LPSK Lindungi 9 Saksi dan Korban Kekerasan Seksual, dengan Terdakwa IWAS

Wakil Ketua LPSK--
Sri Nurherwati menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah mengatur hak penyandang disabilitas dalam memperoleh keadilan, termasuk dalam kapasitas mereka sebagai pelaku, korban, maupun saksi. Negara wajib menyediakan akomodasi yang layak dalam proses peradilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan.
"Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual melibatkan pendampingan hukum dan dukungan psikologis yang sangat penting. Kami memastikan korban siap memberikan keterangan tanpa rasa takut atau malu agar hak-hak mereka dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya," ujar Sri Nurherwati.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya restitusi bagi korban kekerasan seksual. Menurutnya, Undang-Undang TPKS telah menegaskan bahwa restitusi adalah hak korban.
"Restitusi bukanlah sesuatu yang bersifat transaksional, melainkan hak korban yang menjadi tanggung jawab pelaku," tegasnya.
Restitusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
BACA JUGA:Amerika Keluar dari Dewan HAM PBB, Setelah Trump Bertemu Israel
BACA JUGA:Inilah Tafsir Surat Al-Humazah Yang Artinya Mengumpat Part Dua
Sri Nurherwati menekankan dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh pelaku, yakni kebenaran, keadilan dengan pelaku mendapatkan sanksi, dan pemulihan korban mendapat hak hidupnya kembali atas hak dan sosialnya.
Sumber: