Banyak Pengaduan Dijadikan Alat Memeras oleh Aparat Penegak Hukum, Laporkan

Banyak Pengaduan Dijadikan Alat Memeras oleh Aparat Penegak Hukum,  Laporkan

Mahfud MD--

 

RADARSELUMAONLINE - Menko Politik, Hukum dan Keamanan RI Mahfud MD meminta rakyat tidak usah takut melapor jika diperas aparat hukum. Dikatakan Mahfud, banyak laporan yang bersumber dari pengaduan masyarakat ke aparat penegak hukum (APH) tapi sering dijadikan alat untuk memeras orang yang dilaporkan.

 

Bahkan terkadang si pelapor diajak oleh aparat bermain  untuk memeras dan berbagi hasil. Fakta ini sebenarnya bukan rahasia umum lagi. Parahnya laporan yang kerap disampaikan ke Kepolisian tidak pula ditindaklanjuti.

 

 

"Jika dibuat seperti ini, laporkan. Ini bentuk kolusi antara oknum APH dan swasta serta (terkadang) LSM jadi-jadian," twit Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD dalam akun twitter pribadinya, Minggu 16 Oktober 2022.

 

"Pimpinan responsif tentang ini. Makanya banyak oknum APH yang ditindak oleh pimpinannya baik dari Polri, kejaksaan bahkan di KPK. Maka itu silahkan jika masih ada yang mengalami pemerasan seperti itu laporkan, jangan takut. Asal jelas pelaku dan obyeknya. Harus ada keberanian untuk melapor dan menindak," sambung Mahfud MD.

 

 

 

 

Sontak ungkapan Mahfud MD ini mendapat tanggapan beragam dari nitizen. Ada pula yang bertanya bagaimana mengatasinya, sampai-sampai ada yang meminta dipertimbangkan kembali Surat Kelakuan Baik untuk Polisi.

 

Statement yang disampaikan Mahfud MD selaras dengan penegasan Presiden Joko Widodo yang mengaku dirinya mendapatkan pengaduan tentang banyaknya kasus yang disampaikan ke aparat penegak hukum namun dicueki. 

 

Jika ditindaklanjuti, langkahnya pun cenderung lambat alias slow respon. Aparat kerap tidak peka dengan kondisi masyarakat yang tengah kesusahan. Parannya lagi gaya hidup mewahnya ditunjukan, arogansi sebagai aparat ditampakan. Menekan dan bermain barang haram.

 

Bnyk laporan, Dumas (Pengaduan Masyarakat) di aparat penegak hukum (APH) sering dijadikan alat utk memeras orng yg dilaporkan. Bahkan terkadang si pelapor bermain dgn aparat utk memeras dan berbagi hasil. Ini bentuk kolusi antara oknum APH dan swasta serta (terkadang) LSM jadi2an — Mahfud MD (@mohmahfudmd) October 15, 2022

 

 

 

 

Teguran Presiden Jokowi

 

 

Presiden Jokowi memberikan pengarahan kepada 559 perwira Polri di Istana Negara, Jumat 14 Oktober 2022.-Setpres -Disway.id

 

 

Presiden Joko Widodo memberikan sindiran tajam kepada institusi Polri yang kerap bergaya hidup mewah, tak mencerminkan sebagai pelayan, pengayom apalagi pelindung masyarakat.

 

Presiden Jokowi ternyata sudah gerah dengan life style polisi yang makin lama semakin membuat jarak dan menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat. 


Jokowi--

 

 

Peringatan yang disampaikan Presiden Jokowi ini merupakan tamparan keras bagi institusi polri yang cintranya makin buruk di masyarakat dengan banyaknya skandal yang muncul. Dari kasus judi online, jual narkoba sampai kasus-kasus yang mencuat di daerah.

 

Presiden Joko Widodo mengingatkan, setiap tingkah laku anggota Polri bakal terus disorot oleh masyarakat dan dapat memengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap institusi itu.

 

 

 

 

 

Presiden Jokowi mengatakan, di tengah perkembangan media sosial, masyarakat kini lebih mudah memperhatikan gaya hidup pejabat Polri, termasuk ke hal-hal kecil seperti busana yang mereka kenakan.

 

"Urusan tadi, urusan mobil, urusan motor gede, urusan yang remeh-temehnya, sepatunya apa, bajunya apa, dilihat masyarakat sekarang ini. Itu yang kita harus mengerti dalam situasi dunia yang penuh keterbukaan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Sabtu 14 Oktober 2022.

 

 

 

 

Presiden Joko Widodo berpesan kepada pejabat Markas Besar Polri, kapolda, dan kapolres untuk menjaga gaya hidup mereka agar tidak bermewah-mewahan.

 

Jokowi mengatakan, gaya hidup mewah itu harus direm demi tidak menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat yang sedang susah akibat krisis.

 

 

 

 

"Saya ingatkan masalah gaya hidup, lifestyle, jangan sampai dalam situasi yang sulit ada letupan-letupan sosial karena ada kecemburuan sosial ekonomi, kecemburuan sosial ekonomi, hati-hati," kata Jokowi saat memberikan arahan kepada pejabat Polri di Istana Negara, Jakarta, Jumat 14 Oktober 2022.

 

 

 

 

Cara Presiden Jokowi Tak Lazim 

 

Pakar Komunikasi Emrus Sihombing menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukan cara sederhana namun apik saat memanggil 559 perwira Polri ke Istana Negara, Jumat 14 Oktober 2022.

 

 

 

Pemanggilan 559 perwira setingkat Kapolda dan Kapolres itu menunjukan rasa sayang Presiden Jokowi terhadap Korps Bhayangkara. Tanpa embel-embel simbol, tongkat komando, apalagi pengawalan melekat. 

 

"Cara Presiden Jokowi ini tak lazim, sederhana, tapi maknanya begitu mendalam. Presiden Jokowi mampu menyampaikan pesan yang begitu kuat; Jangan ada disparitas antara atasan dan bawahan, begitu pula Polri kepada rakyat, jangan ada jarak," tutur Emrus Sihombing kepada Disway.id Jumat 14 Oktober 2022.   

 

 

Pola yang dibangun tanpa simbol, tanpa tongkat komando, tanpa hanpone, sampai mananggalkan ajudan dan pengawal, memberikan cermin agar Polri kembali pada marwahnya sebagai pelayan, pengayom dan pelindung rakyat. 

 

 

Dengan dikumpulkannya 559 perwira di Istana Negara, menurut Emrus, ada tiga hal yang menjadi poin penting dari komunikasi yang dibangun. Pertama, Polri diminta solid menjaga keutuhan korps-nya. Kedua, menjaga kredibilitas dan integritas Polri, dan ketiga, membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi Polri.

 

"Terlepas dari citra Polri yang kini dihantam sejumlah skandal, dari dari kasus judi online, kasus FS dilanjutkan kasus narkoba yang diduga menyeret Kapolda Jawa Timur, saya menilai masih banyak polisi yang sederhana, dan bekerja sesuai treknya. Polisi juga manusia lho, tapi jangan pula kita menuding karena satu dua oknum, lalu semuanya dicap rata," kata Emrus.  

 

 

 

 

 

Masih berkaitan dengan pemanggilan 559 perwira, menurut Emrus melihat ada budaya baru yang sedang dibangun Presiden Jokowi di lingaran Polri. 

 

"Belum pernah dalam sejarah perwira polisi itu dipanggil ke Istana Negara secara bersamaan. Jokowi mengajak ayo kita kerja untuk bangsa ini. Fokus pada tujuan, jangan berjarak, agar polisi makin dicintai rakyat," ujar Emrus.

 

 

 

 

 

 

Soal persepsi yang muncul di jagat media sosial bahwa Preden Jokowi sedang memperlihatkan siapa sebenarnya jenderal tertinggi dihadapan 559 perwira itu, menurut Emrus, persepsi itu tidak salah juga tidak benar.       

 

 

"Itu persepsi, ya silahkan saja. Di alam demokrasi, diperkenankan memberikan argumen dan penilaian secara konstruktif. Tapi, yang perlu diteladani dari cara Presiden ini cuma satu; tongkat komando dan simbol bukan hal istimewa bagi rakyat jika tidak manfaat untuk bangsa," jelas Emrus. 

 

Staf pengajar di Universitas Pelita Harapan (UPH) itu menilai gaya komunikasi Presiden Jokowi selama ini tidak memiliki karakter Adigang, Adigung, dan Adiguna yang mengandalkan dan menyombongkan kelebihan sebagai kepala negara.

 

 

"Kekuasaan yang dimiliki Jokowi itu legal. Tapi dimanfaatkan sebaik mungkin untuk membangun bangsa ini. Dengan cara apa? ya bekerja dan mendengarkan harapan. Simpel dan hasilnya top. Jujur saya harus memuji dengan kesederhanaannya," tutur Emrus lewat sambungan telepon.

 

 

 

"Kalau cuma sekadar menunjukan kekuatan dan kekuasaannya, saya yakin 559 perwira itu disuruh lari keliling Istana Negara juga mau. Tapi Jokowi bukan tipe seperti itu. Anda bisa lihat saat dirinya ke Papua. Makan jagung tanpa dilayani. Cermin bahwa Jokowi adalah kita," puji Emrus.

 

 

 

Tamparan Keras untuk Polri

 

Porli hari ini mendapat tamparan keras. Satu jenderal kena sikat sebelum masuk Istana Negara. Dia adalah Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Teddy Minahasa Putra. Mantan Kapolda Sumatera Barat itu ditangkap sebelum masuk Istana. Eks Wakapolda Lampung kabarnya kedapatan menjual narkoba ke salah satu perempuan pengelola klub malam di Jakarta.

 

 

Proses pemanggilan polisi masuk istana juga sederhana. Mereka tak perlu bawa tongkat komando, tak perlu pakai topi, cukup bawa pulpen dan kertas. Jokowi juga tak butuh setiap kapolda atau kapolres datang dengan menggunakan kendaraan pribadi atau dinas. Cukup pakai bus, tanpa ada pengawalan, apalagi ajudan. Menariknya setiap kapolda dilarang membawa ponsel.

 

Sebanyak 559 polisi itu terdiri dari 24 orang pejabat utama Mabes Polri (3 orang diwakili karena keluar negeri), 33 orang kapolda (satu orang diwakili karena ada kegiatan) serta 490 kapolrestabes, kapolresta dan kapolres jajaran.

 

 

 

 

Para pejabat polisi itu diminta mengenakan pakaian dinas lapangan (PDL) tanpa dilengkapi topi dan tanpa membawa tongkat, mereka juga dilarang membawa ponsel. Mereka hanya boleh membawa buku catatan dan pulpen serta tidak boleh mengajak ajudan atau yang sering disebut ADC (Aide de Camp).

 

Lalu apa yang terjadi? sebelum masuk Istana Negara, ratusan polisi yang datang diminta tes Covid-19. Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengatakan pihak Istana hanya meminta syarat kepada pihak Kepolisian RI untuk melakukan tes PCR bagi para kapolda dan kapolres yang akan mengikuti pengarahan Presiden. 

 

 

Istana Jawab Isu 8 Kapolda Positif Amphetamine    

 

 

 

 

Soal kabar 8 kapolda positif amphetamine saat tes urine sebelum masuk Istana untuk mengikuti pengarahan Presiden Joko Widodo, Jumat 14 Oktober 2022 bisa ditanyakan langsung ke Polri. "Istana tidak ada tes urin, hasil tes urin juga tidak disampaikan ke istana. Tanyakan ke Kapolri," kata Heru Budi Hartono.   

 

Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan alasan 559 pejabat Polri tidak perlu membawa topi, tongkat dan telepon selular ke Istana Negara saat bertemu Presiden Joko Widodo.

 

 

"Ketika diskusi, di sini tidak ada tempat penyimpanan tongkat, (padahal) tongkat jumlahnya banyak, kedua, juga memperlama proses memasuki istana. Ketiga, kami minta tidak bawa HP (handphone) lagi-lagi untuk kenyamanan bapak-bapak pejabat lingkungan Polri," kata Kasetpres Heru Budi Hartono di kantor presiden Jakarta, Jumat.

 

"Untuk bisa masuk istana dengan cepat karena jumlahnya (hampir) 600 orang, jadi cukup banyak, jadi tidak perlu membawa tongkat, HP dan topi karena kan topi perlu tempat, tongkat perlu tempat tongkat, HP perlu tempat HP sehingga kami minta ke panitia untuk tiga benda itu disimpan di kursi bus masing-masing," ungkap Heru.

 

 

Setpres, menurut Heru, hanya mewajibkan para pejabat Polri melakukan tes swab PCR Covid-19."Jadi, begitu turun selesai, kita cek satu, secara umum bahwa tidak (terpapar) Covid-19, antri, tidak harus meletakkan topi, HP, tongkat, hanya simple untuk kenyamanan tamu di istana," tegas Heru.

 

Heru menyebut bahwa istana kepresidenan memang masih mensyaratkan pemeriksaan swab PCR sebelum bertemu Presiden Jokowi bagi setiap tamu.

 

"Ketika persiapan pengarahan bapak presiden ke kapolri, kapolda, kapolres, salah satu syaratnya kami minta kepala pusat kesehatan Polri dilakukan pemeriksaan swab PRC dan dilakukan jajaran Polri sendiri. (Tes) di luar itu istana tidak ada kewenangannya dan hasil Covid-19 yang disampaikan ke Sekretariat Presiden, dan semua dalam kondisi negatif," jelas Heru.

Sumber: