Rasulullah SAW dan Kepercayaan Agung kepada Bilal bin Rabah: Simbol Kesetaraan dan Keimanan Tanpa Batas
Radarseluma.disway.id - Rasulullah SAW dan Kepercayaan Agung kepada Bilal bin Rabah: Simbol Kesetaraan dan Keimanan Tanpa Batas--
Reporter Juli Irawan Radarseluma.disway.id - Dalam perjalanan sejarah Islam, banyak kisah yang menggambarkan betapa Rasulullah SAW menegakkan prinsip keadilan, kasih sayang, dan kesetaraan di tengah masyarakat yang masih dikuasai oleh sistem kasta dan kebanggaan keturunan. Salah satu kisah yang penuh makna adalah tentang kepercayaan besar Rasulullah SAW kepada Bilal bin Rabah, seorang mantan budak berkulit hitam dari Habasyah (Ethiopia).
Bilal bukan hanya sahabat biasa. Ia adalah simbol keteguhan iman dan keadilan Islam yang menembus batas warna kulit, ras, dan status sosial. Rasulullah SAW menjadikan Bilal sebagai orang yang dipercaya dalam tugas-tugas suci, bahkan menjadikannya muadzin pertama dalam sejarah Islam, sebuah posisi yang sangat mulia.
Kisah ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan pelajaran universal tentang tauhid, keadilan, dan kemanusiaan, yang terus relevan hingga zaman modern.
Asal Usul dan Keimanan Bilal bin Rabah
Bilal bin Rabah adalah seorang budak milik Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh Quraisy yang terkenal keras menentang Islam. Namun di balik statusnya yang hina di mata manusia, Bilal memiliki kemuliaan di sisi Allah SWT.
Ketika Islam datang melalui risalah Nabi Muhammad SAW, Bilal termasuk orang pertama yang menerima kebenaran itu tanpa ragu. Ia bersyahadat dengan penuh keyakinan, meski harus menanggung siksaan berat. Tubuhnya diseret di padang pasir yang panas, batu besar diletakkan di dadanya, namun ia tetap mengucapkan,
"Ahad, Ahad..."
Artinya: "Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa."
Keteguhan Bilal menunjukkan iman yang murni dan kokoh. Rasulullah SAW sangat menghargai keberanian ini, dan kelak mempercayainya untuk tugas-tugas besar.
Kepercayaan Rasulullah SAW kepada Bilal bin Rabah
Kepercayaan Rasulullah SAW kepada Bilal bukan tanpa alasan. Ia melihat dalam diri Bilal sebuah keikhlasan dan ketulusan yang langka. Rasulullah SAW tidak memandang status sosial, warna kulit, atau asal usul seseorang, melainkan ketakwaan dan kesetiaan kepada Allah SWT.
Salah satu bentuk kepercayaan terbesar adalah ketika Rasulullah SAW menunjuk Bilal sebagai muadzin pertama di dunia Islam.
Ia yang pertama kali mengumandangkan seruan agung:
الله أكبر الله أكبر، أشهد أن لا إله إلا الله، أشهد أن محمداً رسول الله
Artinya: “Allahu Akbar, Allahu Akbar. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.”
Rasulullah SAW bersabda:
"إِنَّهُ لا يَنْبَغِي أَنْ يُؤَذِّنَ إِلَّا أَمِينٌ"
Artinya: “Tidaklah pantas seseorang menjadi muadzin kecuali ia adalah orang yang terpercaya.” (HR. Abu Dawud)
Pemilihan Bilal sebagai muadzin menunjukkan betapa besar kepercayaan Rasulullah SAW terhadap amanah dan integritasnya. Suara Bilal yang lantang dan penuh iman bukan sekadar panggilan salat, tetapi juga seruan tauhid yang menggema ke seluruh Madinah.
Bilal dan Kedekatannya dengan Rasulullah SAW
Rasulullah SAW dan Bilal memiliki hubungan yang sangat dekat. Bilal tidak hanya menjadi muadzin, tetapi juga sering mendampingi Rasulullah SAW dalam berbagai peperangan dan perjalanan dakwah. Ia termasuk dalam barisan sahabat yang setia di medan jihad dan menjadi penjaga rahasia Rasulullah.
Setiap kali Rasulullah SAW selesai menunaikan salat, Bilal selalu berada di sisinya. Hubungan ini digambarkan dalam berbagai riwayat. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada Bilal:
"يا بلال، حدثني بأرجى عمل عملته في الإسلام، فإني سمعت دف نعليك بين يدي في الجنة."
Artinya: “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling engkau harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bilal pun menjawab dengan rendah hati, bahwa setiap kali ia berwudhu, ia selalu menunaikan salat sunnah dua rakaat. Dari sini terlihat bahwa Rasulullah SAW bukan hanya mempercayai Bilal, tetapi juga mendapatkan kabar gembira dari Allah SWT bahwa Bilal akan menjadi penghuni surga.
Dalil Al-Qur’an tentang Kesetaraan dan Kemuliaan Takwa
Kepercayaan Rasulullah SAW kepada Bilal bin Rabah sejalan dengan prinsip Al-Qur’an yang menegaskan bahwa kemuliaan manusia tidak terletak pada status sosial atau ras, tetapi pada ketakwaan.
Firman Allah SWT dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menjadi dasar kuat bahwa Islam menolak segala bentuk diskriminasi. Rasulullah SAW mencontohkan ayat ini secara nyata dalam kehidupan beliau, salah satunya dengan mempercayai Bilal untuk mengemban tugas mulia.
Peran Bilal Setelah Wafatnya Rasulullah SAW
Setelah Rasulullah SAW wafat, Bilal sangat berduka. Ia merasa tidak sanggup lagi mengumandangkan azan karena setiap lafaznya mengingatkan pada sosok Nabi tercinta. Akhirnya, Bilal memohon izin kepada Khalifah Abu Bakar untuk meninggalkan Madinah dan berjuang di medan jihad di Syam.
Namun, suatu hari, ketika ia bermimpi bertemu Rasulullah SAW yang bersabda, “Wahai Bilal, mengapa engkau tidak datang menjenguk kami?” maka Bilal kembali ke Madinah. Saat ia mengumandangkan azan di sana, seluruh penduduk Madinah menangis karena merindukan suara yang pernah mereka dengar di masa Rasulullah SAW hidup.
Kisah ini menunjukkan bahwa Bilal tidak hanya dipercaya oleh Rasulullah SAW, tetapi juga dicintai oleh seluruh kaum Muslimin.
Pelajaran dari Kisah Rasulullah SAW dan Bilal bin Rabah
Kisah ini memberikan banyak pelajaran berharga bagi umat Islam, di antaranya:
1. Kesetaraan dalam Islam: Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, Arab atau non-Arab. Yang membedakan hanyalah ketakwaan.
2. Kepercayaan dibangun atas kejujuran: Rasulullah SAW memberi kepercayaan kepada Bilal karena amanah dan kesalehannya.
3. Kemuliaan iman di atas segalanya: Bilal menunjukkan bahwa iman yang kuat dapat mengangkat derajat seseorang dari kehinaan dunia menuju kemuliaan akhirat.
4. Teladan kepemimpinan Rasulullah SAW: Beliau menilai manusia berdasarkan hati dan amal, bukan kedudukan.
Rasulullah SAW menempatkan Bilal bin Rabah bukan hanya sebagai muadzin, tetapi juga sebagai simbol kemenangan iman atas penindasan, dan keadilan atas kesombongan dunia. Kepercayaan besar yang diberikan Rasulullah kepada Bilal menunjukkan bahwa Islam datang untuk menegakkan kehormatan manusia tanpa memandang ras atau status sosial.
Bilal bin Rabah menjadi bukti nyata bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang yang beriman dan bertakwa, sekalipun manusia dahulu merendahkannya. Rasulullah SAW memandang dengan mata kasih sayang dan keadilan, bukan dengan pandangan duniawi.
Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk senantiasa meneladani Rasulullah SAW dalam menilai manusia berdasarkan ketakwaan dan kejujuran, bukan berdasarkan pangkat, harta, atau keturunan.
Dalam dunia yang kini masih sering dibayangi diskriminasi dan ketidakadilan, semangat Rasulullah SAW dan Bilal bin Rabah menjadi cahaya yang mengingatkan kita bahwa iman dan akhlak adalah kemuliaan sejati. (djl)
Sumber: