Kedudukan dan Karomah Syekh Abdul Qadir al-Jailani: Telapak Kaki Rasulullah di Atas Pundaknya

Kamis 02-10-2025,14:00 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id - Sejarah Islam mencatat nama-nama besar para wali Allah yang membawa pencerahan, dakwah, dan keteladanan bagi umat. Di antara para wali yang paling masyhur dan dihormati adalah Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Beliau dikenal bukan hanya sebagai seorang ulama besar, tetapi juga seorang wali Allah dengan kedudukan spiritual yang tinggi.
 
Salah satu kisah terkenal dalam perjalanan spiritual beliau adalah mimpinya bertemu dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpi itu, Rasulullah meletakkan telapak kakinya di atas punggung Syekh Abdul Qadir, seraya bersabda:
 
"Telapak kakiku ini berada di atas pundakmu, dan engkau akan berada di atas pundak seluruh wali Allah."
 
Peristiwa ini kemudian menjadi isyarat tentang tingginya kedudukan Syekh Abdul Qadir al-Jailani di antara para wali. Sejak saat itu, murid-murid dan para pengikutnya meyakini bahwa beliau dianugerahi karomah besar dan maqam tinggi dalam wilayah kewalian.
 
Dalam kesempatan ini akan menguraikan makna dari peristiwa tersebut, dasar Al-Qur’an dan Hadis tentang kedudukan para wali Allah, serta karomah yang diyakini sebagai anugerah Allah semata.
 
Kedudukan Wali Allah dalam Al-Qur’an
 
Al-Qur’an menegaskan tentang keberadaan wali-wali Allah yang mendapat kedudukan istimewa di sisi-Nya. Allah SWT berfirman:
 
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (٦٢) الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (٦٣)
 
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62–63)
 
Ayat ini menegaskan bahwa wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertakwa. Kedudukan mereka tinggi karena ketaatan dan ketulusan ibadah kepada Allah, bukan karena keturunan atau kedudukan duniawi.
 
Hadis tentang Kedekatan Allah kepada Wali-Nya
 
Rasulullah SAW juga menjelaskan dalam hadis qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhari:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ...
 
Artinya: “Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya...” (HR. Bukhari)
 
Hadis ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan wali Allah, hingga Allah sendiri menyatakan perang terhadap siapa saja yang memusuhi mereka.
Maka, tidak mengherankan jika Syekh Abdul Qadir al-Jailani mendapatkan kedudukan agung di sisi Allah, bahkan disimbolkan dengan mimpi bertemu Rasulullah SAW yang mengisyaratkan maqamnya di atas wali-wali lainnya.
 
BACA JUGA:Kisah Agung Rasulullah SAW dan Mukjizat Al-Qur’an: Cahaya Kehidupan Sepanjang Zaman
 
Mimpi Bertemu Rasulullah SAW 
 
Mimpi bertemu Rasulullah SAW memiliki kedudukan khusus dalam Islam. Dalam hadis shahih, Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda:
 
مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بِي
 
Artinya: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka sungguh ia benar-benar melihatku. Karena setan tidak dapat menyerupaiku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Berdasarkan Hadist ini, mimpi Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang melihat Rasulullah SAW merupakan pertemuan spiritual yang benar adanya. Sabda Rasulullah dalam mimpi tersebut adalah sebuah kabar gembira sekaligus pengukuhan maqam kewalian beliau.
 
Makna Simbolis Telapak Kaki Rasulullah SAW 
 
Peristiwa Rasulullah SAW meletakkan telapak kaki di atas pundak Syekh Abdul Qadir bukan sekadar mimpi biasa. Ada makna simbolis yang sangat dalam:
 
1. Telapak kaki:  melambangkan pondasi dan pijakan kebenaran.
Rasulullah SAW meletakkan pondasi kenabian pada pundak Syekh Abdul Qadir, yang berarti beliau menjadi penerus ajaran dan cahaya Nabi di antara para wali.
 
2. Pundak : melambangkan kekuatan dan tanggung jawab.
Pundak Syekh Abdul Qadir menjadi tempat singgah pijakan Rasulullah SAW tanda bahwa beliau diberi amanah untuk memikul beban dakwah dan membimbing umat.
 
3. Di atas pundak seluruh wali”
bermakna bahwa maqam kewalian Syekh Abdul Qadir lebih tinggi dari kebanyakan wali, sehingga beliau dijuluki Sultanul Auliya (Rajanya para wali).
 
BACA JUGA:Jangan Lebih Buruk dari Anjing: Renungan Tentang Shalat, Dzikir, dan Kemuliaan Manusia
 
Karomah Syekh Abdul Qadir al-Jailani
 
Sejak peristiwa itu, banyak karomah yang dinisbatkan kepada beliau. Namun penting dipahami bahwa karomah bukan tujuan utama seorang wali, melainkan anugerah Allah semata sebagai buah dari iman dan ketaqwaan.
 
Beberapa karomah beliau yang masyhur antara lain:
 
• Doanya selalu mustajab.
 
• Kehadirannya memberi ketenangan dan keberkahan.
 
• Kemampuan memberikan petunjuk batin kepada murid-muridnya.
 
•. Wibawa spiritual yang diakui para ulama dan wali sezamannya.
 
Semua ini bukanlah kehebatan pribadi, melainkan tanda pertolongan Allah.
 
Hikmah yang Bisa Dipetik
 
Dari kisah ini, terdapat beberapa pelajaran penting:
 
1. Kedudukan wali Allah adalah buah dari iman, takwa, dan istiqamah dalam ibadah.
 
2. Mimpi bertemu Rasulullah SAW adalah anugerah besar yang menunjukkan keistimewaan seseorang di sisi Allah.
 
3. Karomah bukan tujuan, tetapi hasil dari ketundukan seorang hamba kepada Allah.
 
4. Kita hendaknya menghormati wali Allah, tetapi tidak berlebihan hingga melampaui batas syariat.
 
Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah sosok ulama besar, sufi, sekaligus wali Allah yang mendapat kedudukan tinggi di sisi-Nya. Mimpinya bertemu Rasulullah SAW, di mana telapak kaki Nabi diletakkan di atas pundaknya, menjadi simbol maqam kewalian beliau yang agung.
 
Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa wali Allah adalah orang beriman dan bertakwa yang diberi perlindungan serta kemuliaan. Kisah Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberikan inspirasi agar kita meneladani ketakwaan, keikhlasan, dan perjuangan beliau, bukan hanya sekadar mengagumi karomahnya.
 
Akhirnya, kita bisa mengambil hikmah bahwa jalan menuju kedekatan dengan Allah bukan melalui karomah semata, melainkan dengan istiqamah dalam iman, amal saleh, dan ketaatan. Seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dikenal sebagai Sultanul Auliya, beliau mengajarkan bahwa inti kewalian adalah ketaatan kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah SAW.
Semoga kita bisa meneladani jejak langkah para wali Allah dalam memperbaiki iman, amal, dan akhlak kita. (djl)
Kategori :