Kisah Kesalahan Abu Nawas dalam Menipu Raja

Kisah Kesalahan Abu Nawas dalam Menipu Raja

Radarseluma.disway.id - Kisah Kesalahan Abu Nawas dalam Menipu Raja--

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Pada suatu masa di Baghdad, hiduplah seorang lelaki cerdik bernama Abu Nawas. Kepandaiannya berbicara dan kelihaiannya menyusun akal sudah menjadi buah bibir masyarakat. Tak jarang ia menolong rakyat kecil dengan kecerdikannya, bahkan tak segan-segan mempermainkan pejabat yang dzalim demi mengungkap kebenaran. Namun, dalam segala kelicahannya itu, Abu Nawas pun tetap Manusia biasa ia pernah salah langkah dan terjebak oleh tipu dayanya sendiri.

Hari itu, Raja Harun Ar-Rasyid merasa suntuk, hatinya gundah, pikirannya jenuh. Maka ia memanggil penghibur setianya, Abu Nawas.

"Abu Nawas, datanglah ke Istana. Aku ingin sedikit hiburan dari akal cerdik mu," perintah sang Raja.

Abu Nawas segera datang, menyambut panggilan dengan senyum lebar. Setelah duduk di hadapan Raja, ia membungkuk hormat, lalu berkata, "Wahai Amirul Mukminin, apa yang bisa hamba lakukan untuk menghibur Paduka hari ini?"

Raja Harun tersenyum tipis. "Aku ingin kau buat sebuah lelucon yang tak biasa. Bukan sekadar kata-kata lucu, tapi sebuah tindakan, aksi nyata, buatlah aku kagum."

Abu Nawas berpikir sejenak. Ia ingin menyuguhkan sesuatu yang belum pernah dilakukan. Maka muncullah ide cerdik atau mungkin terlalu cerdik.

"Baiklah Paduka, izinkan hamba membuat pertunjukan khusus, tapi... hamba memerlukan seekor kuda Kerajaan dan sepuluh kantong Emas."

Raja sedikit mengernyit, tapi karena sudah terbiasa dengan kelakuan Abu Nawas yang aneh-aneh, ia pun menyetujui permintaan itu.

BACA JUGA:Siasat Abu Nawas Menghindari Pajak: Kisah Jenaka yang Sarat Makna

Beberapa hari kemudian, Abu Nawas kembali menghadap Raja tanpa kuda dan tanpa emas. Raja pun bertanya, “Di mana kudaku? Di mana emasku?”

Dengan santai Abu Nawas menjawab, “Kuda paduka saya titipkan pada seseorang yang sangat bijaksana dan terpercaya. Adapun emas, telah saya investasikan untuk pertunjukan besar.”

“Pertunjukan apa itu?” tanya Raja mulai curiga.

“Pertunjukan bagaimana seekor kuda bisa belajar membaca,” jawab Abu Nawas dengan yakin.

Raja terperanjat. “Kuda membaca?”

“Benar Paduka. beri hamba waktu satu bulan. Nanti kuda itu akan bisa membaca tulisan Arab sederhana seperti alif, ba, ta,” jawab Abu Nawas serius.

Sang Raja tertawa terbahak-bahak. “Baik, aku akan tunggu! Tapi ingat Abu Nawas, jika kau gagal… kau akan ku hukum!”

Abu Nawas mengangguk percaya diri, padahal sebenarnya ia tidak tahu bagaimana caranya membuat Kuda bisa membaca. Ia hanya bermaksud mengulur waktu dan membuat Raja tertawa. Tapi yang terjadi, justru sebaliknya.

Hari demi hari berlalu. Desas-desus bahwa Abu Nawas sedang melatih seekor kuda membaca menyebar ke seluruh Baghdad. Orang-orang datang melihat latihan itu. Namun, Kuda tetaplah Kuda. Ia hanya tahu makan dan lari, bukan huruf hijaiyah.

BACA JUGA:Cara Unik Abu Nawas Menghadapi Istri Galak: Pelajaran Kesabaran di Hari Raya

Sepuluh hari sebelum waktu habis, Abu Nawas mulai panik. Ia sadar, lelucon kali ini bukan hanya kelewat jauh, tapi juga membahayakan dirinya. Ia mendatangi seorang alim bijak, meminta nasihat.

“Wahai Abu Nawas,” kata sang alim, “kau salah kali ini, menipu untuk kebaikan bisa jadi termaafkan, tapi mempermainkan kepercayaan untuk kelucuan semata itu adalah bentuk kesombongan. Bertobatlah, dan akuilah kesalahanmu.”

Abu Nawas terdiam. Hatinya terguncang. Ia merenungi kata-kata itu sepanjang malam.

Hari yang ditentukan pun tiba. Raja Harun Ar-Rasyid duduk di singgasananya, menanti Abu Nawas dengan penuh penasaran. “Bawa kudaku! Aku ingin melihat apakah ia benar-benar bisa membaca.”

Abu Nawas datang dengan wajah muram. Ia bersujud di hadapan sang Raja.

“Wahai Paduka, hamba mengaku salah. Hamba tidak bisa mengajarkan kuda membaca. Hamba hanya ingin menghibur paduka, tapi hamba melampaui batas. Hamba menipu, dan hamba siap menerima hukuman.”

Raja terdiam sejenak. Ia tidak marah seperti yang dibayangkan Abu Nawas. Justru ia tersenyum, kemudian tertawa.

“Akhirnya kau belajar sesuatu, Abu Nawas. Aku tahu kau tak bisa mengajari kuda membaca. Tapi aku ingin melihat, apakah kau berani mengakui kesalahanmu. Dan hari ini, engkau lulus ujian sebagai seorang Manusia.”

BACA JUGA:Abu Nawas dan Teko Emas: Mengubah Kerugian Jadi Keuntungan

Abu Nawas menunduk, matanya berkaca-kaca. Ia belajar bahwa kecerdikan tanpa tanggung jawab bisa menjadi bumerang. Ia juga belajar bahwa kejujuran dan keberanian mengakui kesalahan jauh lebih mulia daripada tipu daya yang menghibur.

Sejak saat itu, Abu Nawas lebih berhati-hati dalam melontarkan ide. Ia tetap cerdik, tetap jenaka, tapi lebih bijaksana. Ia tidak lagi mengandalkan kelicikan semata, melainkan mengedepankan hikmah dalam setiap tingkah lakunya.

Cerita ini mengajarkan bahwa kecerdasan bukanlah untuk menyombongkan diri atau mempermainkan kepercayaan. Dalam Islam, kejujuran adalah nilai luhur yang harus dijaga. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim 

"الصدقُ يهدي إلى البر، والبرُّ يهدي إلى الجنة"

Artinya: “Kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada Surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam kehidupan, kita boleh cerdik, tapi harus tetap jujur dan bertanggung jawab. Jangan sampai tipu daya kita menjerumuskan diri sendiri. (djl)

Sumber: