Banyaknya Masjid, Sedikit Jamaah: Tanda Lemahnya Iman di Akhir Zaman

Banyaknya Masjid, Sedikit Jamaah: Tanda Lemahnya Iman di Akhir Zaman

Radarseluma.disway.id - Banyaknya Masjid, Sedikit Jamaah: Tanda Lemahnya Iman di Akhir Zaman--

Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id - Masjid adalah simbol kemuliaan Islam, tempat suci yang menjadi pusat ibadah, ilmu, dan persatuan umat. Dalam sejarah peradaban Islam, kemajuan umat senantiasa berbanding lurus dengan makmurnya masjid. Ketika masjid ramai dengan dzikir, shalat berjamaah, kajian ilmu, dan aktivitas sosial, maka Islam menjadi kuat dan masyarakat hidup dalam keberkahan. Namun, fenomena yang kita saksikan hari ini begitu mengkhawatirkan  Masjid semakin megah dan banyak jumlahnya, tetapi jamaahnya semakin sedikit.

Fenomena ini bukan sekadar perubahan zaman, melainkan tanda lemahnya iman dan ketidakseimbangan antara kemewahan fisik dengan ruh keagamaan. Banyak masjid yang berdiri megah dengan arsitektur indah, pendingin ruangan, karpet tebal, dan menara menjulang tinggi, namun saat adzan berkumandang, hanya segelintir orang yang memenuhi shaf. Seolah-olah rumah Allah hanya menjadi hiasan kota, bukan lagi tempat hidupnya iman.

Masjid dalam Pandangan Al-Qur’an

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an mengenai kemuliaan masjid dan siapa yang seharusnya memakmurkannya:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)

Ayat ini menegaskan bahwa tolok ukur kemakmuran masjid bukan pada banyaknya bangunan atau kemegahan arsitekturnya, melainkan pada seberapa hidup masjid itu dengan ibadah dan keimanan jamaahnya. Orang yang memakmurkan masjid sejatinya adalah mereka yang hatinya terpaut pada Allah, bukan sekadar yang mendirikan bangunannya.

Ironisnya, banyak masjid kini dibangun dengan biaya besar, tetapi ruhnya kosong. Jamaah lima waktu sepi, shaf shalat sering bolong, dan kegiatan keagamaan minim. Masjid hanya ramai saat Idul Fitri atau Idul Adha, bahkan ada yang lebih ramai saat digunakan untuk acara duniawi.

BACA JUGA:Ilmu Ditinggalkan, Agama Dianggap Kuno: Tanda Kebodohan dan Kemunduran Umat di Akhir Zaman

Hadits Rasulullah SAW tentang Fenomena Akhir Zaman

Rasulullah SAW telah menggambarkan fenomena ini sebagai tanda-tanda akhir zaman. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ»

Artinya: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya kiamat adalah manusia berlomba-lomba memperindah masjid.” (HR. Abu Dawud, no. 449; Ibnu Majah, no. 739)

Hadits ini menjadi peringatan keras bahwa pada masa mendekati kiamat, manusia akan lebih sibuk memperindah masjid secara lahiriah, namun lalai dari tujuan sejatinya, yaitu untuk beribadah kepada Allah.

Bahkan dalam riwayat lain disebutkan:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَجْتَمِعُونَ فِي الْمَسْجِدِ يُصَلُّونَ فِيهِ وَلَيْسَ فِيهِمْ مُؤْمِنٌ

Artinya: “Akan datang suatu masa di mana orang-orang berkumpul di masjid untuk shalat, tetapi di antara mereka tidak ada yang benar-benar beriman.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 4/483)

Maknanya, walaupun masjid tampak ramai, banyak yang hadir tanpa keikhlasan atau tanpa kekhusyukan. Ibadah dilakukan sekadar rutinitas, bukan dari hati yang benar-benar terikat dengan Allah.

Fenomena Sosial: Masjid Indah tapi Sunyi

Fenomena “banyak masjid, sedikit jamaah” tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga di desa-desa. Pembangunan masjid kini sering dijadikan simbol status sosial, bukan kebutuhan rohani. Ada desa yang memiliki tiga masjid dalam jarak berdekatan, namun setiap masjid hanya berisi dua atau tiga jamaah saat shalat Subuh.

Padahal Rasulullah SAW menegaskan keutamaan shalat berjamaah:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

Artinya: “Shalat berjamaah lebih utama dibanding shalat sendirian dengan keutamaan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa besar pahala yang Allah janjikan bagi mereka yang memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah. Namun, sayang, masih banyak umat Islam yang lebih memilih shalat di rumah dengan alasan kesibukan, malas, atau merasa cukup dengan shalat sendirian.

BACA JUGA:Anak Durhaka dan Hilangnya Rasa Hormat Orang Tua, Tanda Nyata Akhir Zaman

Hati yang Tidak Terikat dengan Masjid

Rasulullah SAW menyebutkan tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di hari kiamat, dan salah satunya adalah orang yang hatinya terpaut dengan masjid:

وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ

Artinya: “Dan seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, orang ini merindukan masjid, merasa tenang ketika di dalamnya, dan selalu berusaha menghadiri shalat berjamaah. Namun pada zaman sekarang, banyak yang lebih terpaut pada kafe, pasar, atau media sosial daripada rumah Allah.

Inilah salah satu tanda lemahnya iman dan jauhnya hati dari Allah. Ketika azan berkumandang, banyak yang menunda shalat karena pekerjaan atau hiburan duniawi. Padahal Allah telah berfirman:

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ۝ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Artinya: “Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5)

Refleksi dan Solusi

Kita harus merenungkan: untuk apa kita membangun masjid megah bila tidak ada jamaah yang menghidupkannya? Untuk apa pengeras suara lantang berkumandang, tetapi hati umat tetap tuli terhadap panggilan Allah?

Solusinya bukan sekadar menambah jumlah masjid, tetapi membangun kesadaran iman dalam diri umat. Para pemimpin, dai, dan orang tua harus menanamkan kecintaan terhadap masjid sejak dini. Anak-anak harus dibiasakan hadir ke masjid, bukan hanya saat Ramadan.

Masjid juga perlu kembali menjadi pusat dakwah dan pembinaan umat — tempat ilmu, musyawarah, dan solidaritas sosial, sebagaimana fungsi masjid pada zaman Rasulullah SAW.

Fenomena banyaknya masjid namun sedikit jamaahnya adalah kenyataan pahit yang mencerminkan kemunduran spiritual umat Islam. Rasulullah SAW telah memperingatkan hal ini sebagai tanda-tanda akhir zaman, di mana manusia lebih mencintai kemegahan dunia daripada kekhusyukan ibadah.

Kita harus berbenah sebelum datang masa di mana masjid hanya menjadi bangunan kosong tanpa ruh, dan shalat berjamaah menjadi sesuatu yang asing.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, yang senantiasa memakmurkan rumah-Nya dengan iman dan amal shaleh, sehingga masjid benar-benar menjadi pusat kehidupan umat, bukan sekadar monumen yang sunyi.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ قُلُوبَنَا مُعَلَّقَةً بِمَسَاجِدِكَ، وَارْزُقْنَا حُبَّ الصَّلَاةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي بُيُوتِكَ الْمُبَارَكَةِ

Artinya: “Ya Allah, jadikan hati kami terpaut dengan masjid-Mu, dan anugerahkan kepada kami kecintaan terhadap shalat dan berjamaah di rumah-rumah-Mu yang penuh berkah.” (djl)

Sumber:

Berita Terkait