Mengapa Harga Mobil Baru di Indonesia Bisa Melonjak Rp 50 Juta dari Harga Pabrik?

Mengapa Harga Mobil Baru di Indonesia Bisa Melonjak Rp 50 Juta dari Harga Pabrik?

Xpander menyajikan suasana nyaman dengan material berkualitas. Mobil ini mampu menampung hingga--

 

NASIONAL - Di Indonesia, harga mobil baru yang dibeli konsumen bisa jauh lebih tinggi dibandingkan harga saat keluar dari pabrik. Sebagai contoh, mobil dengan harga pabrik Rp 100 juta dapat mencapai Rp 150 juta saat sampai ke tangan konsumen. Kenaikan ini disebabkan oleh berbagai komponen pajak dan biaya tambahan yang dibebankan selama proses distribusi.

 

Komponen Pajak dan Biaya Tambahan:

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Mulai 1 Januari 2025, tarif PPN naik dari 11% menjadi 12%. Kenaikan ini berdampak langsung pada harga jual mobil baru, dengan estimasi kenaikan sekitar Rp 2 juta untuk mobil seharga Rp 200 juta .

 

2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): Tarif PPnBM bervariasi antara 0-95%, tergantung pada jenis kendaraan, kapasitas mesin, dan emisi gas buang. Misalnya, mobil dengan kapasitas mesin di bawah 3.000 cc dan konsumsi BBM minimal 15,5 km/liter dikenakan tarif PPnBM yang lebih rendah .

3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Tarif BBNKB ditetapkan maksimal 12% untuk daerah provinsi dan bisa mencapai 20% untuk daerah yang tidak terbagi dalam kabupaten/kota .

4. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Tarif PKB untuk kepemilikan pertama ditetapkan maksimal 1,2% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) .

BACA JUGA:Dorong Peningkatan Kualitas Pers, BRI Umumkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2 Fellowship Journalism 2025

BACA JUGA:Bugatti Chiron Profilee Mobil Berkelas Tinggi Populer, Harga Selangit Menjadi Pilihan Utama di Dunia Otomotif

5. Opsen Pajak: Mulai 5 Januari 2025, pemerintah daerah dapat menambahkan pungutan tambahan atas PKB dan BBNKB, yang disebut sebagai opsen. Kebijakan ini dapat menambah beban biaya bagi konsumen .

 

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan bahwa kenaikan berbagai pajak ini dapat menurunkan daya beli masyarakat dan berdampak negatif pada penjualan mobil baru. Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, memperkirakan bahwa penjualan mobil nasional pada 2024 mengalami penurunan sebesar 15,05% dibandingkan tahun sebelumnya .

Sumber: