Apa Agama Nenek Moyang Indonesia..?? Berikut Penjelasannya. (Part Satu)

Apa Agama Nenek Moyang Indonesia..?? Berikut Penjelasannya. (Part Satu)

Kajian Islam. Agama pertama Nusantara adalah Kapitayan Agama menyembah tuhan yang maha tunggal--

Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id - Apakah Agama pertama yang di anut oleh orang Indonesia oleh Nenek moyang kita, apakah Hindu, Budha..?? 

Ternyata buka kedua Agama itu, ada satu Agama kuno yang merupakan Agama purbakala yang di anut oleh penghuni lama pulau Jawa berkulit hitam tidak ini bukan kejawen.
Ini lebih jauh dari pada itu semua.
 
Namun Agama orang terdahulu sebenarnya adalah merupakan Agama tauhid yaitu sebuah Agama yang menyembah kepada Tuhan yang tunggal.
Adapun Agama yang di anut oleh Nenek moyang kita dahulu yaitu Agama yang bernama Kapitayan.
 
Kapitayan adalah merupakan salah satu Agama kuno yang di anut sebagian besar oleh masyarakat Jawa pada zaman dahulu, Agama ini telah ada di Jawa pada sejak era Paleolitik, Mesolitik, Neolitik dan era Megalit.
 
 
Kapitayan adalah bentuk persembahan monoteisme asli Jawa yang di anut dan di jalankan masyarakat Jawa secara turun temurun dari Nenek moyang mereka, jadi dahulu ketika mereka di tanya apa Agama mereka, mereka menjawab Agama kami Agama Nenek moyang.
 
Orang Jawa setempat juga menyebutnya sebagai Agama kuno Jawa, Agama Monoteisme Jawa atau Agama asli Jawa, karena Agama Kapitayan ini bersifat Monoteisme atau Agama yang percaya kepada Tuhan yang tunggal.
Maka ia berbeda dengan Agama kejawen atau Agama lainnya yang bersifat non monoteistik.
Secara etimologi kata Kapitayan merupakan kata istilah kata yang berasal dari Jawa Kuno yang memiliki kata dasar "Taya" yang berarti tak terbayangkan tak terlihat atau bisa juga berarti mutlak secara harfiah.
 
Jika dilihat dari bahasa Sunda kata "Taya" bisa memiliki arti tidak ada atau tiada kita sebut familiar nya kita sebut "Teaya" atau gak ada, berarti kata "Taya" adalah sesuatu yang tidak bisa dipikirkan atau dibayangkan atau tidak bisa digapai oleh panca indra Duniawi Manusia.
Orang-orang Kapitayan memuja Allah SWT, Tuhan yang di sebut dengan Sang hyang Tayan yang merujuk pada entitas yang tidak terbayangkan dan tak terlihat mirip seperti Islam Allah tidak bisa terlihat karena Allah maha Goib.
 
Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an Surat Al-An,am ayat 103 yang berbunyi:
 
لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ
Artinya: 
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui" (QS Al -An'am 103)
 
 
Kaum Kapitayan juga percaya bahwa salah satu keagungan dan kebesaran ialah kita tidak mampu melihat nya karena kalau Tuhan bisa kita lihat maka dia bukanlah Tuhan.
Jika di Islam kenapa ketika di Dunia manusia tidak bisa melihat Allah SWT karena Dunia bukanlah tempat kenikmatan akan tetapi Dunia tempat bersusah payah sedih dan tempat beban, Allah SWT hanya bisa di lihat oleh penghuni Jannah atau Surga, karena Surga merupakan tempat kenikmatan, kenikmatan tertinggal oleh penghuni Surga adalah ketika ia melihat Allah SWT.
 
Agama Kapitayan juga berpandangan juga bahwa Tuhan bersifat Abstrak dan tidak bisa digambarkan.
Sang yang "Taya" diartikan sebagai 'Tan keno kinayangngapa artinya tidak bisa dipikirkan atau dibayangkan.
Untuk itu supaya bisa disembah Sang Taya memperibadi dalam nama dan sifat yang di sebut "Tu atau To" yang bermakna daya Goib "Tu atau To" di sini bersifat sebagai zat tunggal, dia memiliki dua sifat yaitu kebaikan dan kejahatan "Tu" yang bersifat kebaikan disebut Tuhan di sebut juga sebagai sang hyang wenang, "Tu" yang bersifat jahat disebut dengan hantu dan disebut juga dengan nama sang manik Maya.
 
Menurut ajaran Kapitayan Sang hyang wenang dan Sang manik Maya menyatu dalam sifat Sang hyang tunggal.
Berdasarkan penjelasan itu sifat utama Sang hyang tunggal adalah Goib dan tidak terlacak oleh indera dan alam pikiran Manusia.
Maka karena gaib dibutuhkan sarana yang dapat ditangkap oleh indera dan alam pikiran Manusia sehingga dalam keyakinan Kapitayan "Tu atau To" itu memperibadi dalam segala sesuatu itu yang memiliki nama "Tu atau To" misalnya saja Watu atau batu tugu tulang berumbuk atau pohon beringin, pundak atau bangunan berundak tosan atau pusaka, topeng toya atau air.
 
 
Atau dalam praktek pemujaan atau sembayang nya mereka kepada Sang hyang tunggal mereka menggunakan media-media juga yang berawalan "Tu atau To" atau tumpeng atau sesajen, Tumpi atau keranjang anyaman dari bambu, tidak atau arak, Tulung atau sejenis ayam, yang semua itu ditujukan untuk berdoa meminta kebaikan.
Sementara untuk persembahan kepada Sang hyang Manik Maya dalam hal ini entitas Jahan atau kebalikan dari Tuhan atau hantu dilakukan peribadatan atau sesembahan khusus yang di kenal dengan sebutan tumbal, jadi kekuatan Sang hyang Tayan itu atau sebutan nama tuhan mereka mewakili di berbagai tempat seperti di batu di monumen pohon dan banyak tempat yang lain.
Maka mereka memberikan persembahan kepada tempat itu, tetapi bukan mereka menyembah batu, pohon atau apa pun tapi mereka melakukan nya sebagai pengabdian mereka kepada Sang hyang Tayang yang kekuatannya di wakili di semua tempat itu.
 
Sama hal nya dengan Islam ketika Sholat di depat Kab'ba bukan berarti menyembah Kab'ba namun Kab'ba hanya monumen arah untuk Sholat, lalu mencium Hajar Aswad bukan berarti kita menyembah batu karena dilakukan seperti itu karena Rasulullah SAW juga melakukannya dan beberapa ulama mengatakan alasan Rasulullah SAW mencium Hajar Aswad semata-mata karena rindu dengan Allah SWT Sang pencipta.
 
Hal tersebut sesuai dengan kisah Sayyidina Umar Radhiyallahu anh, yang suatu saat mendatangi Hajar Aswad lalu menciumnya. Umar berkata:
 
إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: 
“Sungguh, aku tahu, kamu hanya batu. Tidak bisa memberi manfaat atau bahaya apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah SAW  menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR Bukhari)
 
 
Kemudian Agama Kapitayan ini juga tidak mengenal Dewa-dewa seperti yang di kenal oleh Agama Hindu.
Agama Kapitayan ini adalah Agama kuno yang dipelajari dalam kajian Arkeologi peninggalan arkeologis nya dalam terminologi Barat dikenal dengan nama Dolman menhir Sarkofagus dll yang mengidentifikasikan adanya Agama Kuno di sekitaran tempat itu, kemudian sejarawan Belanda salah menyebut tentang Agama Kapitayan ini mereka menyebut nya sebagai Animisme dan Dinamisme karena Kapitayan menyembah pohon batu dan makhluk halus. (djl)
Bersambung.... Part dua..
 
 
 

Sumber: