Kisah Agung Rasulullah SAW: Teladan Menjaga Lisan dari Ucapan yang Menyakiti Hati
Radarseluma.disway.id - Kisah Agung Rasulullah SAW: Teladan Menjaga Lisan dari Ucapan yang Menyakiti Hati--
Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id - Lisan adalah anugerah besar yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Melalui lisan, seseorang dapat mengungkapkan kebaikan, menebar kedamaian, dan menyampaikan kebenaran. Namun, di sisi lain, dari lisan pula bisa muncul fitnah, kebencian, dan perpecahan. Oleh karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga lisan dari ucapan yang dapat menyakiti orang lain. Rasulullah SAW, sebagai teladan terbaik bagi umat manusia, telah menunjukkan kepada kita bagaimana menjaga lisan dengan penuh hikmah, kelembutan, dan kasih sayang.
Rasulullah SAW bukan hanya mengajarkan umatnya untuk berbicara baik, tetapi beliau sendiri menjadi contoh nyata bagaimana menggunakan lisan untuk menebar rahmat dan bukan kebencian. Dalam setiap pertemuan, ucapan beliau selalu menenangkan hati, membimbing manusia menuju jalan kebaikan, serta menjauhkan diri dari kata-kata yang melukai.
Menjaga Lisan dalam Pandangan Al-Qur'an
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an mengenai pentingnya berbicara dengan baik dan menjaga lisan dari perkataan yang menyakitkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap Muslim diperintahkan untuk berbicara dengan “qawlan sadīdan” perkataan yang lurus, jujur, dan tidak menyakiti. Rasulullah SAW menafsirkan ayat ini dalam bentuk tindakan nyata. Beliau selalu memilih kata yang lembut bahkan kepada musuh sekalipun, karena beliau tahu bahwa lisan bisa menjadi jalan menuju surga atau neraka.
Dalam ayat lain, Allah SWT juga mengingatkan:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Artinya: “Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)
Ayat ini mengajarkan bahwa setiap kata yang keluar dari mulut manusia tidak pernah luput dari catatan malaikat. Maka dari itu, setiap Muslim harus berhati-hati sebelum berbicara, memastikan bahwa ucapan yang keluar membawa manfaat, bukan mudarat.
BACA JUGA:Teladan Rasulullah SAW dalam Menanamkan Kasih Sayang kepada Anak-anak
Hadits-Hadits Rasulullah SAW Tentang Menjaga Lisan
Rasulullah SAW banyak memberikan peringatan kepada umatnya tentang bahaya lisan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini merupakan prinsip utama dalam menjaga lisan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa jika ucapan tidak membawa manfaat, maka lebih baik diam. Diam bukan berarti pasif, tetapi merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak menyakiti perasaan orang lain.
Dalam hadits lain, beliau bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Artinya: “Sesungguhnya seseorang dapat mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah murka, tanpa ia sadari, namun ucapan itu bisa menjerumuskannya ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjadi peringatan keras agar manusia tidak meremehkan setiap ucapan. Sering kali seseorang berbicara tanpa berpikir panjang, namun akibatnya sangat fatal — baik dalam kehidupan sosial maupun di hadapan Allah SWT kelak.
Kisah Rasulullah SAW dalam Menjaga Lisan
Salah satu kisah yang menggambarkan kelembutan lisan Rasulullah SAW adalah ketika seorang Arab Badui datang kepada beliau dan berbicara dengan kasar. Orang itu menarik pakaian Rasulullah SAW hingga membekas di leher beliau, lalu berkata, “Berikan aku bagian dari harta Allah yang ada padamu, wahai Muhammad!”
Namun, Rasulullah SAW tidak marah. Beliau hanya tersenyum, kemudian memerintahkan sahabat untuk memberikan apa yang diminta orang Badui tersebut. Beliau bersabda,
“Biarkan dia, karena sesungguhnya orang yang menuntut haknya tidak boleh dihalangi.”
Inilah contoh nyata bagaimana Rasulullah SAW menjaga lisannya dan hatinya dari amarah. Beliau tidak membalas kata kasar dengan kata kasar, tetapi dengan kelembutan dan kasih sayang.
Kisah lain terjadi ketika seorang perempuan tua sering membuang sampah di jalan yang biasa dilalui Rasulullah SAW. Suatu hari, Rasulullah tidak melihat sampah itu lagi. Beliau pun menanyakan kabar perempuan itu. Setelah tahu bahwa wanita itu sedang sakit, Rasulullah menjenguknya. Wanita itu pun terharu dan akhirnya masuk Islam.
Kisah ini mengajarkan bahwa kelembutan lisan Rasulullah mampu menaklukkan hati yang keras. Beliau tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tetapi dengan kebaikan dan senyuman.
BACA JUGA:Kisah Rasulullah SAW dan Anak Yatim: Sentuhan Kasih yang Menggetarkan Hati Umat
Makna dan Hikmah Menjaga Lisan
Menjaga lisan bukan sekadar menghindari ucapan kasar, tetapi juga mengontrol semua bentuk kata yang berpotensi menyakiti. Termasuk di dalamnya:
1. Ghibah (menggunjing) membicarakan keburukan orang lain tanpa kehadirannya.
2. Namimah (adu domba) menyebarkan perkataan yang menimbulkan permusuhan.
3. Dusta dan fitnah mengada-ada atau memutarbalikkan fakta.
Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ
Artinya: “Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya.” (HR. Ahmad)
Artinya, keimanan seseorang sangat erat kaitannya dengan cara ia menjaga lisannya. Lisan yang kotor menandakan hati yang belum bersih, sedangkan lisan yang lembut mencerminkan iman yang kuat dan hati yang tenang.
Rasulullah SAW adalah contoh tertinggi dalam menjaga lisan. Beliau tidak pernah menggunakan kata yang menyakitkan, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Lisan beliau senantiasa membawa kedamaian dan kasih sayang. Ucapan beliau selalu menuntun umat menuju cahaya kebenaran dan menjauhkan dari gelapnya kebencian.
Menjaga lisan berarti menjaga kehormatan diri, menjaga hubungan baik antar sesama, serta menjaga kedekatan dengan Allah SWT. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan media sosial dan kebebasan berpendapat, teladan Rasulullah SAW dalam menjaga lisan menjadi sangat relevan.
Sebagai umat Islam, sudah sepatutnya kita meneladani Rasulullah SAW dalam setiap ucapan. Hendaknya kita berpikir sebelum berbicara, menimbang apakah kata-kata kita membawa manfaat atau justru menyakiti. Sebagaimana sabda beliau:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Artinya: “Barang siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lisan) dan dua kakinya (kemaluan), maka aku jamin untuknya surga.” (HR. Bukhari)
Maka marilah kita menjaga lisan sebagaimana Rasulullah SAW menjaga lisannya. Sebab, satu kata bisa menjadi sumber kedamaian, namun satu kalimat pula bisa menjadi penyebab perpecahan. Dengan meneladani Rasulullah SAW, semoga kita termasuk golongan yang lisannya suci, hatinya bersih, dan hidupnya penuh berkah dari Allah SWT. (djl)
Sumber: