Tanda-Tanda Kiamat Kecil: Hujan Tak Lagi Membawa Berkah dan Peringatan dari Bencana Longsor–Banjir di Sumatera
Minggu 30-11-2025,15:00 WIB
Reporter:
juliirawan|
Editor:
juliirawan
Radarseluma.disway.id - Tanda-Tanda Kiamat Kecil: Hujan Tak Lagi Membawa Berkah dan Peringatan dari Bencana Longsor–Banjir di Sumatera--
Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id - Dalam Islam, tanda-tanda kiamat terbagi menjadi dua: kiamat kecil (ash-shughra) dan kiamat besar (al-kubra). Kiamat kecil mencakup kejadian-kejadian yang berlangsung sebelum datangnya kiamat besar, termasuk fenomena alam, kerusakan moral, dan perubahan sosial yang mengingatkan manusia agar kembali kepada Allah. Salah satu tanda yang disebutkan para ulama adalah hujan yang turun tetapi tidak memberi keberkahan. Hujan tetap turun, namun tidak mendatangkan manfaat; sebaliknya justru membawa musibah seperti banjir, longsor, gagal panen, atau kekeringan panjang setelahnya.
Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, di mana hujan deras beberapa hari terakhir justru memicu bencana banjir dan longsor yang merusak rumah, fasilitas umum, memutus akses jalan, dan merenggut korban jiwa. Dalam kacamata keimanan, semua ini bukan sekadar fenomena alam semata, tetapi sebuah peringatan dari Allah agar manusia kembali introspeksi dan memperbaiki diri.
Hujan yang Tidak Lagi Berkah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits
1. Hujan sebagai Nikmat dan Azab
Dalam Al-Qur'an, Allah menjelaskan bahwa hujan adalah nikmat, tetapi dapat berubah menjadi azab ketika manusia berbuat kerusakan.
Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Artinya: "Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf: 96)
Ayat ini menegaskan bahwa keberkahan hujan sangat terkait dengan iman dan takwa manusia. Jika iman melemah dan kemaksiatan merajalela, maka hujan tetap turun tetapi tidak membawa manfaat.
Allah juga mengingatkan:
وَظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan laut akibat perbuatan tangan manusia." (QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini sangat relevan dengan situasi saat ini. Kerusakan lingkungan, pembabatan hutan, alih fungsi lahan, serta pembangunan yang tidak ramah alam menyebabkan hujan berubah menjadi bencana.
2. Hadits tentang Hujan yang Tidak Berkah
Nabi Muhammad SAW menyebut salah satu tanda kiamat kecil adalah hujan yang turun tetapi tidak memberi keberkahan.
Rasulullah SAW bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ الْمَطَرُ وَيَقِلَّ النَّبَاتُ
Artinya: "Tidak akan terjadi kiamat sampai hujan banyak turun tetapi tumbuh-tumbuhan sedikit." (HR. Ahmad)
Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun curah hujan tinggi, ia tidak membawa manfaat terhadap tanah, tanaman, atau kehidupan manusia. Justru sebaliknya, hujan berlebih menimbulkan longsor, banjir, dan kerusakan ekosistem.
Dalam hadits lain disebutkan:
وَيُمْطَرُونَ وَلَا يُنْبِتُ لَهُمُ الْأَرْضُ شَيْئًا
Artinya: "Mereka diberi hujan, namun bumi tidak menumbuhkan apa pun bagi mereka." (HR. Muslim)
Para ulama menafsirkan bahwa hilangnya keberkahan terjadi karena kemaksiatan merajalela, kezaliman pemimpin, dan umat yang lalai dari perintah Allah.
Mengaitkan dengan Bencana Banjir dan Longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar
Beberapa hari terakhir, hujan deras yang mengguyur Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menyebabkan:
• Banjir meluas hingga ke permukiman warga
• Longsor yang menutup akses jalan
• Rusaknya rumah dan jembatan
• Ribuan warga mengungsi
• Anak-anak terputus sekolah
• Aktivitas ekonomi lumpuh
Fenomena ini menggambarkan bahwa hujan turun bukan sebagai rahmat, tetapi berubah menjadi musibah. Bukan berarti setiap bencana adalah hukuman, tetapi setiap bencana adalah peringatan.
Ulama menjelaskan bahwa hilangnya keberkahan hujan dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Rusaknya Lingkungan
Pembalakan liar, deforestasi, dan alih fungsi hutan membuat air hujan tidak terserap ke tanah, tetapi langsung mengalir deras membawa lumpur dan batu.
2. Banyaknya Maksiat dan Kemungkaran
Rasulullah SAW bersabda:
وَمَا نَقَضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ
Artinya: "Tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah menguasakan musuh atas mereka." (HR. Ibnu Majah)
Kemaksiatan menghilangkan keberkahan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk hujan.
3. Lalai dari Zakat dan Kepedulian Sosial
Rasulullah SAW juga bersabda:
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ
Artinya: "Tidaklah mereka enggan membayar zakat, kecuali mereka akan dihalangi dari turunnya hujan." (HR. Ibnu Majah)
Meski hujan turun, hadits ini dipahami sebagai hilangnya keberkahan, bukan hilangnya air secara fisik.
Fenomena Hujan Ekstrem: Tanda Kiamat atau Siklus Alam?
Sebagian orang mungkin menilai bahwa hujan ekstrem hanyalah fenomena alam. Memang secara ilmiah, fenomena ini dapat dijelaskan melalui:
• Pemanasan global
• Kerusakan hutan
• Perubahan iklim
• Perubahan arus angin muson
• Ketidakseimbangan ekosistem
Namun dalam Islam, sains dan iman tidak bertentangan. Segala fenomena alam tetap berada dalam kendali Allah sebagai bentuk:
• Peringatan
• Pembelajaran
Ujian
• Pengingat agar manusia bertobat
Pesan Moral dan Renungan dari Bencana Sumatera
Banjir dan longsor yang terjadi seharusnya menjadi introspeksi nasional, terutama bagi masyarakat yang bermukim di sekitar kaki bukit dan daerah hutan.
1. Kembali Menjaga Alam
Allah berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Artinya: "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya." (QS. Al-A’raf: 56)
Kerusakan alam akan langsung kembali kepada manusia.
2. Perbanyak Istighfar
Dalam Al-Qur’an, Nabi Nuh berkata:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا • يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
Artinya: "Beristighfarlah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat." (QS. Nuh: 10–11)
Ini menunjukkan bahwa keberkahan hujan berkaitan erat dengan istighfar.
3. Pemerintah dan masyarakat wajib memperkuat mitigasi bencana
Tidak cukup hanya berdoa, tetapi harus disertai tindakan nyata:
• Reboisasi
• Penataan sungai
• Larangan pembalakan liar
• Menghidupkan kembali budaya menjaga alam
Hujan adalah rahmat Allah, tetapi dapat berubah menjadi musibah ketika keberkahannya dicabut. Dalam Al-Qur’an dan hadits, Allah telah menjelaskan bahwa musibah seringkali berhubungan dengan kerusakan moral, sosial, dan lingkungan yang dilakukan oleh manusia sendiri.
Bencana yang menimpa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat adalah peringatan keras agar umat kembali kepada Allah, memperbaiki akhlak, menjaga alam, dan memperbanyak istighfar. Kiamat kecil terus bermunculan satu demi satu, dan hilangnya keberkahan hujan adalah salah satu tanda yang semakin nyata di depan mata.
Sebagai hamba, kita harus memandang bencana bukan semata sebagai fenomena alam, tetapi sebagai kesempatan memperbaiki diri, memperkuat iman, dan menumbuhkan kepedulian sosial. Semoga Allah mengaruniakan keberkahan pada setiap tetes hujan yang turun, menjauhkan kita dari musibah, serta menjadikan Indonesia negeri yang aman, makmur, dan dirahmati Allah. (djl)
Sumber: