Koalisi NGO Desak Presiden Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Tiga Provinsi Sumatera

Koalisi NGO Desak Presiden Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Tiga Provinsi Sumatera

Bencana di Sumatera--

Aceh kehilangan 320.000 hektare (ha) hutan primer basah dari tahun 2002 sampai 2024. Enam wilayah dengan laju kehilangan tutupan pohon tertinggi yaitu Nagan Raya 97.000 ha, Aceh Timur 93.000 ha, Aceh Singkil 73.000 ha, Aceh Barat 70.000 ha, Aceh Utara 59.000 ha.

 

Sumatera Utara mencatat kehilangan tertinggi dengan luasan 390.000 ha hutan primer basah. Data dari tahun 2001 hingga 2024, Sumatera Utara kehilangan 1,6 juta ha tutupan hutan dengan enam kabupaten yang terluas kehilangan tutupan pohonnya yaitu Mandailing Natal 170.000 ha, Labuhanbatu Selatan 160.000 ha, Asahan 130.000 ha, Langkat 130.000 ha, Padang Lawas 120.000 ha, dan Labuhanbatu 120.000 ha.

 

Sementara Sumatera Barat kehilangan 320 ribu ha hutan primer basah. Sejak tahun 2001 hingga 2024, Sumatera Barat telah kehilangan 740.000 ha tutupan pohon terutama di tiga kabupaten dengan angka tertinggi yaitu Dharmasraya 150.000 ha, Pesisir Selatan 140.000 ha, Pasaman Barat 120.000 ha.

 

Hilangnya tutupan hutan inilah yang menyebabkan tanah kehilangan daya serap air, lereng bukit menjadi rentan longsor, daerah resapan menyusut drastis, dan DAS berubah menjadi saluran air instan. Kondisi inilah yang menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor semakin parah.

 

Berbagai aktivitas industri seperti pemberian izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), proyek energi berskala besar serta industri tambang, turut memperburuk kondisi hutan di kawasan Sumatera, terutama di wilayah-wilayah yang sebelumnya memiliki tutupan hutan yang relatif utuh.

 

Manajer Kampanye P2LH Aceh Aldi Ferdian mengatakan banjir yang membawa material kayu gelondongan mengindikasikan adanya korelasi kuat dengan kerusakan lingkungan. Di saat yang sama, data menunjukkan Aceh kehilangan tutupan hutan secara signifikan, di mana Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat adanya peningkatan deforestasi sebesar 19 persen dari 8.906 hektare pada tahun 2023 menjadi 10.610 hektare pada tahun 2024.

 

“Ini menunjukkan lemahnya penegakan Qanun Aceh tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pengawasan terhadap praktik deforestasi, termasuk kegiatan ilegal seperti penambangan emas tanpa izin atau Peti dan ekspansi perkebunan yang berkontribusi langsung pada tingginya angka korban dan kerugian, serta langkah kongkret apa yang harus segera diambil pemerintah Aceh dan pusat untuk menghentikan 'bencana ekologis' yang dipicu oleh alih fungsi hutan yang masif di kawasan hulu,” kata Aldi.

 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Diki Rafiki menilai berdasarkan UU nomor 24 tahun 2007, PP nomor 21 tahun 2008 dan Perpres nomor 17 tahun 2018 bahwa bencana nasional ditetapkan bila korban jiwa dalam jumlah besar, kerugian material signifikan, dan wilayah terdampak luas dan lintas daerah serta pelayanan publik dan pemerintahan terganggu.

Sumber: