Kisah: Abu Nawas dan Raja yang Ingin Terbang
Radarseluma.disway.id - Kisah: Abu Nawas dan Raja yang Ingin Terbang--
Radarseluma.disway.id - Pada suatu pagi yang cerah, di sebuah kerajaan yang damai, Raja Khalid duduk di singgasana dengan tatapan kosong. Meski dikelilingi kemewahan yang tak terhingga, ia merasa hampa. Semua yang dimiliki istana yang megah, pelayan yang setia, perhiasan yang berkilauan, bahkan pasukan yang kuat—tidak mampu mengisi kekosongan yang ada dalam hatinya. Raja Khalid mendengar dari rakyatnya tentang kebahagiaan luar biasa yang mereka rasakan setelah merayakan Idul fitri. Wajah mereka penuh senyum, hati mereka dipenuhi kedamaian, dan mereka merasa seperti terbang di langit kebahagiaan.
Namun, Raja Khalid tidak mengerti. Bagaimana bisa kebahagiaan datang begitu mudah? Ia bertanya-tanya mengapa, meskipun ia memiliki segala yang ada di dunia, ia tak merasakan kebahagiaan seperti itu. Maka, pada suatu hari, Raja memanggil seorang lelaki bijak yang terkenal di seluruh kerajaan: Abu Nawas.
Abu Nawas adalah seorang cendekiawan yang dikenal karena kecerdikannya dalam menyelesaikan masalah, bahkan yang paling pelik sekalipun. Banyak orang datang kepadanya dengan masalah yang bervariasi, dari masalah pribadi hingga politik, dan selalu ada solusi yang tidak terduga. Raja Khalid berharap Abu Nawas bisa memberinya jawaban untuk pertanyaan yang menggelisahkannya: bagaimana merasakan kebahagiaan sejati, yang bisa membuatnya terbang seperti yang dirasakan umat Islam setelah Idul fitri?
BACA JUGA:Cara Unik Abu Nawas Menghadapi Istri Galak: Pelajaran Kesabaran di Hari Raya
Setibanya Abu Nawas di istana, Raja Khalid memanggilnya dengan penuh harap.
"Abu Nawas," kata Raja dengan serius, "Aku ingin merasakan kebahagiaan luar biasa, seperti yang dirasakan umat Islam setelah Idul fitri. Mereka merasa begitu ringan, seolah bisa terbang di langit. Aku memiliki segalanya, namun kenapa hatiku tetap terasa kosong? Apa yang harus aku lakukan untuk merasakan kebahagiaan itu?"
Abu Nawas merenung sejenak, lalu berkata dengan nada tenang, "Maha Raja, kebahagiaan yang Anda cari mungkin bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dengan mata biasa. Ia bukan terletak pada kemewahan atau kekuasaan. Kebahagiaan sejati berasal dari dalam hati, bukan dari luar. Namun, jika Anda ingin merasakannya dengan cara yang lebih nyata, ada satu hal yang bisa Anda coba."
Raja Khalid menatap Abu Nawas penuh harap. "Apa itu, Abu Nawas? Beritahukanlah padaku!"
Abu Nawas tersenyum bijak. "Ambillah seutas benang emas yang panjang, kemudian ikatkan sebuah batu besar di ujungnya. Pegang benang itu erat-erat dan lemparkan batu tersebut ke udara. Anda akan merasakan sensasi luar biasa yang seolah membuat Anda terbang."
Raja Khalid tampak bingung. "Tapi, Abu Nawas, bukankah batu itu justru akan menarik ku ke bawah? Aku akan jatuh, bukan terbang!"
Abu Nawas menatap Raja dengan tatapan penuh pengertian. "Benar, Raja. Batu itu akan menarik Anda turun, dan Anda akan merasakan beratnya. Namun, dalam berat itu Anda akan belajar sesuatu yang sangat berharga: kebahagiaan tidak datang dari apa yang kita miliki, tetapi dari cara kita menerima dan mensyukuri apa yang kita miliki. Kita sering kali mencari kebahagiaan dalam hal-hal yang jauh, sementara kenyataannya kebahagiaan sejati datang dari hal-hal sederhana dalam hidup kita."
BACA JUGA:Kisah Abu Nawas Berpura-Pura Gila
Raja Khalid terdiam, mencoba mencerna kata-kata Abu Nawas. Walaupun jawaban tersebut tidak seperti yang ia harapkan, ada sesuatu yang dalam dari kata-kata bijak itu. Ia memutuskan untuk mengikuti saran Abu Nawas, meskipun hatinya masih penuh pertanyaan.
Hari berikutnya, Raja Khalid meminta agar seorang pelayan membawa benang emas dan batu besar ke istana. Dengan penuh rasa penasaran, Raja Khalid mengikuti instruksi Abu Nawas. Ia memegang erat benang emas itu dan melemparkan batu besar ke udara. Seperti yang sudah diduga, batu itu tidak terbang. Sebaliknya, ia jatuh kembali dengan keras, menarik Raja Khalid ke bawah, hingga ia terjatuh di tanah. Raja merasa kesakitan, tetapi anehnya, ada perasaan yang aneh dalam dirinya—sebuah perasaan yang tidak bisa dijelaskan.
Saat ia terbaring di tanah, Raja Khalid berpikir tentang apa yang telah terjadi. Batu yang berat itu menggambarkan beban hidupnya, yang selalu ia bawa—keinginan untuk memiliki lebih, ambisi yang tak pernah puas, dan pencarian kebahagiaan yang terus menerus. Ia menyadari bahwa meskipun ia memiliki segala yang diinginkannya, ia masih merasa kosong karena ia tidak pernah merasa cukup, tidak pernah benar-benar bersyukur dengan apa yang ada di hadapannya.
Hari-hari berlalu, dan Raja Khalid mulai lebih sering merenung. Ia menghabiskan lebih banyak waktu dengan rakyatnya, mendengarkan kisah-kisah mereka tentang kehidupan dan kebahagiaan mereka. Ia melihat bagaimana mereka, meskipun hidup dalam kesederhanaan, bisa merasakan kebahagiaan yang mendalam. Mereka bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan oleh Tuhan, dan kebahagiaan mereka tidak bergantung pada kekayaan atau kedudukan.
Suatu pagi, Raja Khalid mengundang Abu Nawas ke istana. "Abu Nawas," katanya, "aku akhirnya mengerti apa yang kau maksud. Kebahagiaan bukanlah tentang memiliki segalanya. Kebahagiaan sejati datang dari rasa syukur dan ketulusan hati. Aku merasa seperti terbang, bukan karena aku memiliki lebih banyak, tetapi karena aku mulai menerima dan mensyukuri apa yang aku punya. Terima kasih telah membuka mataku."
Abu Nawas tersenyum dengan bijak. "Maha Raja, kebahagiaan yang Anda cari selama ini tidak terletak pada apa yang Anda miliki, tetapi pada bagaimana Anda melihat hidup ini. Ketika Anda mulai menerima setiap hari dengan rasa syukur, Anda akan merasakan kebahagiaan yang lebih besar dari apa pun yang bisa diberikan oleh dunia."
Sejak saat itu, Raja Khalid tidak lagi merasa kosong. Ia menjadi lebih bijaksana, lebih terbuka, dan lebih bersyukur. Ia tidak lagi merasa hampa meskipun ia masih memimpin kerajaan dengan segala kemewahan yang dimilikinya. Kebahagiaan sejati datang dari hati yang penuh dengan rasa syukur dan kedamaian, dan Raja Khalid akhirnya menemukan kebahagiaan itu dalam dirinya sendiri.
Begitulah, Abu Nawas mengajarkan Raja Khalid bahwa kebahagiaan tidak perlu dicari di luar diri. Ia sudah ada di dalam diri kita, dalam setiap perasaan syukur dan ketulusan hati. Dan Raja Khalid pun belajar bahwa untuk "terbang" dalam kebahagiaan, ia hanya perlu melepaskan beban-beban duniawi dan menerima hidup dengan segala keindahannya.(djl)
Sumber: