Bapak pasti mau menasehati dan menggurui Kaghut kan? Kaghut tidak perlu lagi digurui karena sudah besar dan bisa berpikir sendiri”. Terkejutlah Pasirah Mustafa atas jawaban Kaghut, “Nak, siapa yang mengajari menjawab kasar terhadap orang tua? Berlaku sopanlah dengan orang tua”. Bukannya meredah malah Kaghut semakin menentang dengan berkata, “Bapak masih juga menasehati, memangnya Kaghut anak kecil apa? Kaghut sudah tidak nyaman lagi di rumah ini dan mau menginap di rumah teman-teman saja, Kaghut mau bebas”.
Advertisement
Akhirnya Kaghut pergi dari rumah ayahnya ke rumah teman-teman satu gengnya. Jadilah Kaghut tambah bebas berkelakuan sekehendaknya saja dan tidak mempan lagi dinasehati siapapun.
Puncak kejadian yang merupakan awal petaka, saat geng yang dipimpin Kaghut pergi berburu ke hutan sekitar Petalangan mereka. Binatang apa saja yang ditemui di hutan langsung dibunuh oleh mereka, tak peduli binatang yang dibunuh untuk dijadikan makanan atau sekedar untuk permainan saja. Tiba-tiba mereka menemukan dua ekor anak Harimau Sumatera yang terpisah dari induknya. Tanpa banyak membuang waktu, langsung saja dua anak Harimau itu dikepung dan dibunuh dengan menggunakan senjata tombak, panah, dan parang. Anak Harimau ini dikuliti, lalu kulitnya mereka jemur dan dijadikan gendang untuk begadang dan bersenang-senang. Kaghut dan sebagian masyarakat lupa pesan Ujang dan ayahnya, ia tidak menyadari insting Harimau sangat tajam jika kawanan mereka dibunuh dengan semena-mena.