Jejak Agung Sriwijaya: Dari Palembang Menjadi Poros Maritim Asia Tenggara
Radarseluma.disway.id - Jejak Agung Sriwijaya: Dari Palembang Menjadi Poros Maritim Asia Tenggara--
Reporter: Juli Irawan | Radarseluma.disway.id - Di antara mozaik sejarah Nusantara, nama Sriwijaya adalah salah satu yang paling berkilau. Berbasis di wilayah yang kini dikenal sebagai Sumatra Selatan dengan Palembang sebagai pusatnya Kerajaan ini menjelma menjadi kekuatan maritim regional yang menguasai jalur dagang, menata hegemoni politik, serta menjadi mercusuar pendidikan dan agama Buddha selama berabad-abad. Artikel ini menghadirkan uraian yang luas dan mendalam: kapan Sriwijaya berdiri, bagaimana masa kejayaannya, sejauh mana cakupan wilayah pengaruhnya, siapa saja para rajanya, serta apa saja warisan yang masih dapat kita rasakan hingga kini.
Latar Pendirian: Dari Dapunta Hyang ke Sriwijaya
Jejak paling awal Sriwijaya terbaca jelas melalui prasasti-prasasti beraksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang ditemukan di sekitar Palembang dan sekitarnya (Sumatra bagian selatan). Di antaranya Prasasti Kedukan Bukit (682 M) yang menyebut Dapunta Hyang Sri Jayanasa melakukan ekspedisi suci (siddhayatra) dengan bala pasukan menaklukkan wilayah-wilayah sekitar dan “mendatangkan kesejahteraan”. Sederet prasasti lain Talang Tuwo (684 M), Kota Kapur (686 M, Bangka), Karang Brahi (688 M, Jambi) menunjukkan bahwa sejak awal Sriwijaya bertindak sebagai kekuatan thalassokrasi (kerajaan maritim) yang memadukan niaga, militer, dan legitimasi religius.
Dari Palembang, Sriwijaya mengkonsolidasikan kendali atas sungai-sungai besar (terutama Musi) dan perairan di sekitar Selat Bangka dan Selat Malaka urata nadi perdagangan internasional yang menghubungkan India, Timur Tengah, dan Tiongkok. Dalam bahasa sederhana: siapa menguasai selat, dialah yang mengatur arus kekayaan.
Masa Keemasan: Poros Perdagangan & Pusat Buddhisme
Puncak kejayaan Sriwijaya berlangsung kira-kira dari abad ke-7 hingga awal abad ke-11. Ada tiga pilar utama kejayaannya:
1.Niaga dan Navigasi
Sriwijaya menempatkan diri sebagai “middleman” cerdas di antara produsen rempah-rempah Asia Tenggara (cengkih dan pala dari Maluku, kapur barus, kemenyan, dan lada dari Sumatra) serta pasar besar di India, dunia Arab-Persia, dan Tiongkok. Dengan memungut bea, mengatur pelabuhan, dan memberikan perlindungan maritim, kerajaan ini memperoleh pemasukan besar dan jaringan diplomatik yang luas.
2.Militer & Politik Selat
Prasasti Kota Kapur (686 M) merekam ekspedisi militer Sriwijaya ke “Bhumi Jawa” (yang maknanya masih diperdebatkan), menunjukkan kemauan menegakkan ketertiban jalur niaga. Armada laut yang lincah membuat Sriwijaya mampu menekan bajak laut, menaklukkan pelabuhan bandel, sekaligus menjaga reputasinya sebagai “polisi selat”.
3.Pusat Pendidikan Buddhis
Catatan pendeta Tiongkok I-Tsing (Yi Jing) yang singgah di Sriwijaya (sekitar 671 M) menegaskan tempat ini sebagai pusat belajar ilmu bahasa Sanskerta dan studi Buddhis tingkat lanjut. Berabad kemudian, cendekiawan Tibet Atisha juga dikenal menimba ilmu di Suvarnadvipa (Swarnadwipa/Sumatra), memperkuat reputasi Sriwijaya sebagai kampus maritim dunia kuno.
Sejauh Mana Cakupan Wilayahnya?
Sumber: