Jejak Agung Sriwijaya: Dari Palembang Menjadi Poros Maritim Asia Tenggara
Radarseluma.disway.id - Jejak Agung Sriwijaya: Dari Palembang Menjadi Poros Maritim Asia Tenggara--
Dinamika Internasional: Diplomasi, Upeti, dan Jaringan Ulama
Sriwijaya piawai memainkan diplomasi upeti dengan Tiongkok: mengirim misi dagang diplomatik secara periodik demi memperoleh pengakuan dan akses pasar. Hubungan dengan India bukan hanya niaga (kain, logam, manik-manik), tetapi juga keilmuan tercermin dari donasi Balaputradewa di Nalanda dan arus guru–murid lintas samudra. Sriwijaya juga berinteraksi dengan dunia Arab Persia lewat jalur Samudra Hindia; istilah Zābag/Sribuza yang kadang muncul dalam sumber Arab kerap diasosiasikan dengan kawasan Sriwijaya.
Kenapa Sriwijaya Meredup?
Beberapa faktor kunci menjelaskan kemunduran bertahap Sriwijaya sejak abad ke-11:
1.Serangan Eksternal (Chola, 1025 M dan sesudahnya) Ekspedisi Chola memutus mata rantai logistik, merusak pelabuhan, dan meruntuhkan wibawa maritim Sriwijaya. Meski kerajaan tidak langsung hilang, pukulan ini menyisakan luka struktural.
2 Kompetisi Jalur Niaga Munculnya pusat-pusat baru di Semenanjung Melayu dan pesisir lain menggerus monopoli Sriwijaya atas Selat Malaka. Para pedagang leluasa mencari pelabuhan alternatif.
3.Perubahan Pusat Kekuasaan Setelah abad ke-12, Melayu–Dharmasraya (Jambi) berkembang sebagai kelanjutan politik, sementara Palembang menurun. Di 1275 M, ekspedisi Pamalayu dari Singhasari ke Sumatra ikut mengubah peta kekuatan. Pada 1377 M, catatan Tiongkok dan Jawa mengindikasikan upaya Palembang mencari pengakuan langsung ke Tiongkok yang berujung pada tindakan keras Majapahit—menyegel bab terakhir supremasi Sriwijaya di hilir Musi.
4.Transformasi Ekologi & Teknologi Kapal Pergeseran rute, teknik kapal, dan preferensi pasar membuat keunggulan lama Sriwijaya tidak lagi mutlak. Kerajaan yang mengandalkan choke point pelayaran harus beradaptasi menghadapi jaringan niaga yang kian plural.
Hal-Hal Menarik tentang Sriwijaya
• Bukan Kerajaan Daratan Biasa: Sriwijaya adalah kerajaan jaringan. Kekuasaannya hidup di pelabuhan, muara, dan selat lebih mirip “perusahaan logistik” raksasa yang dipersenjatai, ketimbang kekaisaran agraris dengan tembok kota tebal.
• Bahasa Melayu Kuno: Prasasti-prasasti Sriwijaya adalah tonggak penting sejarah Bahasa Melayu cikal bakal bahasa persatuan Nusantara.
• Keberagamaan yang Inklusif: Walau identik dengan Buddhisme (khususnya Mahayana–Vajrayana), Sriwijaya juga terlibat dalam perdagangan dengan komunitas Muslim dan Hindu; pelabuhan menjadi ruang kosmopolitan tempat budaya saling berjumpa.
• Teknologi Maritim: Kapal-kapal papan ikat (lashed-lug) dan layar tanja Nusantara memberi Sriwijaya keunggulan jelajah di perairan tropis berangin muson.
• Arkeologi Sungai Musi: Temuan arkeologi di bantaran Musi (patung, manik-manik, pecahan keramik Tiongkok, struktur bata) terus memperkaya pemahaman kita akan lanskap urban kuno Palembang-Sriwijaya.
Warisan untuk Sumatra Selatan & Indonesia
Sumber: