10 Bulan Menjabat, Menteri ATR/BPN Belum Teken Satu pun Perpanjangan HGU
Nusron wahid--
Ia juga menyoroti masalah peta lahan di Indonesia. Hingga kini, pemetaan masih menggunakan skala 1:1.000.000 yang rawan bias. Nusron mengungkapkan, pemerintah sedang mendorong implementasi One Map Policy dengan skala 1:5.000 agar lebih akurat.
“Kami tidak mau asal memperpanjang HGU tanpa kepastian peta yang jelas. Kalau peta masih bermasalah, risikonya besar. Itulah mengapa kami memilih berhati-hati,” katanya.
Sikap tegas Nusron tersebut juga dilandasi pengalaman buruk sebelumnya. Ia mengaku, 769 pegawai ATR/BPN sampai harus menghadapi masalah hukum terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Banyak sertifikat yang belakangan dipermasalahkan karena dianggap salah objek, termasuk lahan hutan dan rawa.
“Fakta membuktikan, 769 pegawai ATR-BPN sampai masuk ‘pesantren’. Tanda petik ya, bukan pesantren beneran, tapi karena tersangkut kasus PTSL. Inilah mengapa kami lebih konservatif sekarang,” ungkapnya.
BACA JUGA:Sertipikat Tanah Ulayat Jadi Penjaga Warisan Budaya Masyarakat Adat
BACA JUGA:Melalui APBD-P, 4 Jembatan di Seluma Akan Direhab Total Anggaran Rp 800 Juta
Tak hanya soal HGU, Nusron juga menyinggung tanah terlantar yang bisa dikuasai negara. Berdasarkan aturan lama, proses penetapan tanah terlantar membutuhkan 587 hari. Namun kini, atas instruksi Presiden, proses tersebut dipangkas menjadi 90 hari agar lebih cepat dimanfaatkan rakyat.
Selain itu, ia menawarkan solusi win-win untuk kasus tumpang tindih lahan antara petani dan BUMN atau TNI-Polri. Pemerintah mengusulkan skema Hak Pengelolaan Lahan (HPL) tetap dipegang BUMN, sementara petani bisa mendapatkan Hak Guna Usaha di atas HPL tersebut.
Sumber: