Orang Meninggal Masih Memiliki Hutang Puasa, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam..?? Ini Penjelasannya.

Orang Meninggal Masih Memiliki Hutang Puasa, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam..?? Ini Penjelasannya.

Kajian Islam. Hukum hutang puasa orang meninggal --

Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id -Puasa Ramadhan merupakan sebuah kewajiban bagi umat Muslim yang beriman dan sudah Baligh, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183 berbunyi: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: 

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (QS Al-Baqarah 183)

Dari ayat di atas jelas puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah baligh baik laki-laki maupun perempuan kecuali orang-orang yang Musafir, orang sakit, ibu hamil dan menyusui atau wanita yang sedang datang bulan, namun wajib menggodanya atau membayar fidiyah. Namun bagaimana orang yang sudah meninggal dunia akan tetapi masih memiliki hutang puasanya, bagaimana hukumnya. Dalam beberapa Hadist berikut penjelasannya

Dalam sebuah Hadist dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Ada seseorang pernah menemui Rasulullah SAW  lantas ia berkata yang berbunyi: 

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا فَقَالَ « لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ عَنْهَا ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى»

Artinya:

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya”, jawabnya. Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari Muslim)

BACA JUGA:Meninggalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja Adalah Dosa Besar, Ini Ancamannya

Dari Hadist tersebut di atas Intinya, orang yang dilunasi utang puasanya adalah orang yang masih memiliki kesempatan untuk melunasi qadha’ puasanya namun terlanjur meninggal dunia. Sedangkan orang yang tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha’ lalu meninggal dunia, maka tidak ada perintah qadha’ bagi ahli waris, tidak ada kewajiban fidyah dan juga tidak ada dosa.

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan pula,

وَلَوْ كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ شَيْءٍ مِنْ رَمَضَانَ فَلَمْ يَصُمْ حَتَّي مَاتَ نُظِرَتْ فَاِنْ أَخِرُهُ لِعُذْرٍ اِتَّصَلَ بِالمَوْتِ لَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ شَيْءٌ لِأَنَّهُ فَرْضٌ لَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ فِعْلِهِ إِلَى المَوْتِ فَسَقَطَ حُكْمُهُ كَالحَجِّ وَإِنْ زَالَ العُذْرُ وَتَمَكَّنَ فَلَمْ يَصُمْهُ حَتَّى مَاتَ أُطْعِمَ عَنْهُ لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ مِنْ طَعَامٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ

Artinya: 

“Barangsiapa masih memiliki utang puasa Ramadhan, ia belum sempat melunasinya lantas meninggal dunia, maka perlu dirinci. Jika ia menunda utang puasanya karena ada uzur lantas ia meninggal dunia sebelum memiliki kesempatan untuk melunasinya, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa. Karena ini adalah kewajiban yang tidak ada kesempatan untuk melakukannya hingga meninggal dunia, maka kewajiban itu gugur sebagaimana dalam haji. Sedangkan jika uzurnya hilang dan masih memiliki kesempatan untuk melunasi namun tidak juga dilunasi hingga meninggal dunia, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin, di mana satu hari tidak puasa memberi makan dengan satu mud.” (Al-Majmu’, 6:367).

BACA JUGA:Kamu Mau Rezeki Allah Permudah..??Amalkan Doa-doa Ini Usai Sholat Subuh. Berikut Doanya.

Akan tetapi dalam dalil lain ada Hadist mengatakan bolehnya melunasi utang puasa orang yang telah meninggal dunia dengan menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) adalah beberapa riwayat berikut.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ إِذَا مَرِضَ الرَّجُلُ فِى رَمَضَانَ ثُمَّ مَاتَ وَلَمْ يَصُمْ أُطْعِمَ عَنْهُ وَلَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنْ كَانَ عَلَيْهِ نَذْرٌ قَضَى عَنْهُ وَلِيُّهُ.

Artinya: 

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Jika seseorang sakit di bulan Ramadhan, lalu ia meninggal dunia dan belum lunasi utang puasanya, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin dan ia tidak memiliki qadha’. Adapun jika ia memiliki utang nazar, maka hendaklah kerabatnya melunasinya.” (HR. Abu Daud, no. 2401. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif).

Imam Syafi’i dalam pendapat lamanya (qadim) mewajibkan bagi yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa, tidak diharuskan dilunasi dengan memberi makan (fidyah), namun boleh bagi kerabatnya melunasi utangnya dengan berpuasa atas nama dirinya. Bahkan pendapat inilah yang disunnahkan sebagaimana dinukil dari Imam Nawawi dari Syarh Shahih Muslim. Kata Imam Nawawi, pendapat qadim dari Imam Syafi’i itulah yang lebih tepat karena haditsnya yang begitu kuat. Sedangkan pendapat Imam Syafi’i yang jadid (terbaru), tidak bisa dijadikan hujjah (dukungan) karena hadits yang membicarakan memberi makan bagi orang yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa adalah hadits dhaif, wallahu a’lam. Demikian nukilan kami dari Kifayah Al-Akhyar.

BACA JUGA:Keutamaan Bersedekah Di Bulan Suci Ramadhan, Allah melipatgandakan Pahala Nya Berikut Dalilnya.

Dari beberapa hadist di atas, dapat kita simpulkan bahwa orang yang punya utang puasa dan terlanjur meninggal dunia sebelum utangnya dilunasi, maka bisa ditempuh dua cara :

1. Membayar utang puasa dengan kerabatnya melakukan puasa,

 

2. Menunaikan fidyah dengan memberi makan kepada orang miskin.

 

Cara pertama ini lebih baik sebagaimana penguatan pendapat di atas.

Adapun bentuk memberikan fidyah, bisa dengan makanan siap saji dengan memberi satu bungkus makanan bagi satu hari tidak puasa, bisa pula dengan ketentuan satu mud yang disebutkan oleh Abu Syuja’ di atas.

Namun ukuran mud ini bukanlah ukuran standar dalam menunaikan fidyah. Syaikh Musthafa Al-Bugha berkata, “Ukuran mud dalam fidyah di sini sebaiknya dirujuk pada ukuran zaman ini, yaitu ukuran pertengahan yang biasa di tengah-tengah kita menyantapnya, yaitu biasa yang dimakan seseorang dalam sehari berupa makanan, minuman, dan buah-buahan. Karena saat ini makanan kita bukanlah lagi gandum, kurma, anggur atau sejenisnya. Fakir miskin saat ini biasa menyantap khubz (roti) atau nasi, dan kadang mereka tidak menggunakan lauk daging atau ikan. Sehingga tidaklah tepat jika kita mesti menggunakan ukuran yang ditetapkan oleh ahli fikih (fuqaha) di masa silam. Karena apa yang mereka tetapkan adalah makanan yang umum di tengah-tengah mereka.” (At-Tadzhib, hlm. 115

Demikianlah beberapa pendapat dan hadist tentang orang meninggal dunia tapi masih memiliki hutang dari Hadist di atas ada dua pendapat silahkan dalil mana yang akan menjadi rujukan untuk menjadi pedoman semoga bermanfaat. (djl).

Sumber: