Danantara dan Gejolak Pasar Modal Indonesia: Madu atau Racun?

Keberadaan Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) nasional --
Radarseluma.Disway.id - Danantara baru saja mengumumkan susunan manajemennya. Nama-nama beken juga meramaikan manajemen Danantara. Sebut saja Ray Dalio, begawan investasi dari Bridgewater, Jeffrey Sachs pengamat ekonomi dan geopolitik dari Columbia University, hingga mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra.
BACA JUGA:Terjual 258,958 Tiket Sampai 11 April, KAI Daop 2 Bandung Siapkan Petugas Pelayanan
BACA JUGA:WSBP Lakukan Pembayaran CFADS Tahap 5 Sebesar Rp106,36 Miliar
Keberadaan Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) nasional menjadi menarik karena tampaknya pemerintah Indonesia mengandalkan Danantara sebagai instrumen strategi jangka panjang untuk mengoptimalkan pengelolaan aset negara. Menurut keterangan pemerintah, Danantara kelak tidak hanya mengonsolidasikan pengelolaan tujuh BUMN besar—seperti Pertamina, PLN, Telkom, MIND ID, BRI, BNI, dan Bank Mandiri—tetapi juga akan menerapkan investasi pada strategi sektor-sektor seperti energi terbarukan, kecerdasan buatan, dan ketahanan pangan.
Sehubungan dengan hal ini, Center for Market Education (CME) juga menaruh perhatian besar terhadap Danantara. Betapa tidak, portofolio yang terdiversifikasi secara optimal – sesuai dengan prinsip teori portofolio modern – dapat menjadi sarana pengelolaan risiko investasi.
Langkah ini, jika diimbangi dengan tata kelola yang transparan dan independen, dapat membantu mengurangi tekanan pasar jangka pendek dan mengarahkan modal ke proyek-proyek global yang menjanjikan. Dengan dukungan awal sebesar USD 20 miliar yang dialokasikan melalui pemotongan anggaran, Danantara digadang-gadang akan menjadi mesin dividen yang dapat mendukung pembangunan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
BACA JUGA:Walau Menang 1-0 Atas Bahrain, Posisi Sementara Indonesia Tetap di No 4 Klasemen Grup C
Pengalaman negara tetangga, terutama skandal 1MDB di Malaysia dan keberhasilan pengelolaan Temasek oleh Singapura, menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dalam mengelola Danantara. Teori prinsipal-agent menyoroti betapa lemahnya pengawasan dan intervensi politik dapat mengakibatkan cakupan dana dalam skala besar. Menurut Alvin Desfiandi, Chief Economist CME, “Untuk menghindari nasib serupa 1MDB, Danantara harus menerapkan kerangka tata kelola (governance) yang kokoh, pengambilan keputusan yang transparan, dan standar akuntabilitas yang ketat.
Sumber: