Kisah Abu Nawas dan Hadiah dari Raja Harun Ar-Rasyid

Kisah Abu Nawas dan Hadiah dari Raja Harun Ar-Rasyid

Radarseluma.disway.id - Kisah Abu Nawas dan Hadiah dari Raja Harun Ar-Rasyid --

Radarseluma.disway.id - Pada suatu hari setelah bulan Ramadan berlalu, suasana di istana Raja Harun Al-Rasyid masih dipenuhi kebahagiaan. Seluruh rakyat merayakan Idul Fitri dengan suka cita, termasuk Abu Nawas, yang dikenal karena kecerdikannya.

Raja Harun Al-Rasyid, yang terkenal dermawan, ingin memberikan hadiah kepada orang-orang yang telah beribadah dengan sungguh-sungguh selama Ramadan. Maka, ia mengumumkan kepada rakyat bahwa siapa pun yang merasa telah beribadah dengan baik boleh datang ke istana dan mengajukan permintaan hadiah.

Mendengar pengumuman ini, Abu Nawas berpikir keras. Ia memang telah beribadah dengan tekun, tetapi ia tahu bahwa datang begitu saja ke istana dan meminta hadiah bukanlah cara yang menarik. Maka, ia pun menyusun rencana cerdiknya.

Keesokan harinya, Abu Nawas datang ke istana dengan membawa sebuah kantong kosong. Setelah mendapatkan audiensi dengan sang raja, ia berkata, "Wahai Baginda, saya datang untuk menerima hadiah karena telah beribadah dengan sungguh-sungguh di bulan Ramadan. Namun, saya ingin hadiah yang sesuai dengan kemurahan hati Baginda."

Raja tersenyum dan berkata, "Tentu saja, Abu Nawas. Katakanlah, apa yang engkau inginkan?"

BACA JUGA:Kisah Abu Nawas Berpura-Pura Gila

Abu Nawas mengangkat kantong kosongnya dan berkata, "Saya hanya meminta Baginda mengisi kantong ini dengan rezeki yang melimpah. Tetapi, ada satu syarat: kantong ini hanya boleh diisi dengan sesuatu yang dapat membuat seseorang merasa benar-benar cukup."

Raja tertegun sejenak, lalu memerintahkan bendahara kerajaan untuk mengisi kantong Abu Nawas dengan emas. Namun, Abu Nawas menggeleng dan berkata, "Emas memang berharga, tetapi banyak orang yang memilikinya masih merasa kurang. Maka, emas bukanlah sesuatu yang membuat seseorang benar-benar cukup."

Kemudian, bendahara mencoba mengisinya dengan perhiasan, kain sutra, dan makanan lezat, tetapi Abu Nawas selalu menolak dengan alasan yang sama: semua itu tidak benar-benar membuat orang merasa cukup.

Raja Harun Al-Rasyid akhirnya penasaran dan bertanya, "Lalu, Abu Nawas, apakah yang seharusnya kami masukkan ke dalam kantongmu?"

Dengan tersenyum, Abu Nawas menjawab, "Baginda, kantong ini hanya bisa diisi dengan rasa syukur. Karena hanya orang yang bersyukur atas nikmat Allah yang akan merasa cukup dalam hidupnya."

Mendengar jawaban itu, Raja Harun Al-Rasyid tertawa terbahak-bahak dan bertepuk tangan. "Sungguh jawaban yang luar biasa, Abu Nawas! Engkau telah mengajarkan pelajaran berharga kepada kami semua. Sebagai hadiah, aku berikan kepadamu emas, perhiasan, dan makanan, bukan untuk membuatmu cukup, tetapi sebagai bentuk penghargaan atas kebijaksanaan mu."

BACA JUGA:Kisah Abu Nawas dan Mimpi Sang Raja Harun Al-Rasyid

Abu Nawas pun menerima hadiah tersebut dengan penuh syukur. Ia pulang ke rumah dengan hati gembira, bukan hanya karena hadiah dari raja, tetapi juga karena telah mengajarkan kepada banyak orang bahwa syukur adalah kunci kebahagiaan sejati.

Setibanya di rumah, Abu Nawas mendapati para tetangganya berkumpul di depan rumahnya. Mereka penasaran dengan apa yang dibawa Abu Nawas dari istana. Dengan senyum ramah, ia mengundang mereka masuk dan membagikan sebagian hadiah yang ia terima.

Seorang tetangganya bertanya, "Abu Nawas, mengapa engkau membagikan hadiah ini? Bukankah ini hakmu sendiri?"

Abu Nawas tersenyum dan menjawab, "Hadiah ini adalah bentuk kasih sayang dari raja, tetapi kebahagiaan sejati bukan hanya ketika kita menerima, melainkan juga ketika kita berbagi. Rasa syukur semakin sempurna saat kita bisa membahagiakan orang lain."

Mendengar hal itu, para tetangga Abu Nawas pun ikut terharu. Mereka menyadari bahwa selama ini mereka sering kali merasa kurang dengan apa yang mereka miliki, padahal kebahagiaan sejati ada dalam hati yang bersyukur.

Berita tentang kebaikan hati Abu Nawas pun tersebar ke seluruh penjuru negeri. Orang-orang mulai mengikuti teladannya dengan lebih sering bersyukur dan berbagi. Raja Harun Al-Rasyid yang mendengar hal itu merasa bangga. Ia kembali memanggil Abu Nawas ke istana.

"Abu Nawas," kata raja, "Aku telah memberikan hadiah kepadamu, tetapi engkau malah membagikannya kepada orang lain. Mengapa demikian?"

Abu Nawas menjawab, "Baginda, hadiah yang Baginda berikan memang sangat berharga, tetapi jika disimpan sendiri, nilainya hanya terbatas. Namun, jika dibagikan, kebahagiaan akan semakin bertambah dan keberkahan akan semakin melimpah."

Raja Harun Al-Rasyid mengangguk dan tersenyum. "Engkau benar, Abu Nawas. Aku semakin yakin bahwa kebijaksanaan mu lebih besar daripada sekadar kecerdikan. Karena itu, mulai hari ini, aku ingin engkau menjadi penasihat kerajaan, agar lebih banyak orang bisa belajar darimu."

Mendengar hal itu, Abu Nawas pun terkejut, tetapi ia dengan rendah hati menerima amanah tersebut. Sejak hari itu, ia bukan hanya dikenal sebagai orang cerdik, tetapi juga sebagai sosok yang mengajarkan pentingnya bersyukur dan berbagi.

Dan sejak saat itu pula, negeri di bawah kepemimpinan Raja Harun Al-Rasyid semakin makmur, karena rakyatnya memahami bahwa kekayaan sejati bukanlah tumpukan harta, melainkan hati yang penuh rasa syukur.(djl)

Sumber: