Koalisi NGO Desak Presiden Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Tiga Provinsi Sumatera

Koalisi NGO Desak Presiden Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Tiga Provinsi Sumatera

Bencana di Sumatera--

 

““Korban terus bertambah, ratusan masih hilang, dan kondisi lapangan sangat memprihatinkan. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda. Penetapan bencana nasional adalah langkah minimum agar respons kemanusiaan dapat berjalan cepat dan terkoordinasi,” kata Direktur APEL Green Aceh, Syukur Tadu.

 

Konsolidator Sumatera Terang untuk Energi Bersih, Ali Akbar menilai pemerintah terkesan gagap menangani bencana ekologis dan lebih miris, anggaran penanggulangan bencana di BNPB pun tidak lebih dari Rp1 triliun untuk tahun 2025. Lembaga ini mengalami pengurangan anggaran dari Rp1,4 triliun menjadi Rp956,6 miliar, artinya terjadi pengurangan sebesar Rp470 miliar.

 

“Artinya negara memang tidak ada niat untuk menyelamatkan rakyat yang menjadi korban dari kebijakan yang memuluskan kerusakan ekologis Sumatera ini,” kata Ali.

 

Bencana besar yang terjadi di Aceh, Sumut, dan Sumbar tidak semata-mata akibat fenomena alam. Tragedi ini merupakan bencana ekologis yang dipicu oleh kerusakan lingkungan hidup.

 

Pulau Sumatera, pulau terbesar kedua di Indonesia, sejak lama dikenal sebagai salah satu pusat kekayaan ekologis Asia Tenggara. Dengan bentang alam yang memanjang dari ujung Sabang hingga Lampung. Dengan luas sekitar 473 ribu kilometer persegi, menjadi rumah bagi salah satu sistem hutan hujan tropis paling penting di dunia.

 

Pulau ini membentang memanjang dari barat laut ke tenggara, dipisahkan oleh deretan Pegunungan Bukit Barisan yang menjadi tulang punggung ekologisnya, sementara di sisi timur terbentang hamparan rawa gambut yang pernah menjadi salah satu bentang lahan basah terbesar di Asia Tenggara. Namun, dalam dua dekade terakhir laju deforestasi di pulau Sumatera menunjukkan angka yang sangat tinggi.

 

Berdasarkan data Global Forest Watch (https://www.globalforestwatch.org/) data kehilangan hutan primer basah dari 2002 hingga 2024 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan di tiga provinsi yang mengalami bencana: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ketiganya mencatat kehilangan ratusan ribu hektare hutan dalam dua dekade terakhir, sebagian besar terjadi di wilayah yang memiliki tingkat tekanan tinggi terhadap tutupan pohon.

 

Sumber: