Inilah 7 Tokoh Korban Kebiadaban Gerakan Pemberontakan G30S PKI 1965

Rabu 02-10-2024,11:10 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

Radar Seluma. Disway.id - Peristiwa Gerakan Pemberontakan G30S PKI tahun 1965 sangat di sayangkan terjadi sebab para pelaku sendiri adalah tokoh-tokoh penting Bangsa Indonesia sendiri namun hal tersebut dilakukan untuk merubah ideologi Pancasila ke ideologi PKI untuk mewujudkan hal tersebut PKI melancarkan Pemberontakan yang dikenal dengan G30S PKI pada tahun 1965 hingga menewaskan beberapa perwira TNI yang diperlakukan secara keji dan biadab menewaskan tujuh jenderal TNI Angkatan Darat. 

BACA JUGA:Mengenang Sejarah Peristiwa G30S PKI

Berikut tokoh-tokoh yang menjadi korban kebiadaban pemberontakan G30S PKI tahun 1965

Pertama: Letjen (Anumerta) Suprapto

Letjen (Anumerta) Suprapto lahir di Purwokerto pada tanggal 20 Juni 1920 dan sempat menempuh pendidikan di Akademi Militer Bandung, namun terhenti akibat pendudukan Jepang. Setelah Kemerdekaan, ia aktif merebut senjata dari pasukan Jepang di Cilacap dan bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Letjen Anumerta Suprapto saat menjadi ajudan Panglima Besar Sudirman, ia pernah menolak permintaan PKI untuk membentuk Angkatan perang kelima. Sehingga Letjen Anumerta Suprapto pun menjadi korban pemberontakan G30S bersama para petinggi TNI AD lainnya karena dinilai anti komunis serta dianggap menjadi penghalang keinginan dan cita-cita PKI.

Kedua: Letjen (Anumerta) S. Parman

Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan S. Parman juga menjadi korban kebiadaban PKI dalam peristiwa G30S PKI pada tahun 1965. S. Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918.

Letjen Anumerta S. Parman memiliki pengalaman pendidikan di bidang intelijen dan pernah dikirim ke Jepang untuk belajar di Kenpei Kasya Butai. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia mengabdi untuk Bangsa Indonesia dan memperkuat Militer Tanah Air. Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu.

Ketiga: Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Jenderal Anumerta Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI Angkatan Darat pada masa Orde Lama. Ia lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922 dan menempuh pendidikan di Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, sebelum memulai karier Militernya.

Pada 1958, Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera Barat, untuk menumpas pemberontakan PRRI. Ia kemudian diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1962. Namun, pada tahun 1965, Ahmad Yani difitnah ingin menjatuhkan Presiden Soekarno dan menjadi target peristiwa G30S PKI dan akhirnya pun tewas di bunuh atas kebiadaban pemberontakan G30S PKI tersebut 

BACA JUGA:Peran Suharto Dalam Penumpasan G30S PKI Hingga Mengantarkan nya Ke Kekuasaan Menjadi Presiden.

Keempat: Letjen (Anumerta) M.T. Haryono

Letjen Mas Tirtodarmo Haryono, atau lebih dikenal sebagai M.T. Haryono, lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur. Sebelum terjun ke dunia Militer, M.T Haryono sempat belajar di Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta selama masa pendudukan Jepang.

Setelah Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Letjen M.T. Haryono bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangkat Mayor. Kemampuan bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman sangat bermanfaat dalam perundingan Internasional.

Letjen Anumerta M.T. Haryono juga menjadi Atase Militer Republik Indonesia untuk Belanda pada tahun 1950, dan menjabat sebagai Direktur Intendans serta Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat pada tahun 1964.

Sehingga pada tahun 1965 atas Kebiadaban peristiwa Gerakan G30S PKI ia juga ikut menjadi korban atas kebiadaban tersebut dibunuh hingga tewas dan dibuang kedalam sumur tua yang di kenal dengan lubang buaya 

Kelima: Mayjen (Anumerta) D. I. Panjaitan

Donald Ignatius Panjaitan, atau D.I. Panjaitan, lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Sumatra Utara Selama pendudukan Jepang, ia mengikuti pendidikan Militer di Gyugun dan ditempatkan di Pekanbaru, Riau, hingga Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Setelah Indonesia Merdeka, D.I. Panjaitan ikut membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan memiliki karier Militer yang cemerlang. Menjelang akhir hayatnya, ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat. Sayangnya, Jenderal asal Sumatra Utara ini harus gugur dalam peristiwa Kebiadaban pemberontakan PKI pada tahun 1965, dan ikut menjadi korban bersama korban-korban yang lain.

BACA JUGA:Siapa Dalang Dibalik Peristiwa Pemberontakan Gerakan G30S PKI 1965 Yuk Cari Tau..???

Keenam:  Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Selama pendudukan Jepang, ia menempuh pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta dan kemudian bekerja sebagai pegawai Negeri di Kantor Kabupaten Purworejo.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia masuk TKR bagian Kepolisian, hingga akhirnya menjadi anggota Korps Polisi Militer. Sutoyo kemudian diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.

Pada tahun 1961, ia ditugaskan sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Namun, Sutoyo yang menentang pembentukan Angkatan kelima PKI sehingga ia juga menjadi target operasi pemberontakan G30S PKI ikut menjadi salah satu korban dalam peristiwa Kebiadaban PKI tersebut.

Ketujuh: Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

Pierre Tendean lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta. Ia menyelesaikan pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik pada tahun 1962 dan menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 di Medan.

Pada April 1965, ia diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Ketika kelompok G30S menyerang, Pierre Tendean tertangkap dan mengaku sebagai A.H. Nasution, yang berhasil melarikan diri. Ia mengorbankan nyawanya untuk melindungi Sang Jenderal Nasution sehingga ia ikut menjadi korban atas kebiadaban PKI tersebut. 

Itulah 7 korban atas kebiadaban pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965 sehingga pemerintah Indonesia menjadikan mereka menjadi Pahlawan Revolusi sebagai bentuk penghargaan Negara kepada mereka atas jasa-jasanya dan pengorbanan untuk Bangsa Indonesia. (djl) 

Kategori :