Apa Agama Nenek Moyang Indonesia..?? Berikut Penjelasannya. (Part Dua)

Apa Agama Nenek Moyang Indonesia..?? Berikut Penjelasannya. (Part Dua)

Kajian Islam. Agama Nusantara pertama Agama Kapitayan Jawa Kuno --

Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id - Apakah Agama pertama yang di anut oleh orang Indonesia oleh Nenek moyang kita, apakah Hindu, Budha..?? 
Ternyata buka kedua Agama itu, ada satu Agama kuno yang merupakan Agama purbakala yang di anut oleh penghuni lama pulau Jawa berkulit hitam tidak ini bukan kejawen.
Ini lebih jauh dari pada itu semua.
Namun Agama orang terdahulu sebenarnya adalah merupakan Agama tauhid yaitu sebuah Agama yang menyembah kepada Tuhan yang tunggal.
Adapun Agama yang di anut oleh Nenek moyang kita dahulu yaitu Agama yang bernama Kapitayan.
 
Menurut sudut pandang Mahwan seorang Muslim Tiongkok abad ke 15 mengatakan persembahan dengan benda-benda seperti itu di pandang sebagai seseorang yang tidak beriman itu semua karena mereka tidak mengetahui bahwa Kapitayan tidak menyembah benda-benda itu.
Kapitayan ini lebih menyerupai Agama ketauhidan dari pada animisme dan dinamisme, sebutan animisme dan dinamisme sendiri muncul karena secara tampilan fisik ritual yang dilakukan oleh penganutnya tampak penyembahan terhadap benda-benda.
Secara sederhana mereka mengartikan penyembuhan benda-benda itu di pahami sebagai pemujaan terhadap kekuatan benda itu sendiri.
 
 
Sebenarnya sejak awal ajaran Agama Kapitayan justru tidak menyembah benda-benda itu sebagai kekuatan mutlak, benda-benda yang terdapat dalam ritual keagamaan seperti batu, pohon dan mata air adalah berupa perwujudan saja dari yang maha tinggi dari Sang hyang tersebut.
Oleh karena Sang hyang tunggal dengan dua sifat itu bersifat Goib maka untuk memuja nya dibutuhkan sarana-sarana yang bisa di dekati panca indera dan alam pikiran manusia, konsep ajaran yang sedemikian lengkapnya terkesan terlalu di remehkan.
 
Jika hanya dianggap sebagai pemuja animisme dan dinamisme sebagaimana banyak diceritakan banyak buku-buku sejarah yang beredar di pasaran saat ini belum lagi soal tuduhan pelaku Sinkretisme serta mencampuradukan budaya yang seringkali disematkan kepada penganut Agama lokal padahal fakta sejarah telah banyak menyajikan data-data tentang adanya ajaran Monoteisme dalam beberapa Agama lokal termasuk Agama Kapitayan ini.
 
 
Agama Kapitayan juga memiliki toleransi yang besar terhadap Agama lain pemeluk Agama Kapitayan sangat gampang berbaur dengan pemeluk Agama lain, Agama Kapitayan bersifat terbuka untuk Agama-agama apa saja yang akan masuk ke Nusantara, mereka menyeleksi ketat pengaruh Agama-agama yang datang dari luar itu.
Agama Kapitayan sebenar nya sangat menerima ajaran Agama Hindu Wisnu tapi karena di kemudian hari diketahui Agama ini menyakini bahwa Dewa Wisnu bisa berwujud Manusia, maka penganut Agama Kapitayan menolak ajaran Agama Hindu Wisnu.
 
Sementara ajaran Agama Hindu yang di terima saat itu adalah Hindu Siwa yang memiliki pandangan bahwa Tuhan tak dapat berwujud layaknya Manusia, Kaum Kapitayan menerima nya karena memilki konsep yang sama apa yang di percaya oleh Agama Kapitayan, menganggap bahwa Tuhan itu maha tunggal dan tak berwujud dalam radar panca indera.
 
Ketika Agama Islam masuk ke Nusantara sempat di tolak oleh Agama Kapitayan karena penganut Kapitayan mendengar bahwa Allah atau Tuhan duduk dibatas Arsy namun setelah menerima penjelasan mereka pun dengan terbuka menerima Agama Islam masuk ke Nusantara karena Islam sama dengan apa yang dianut dengan Agama mereka yaitu Memiliki konsep Monoteisme atau Tuhan yang satu dan tunggal.
 
Setelah mereka mengetahui nilai-nilai Agama Islam lebih dalam maka banyak penganut Kapitayan yang memeluk Agama Islam.
Nilai-nilai Agama Kapitayan inilah kemudian di adopsi oleh wali-wali Songo untuk menyebarkan Agama Islam ke daerah-daerah karena konsep dalam Agama Kapitayan pada dasarnya sama dengan konsep tauhid dalam Islam dan wali Songo juga menggunakan istilah sembahyang yang artinya menyembah Sang hyang Taya di Kapitayan dalam mengenalkan istilah Sholat dalam Islam kepada mereka, dalam hal tempat pemujaan atau Masjid boleh dikatakan Wali Songo memakai istilah Langgar atau bagi mereka suatu tempat untuk berdoa atau beribadah dalam kepercayaan Agama Kapitayan, oleh Wali Songo dibuatlah dengan nama Langgar yang mewakili Masjid dalam Islam.
 
 
Kemudian ada juga ritual ada tidak makan dari pagi hingga malam bagi Agama Kapitayan yang mereka sebut dengan nama Upawasa atau puasa atau poso, kebetulan dalam ritual dalam Agama Hindu di sebut Upawasa atau Upah fasa, alih-alih menggunakan istilah puasa atau Siyam dalam Islam.
Wali Songo justru menggunakan istilah atau upawasa dalam Kapitayan dalam menggambar ritual tersebut.
Sebutan Poso dini pitu dalam Kapitayan yang artinya puasa pada hari ke 2 dan ke 5 yang sama puasa 7 hari sangat mirip p dengan puasa Senin dan Kamis dalam Islam. (djl)
 
Bersambung Ke Part Tiga.....

Sumber: