"لا عدوى، ولا طيرة، ولا هامة، ولا صفر"
Artinya: "Tidak ada penularan (yang terjadi tanpa izin Allah), tidak ada thiyarah (menganggap sial karena sesuatu), tidak ada hama (burung kematian), dan tidak ada (kesialan karena) bulan Safar." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi dasar penting untuk membersihkan keyakinan batil masyarakat. Justru bulan Safar bisa menjadi titik awal perubahan, terutama dalam aspek ilmu dan pemahaman agama. Melalui kajian, halaqah, dan bimbingan para ulama, umat Islam bisa menjadikan bulan ini sebagai titik balik menuju kehidupan yang lebih berilmu dan bermakna.
BACA JUGA:Lima Dzikir Dahsyat yang Menggetarkan Langit: Kunci Pembuka Rahmat Allah dan Penenang Jiwa
Ulama Sebagai Penjaga Aqidah dan Akhlak Umat
Ulama bukan hanya pemilik ilmu, tapi juga penjaga akidah umat dari penyimpangan. Di tengah munculnya berbagai aliran sesat, liberalisme agama, dan serangan ideologi Barat yang menggerus keimanan, ulama tampil membentengi umat dengan hujjah ilmiah dan pemahaman yang benar.
Allah SWT berfirman:
"وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ"
Artinya: "Tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."(QS. At-Taubah: 122)
Ayat ini menjadi dasar pentingnya sebagian umat memfokuskan diri dalam menuntut ilmu agama secara mendalam untuk mengajarkannya kepada yang lain. Ulama adalah sosok yang memenuhi perintah ini, mengorbankan waktu, tenaga, dan kadang nyawa demi menjaga Islam tetap murni.
Kewajiban Umat terhadap Ulama
Sudah menjadi kewajiban umat untuk menghormati ulama, mengambil ilmu dari mereka, dan tidak menggantikan peran mereka dengan tokoh-tokoh yang tidak memiliki kapasitas keilmuan dalam agama. Di era media sosial, munculnya "ustaz instan" atau selebriti agama tanpa sanad keilmuan yang jelas menjadi tantangan serius. Oleh karena itu, kita harus kembali merujuk kepada ulama yang benar-benar ahli, jujur, dan amanah dalam menyampaikan ilmu.
Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya:
"يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ، يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْغَالِينَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ، وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ"
Artinya: "Ilmu ini akan dibawa oleh orang-orang adil dari setiap generasi. Mereka membersihkan ilmu ini dari penyimpangan orang-orang yang ekstrem, kebohongan para pendusta, dan penafsiran orang-orang jahil." (HR. Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah)
Dari penjelasan diatas maka dapatlah kita simpulkan bahwa Ulama adalah pewaris para nabi yang menjaga, mengajarkan, dan mewariskan ilmu sebagai cahaya penerang bagi umat. Di bulan Safar ini, mari kita luruskan pemahaman, buang keyakinan batil, dan kuatkan kembali semangat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang terpercaya. Dalam ilmu yang shahih terdapat jalan keluar dari kebodohan, penjagaan dari kesesatan, dan petunjuk menuju jalan yang lurus.