Rasulullah SAW dan Teladan Abadi Persaudaraan Tanpa Batas dalam Islam

Rasulullah SAW dan Teladan Abadi Persaudaraan Tanpa Batas dalam Islam

Radarseluma.disway.id - Rasulullah SAW dan Teladan Abadi Persaudaraan Tanpa Batas dalam Islam--

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang, cinta, dan simpati mereka adalah seperti satu tubuh; apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit dengan tidak dapat tidur dan demam.”.(HR. Muslim)

Hadits ini menggambarkan bahwa umat Islam sejati adalah mereka yang saling peduli dan tidak tega melihat saudaranya dalam kesusahan. Rasulullah SAW menanamkan nilai bahwa kebahagiaan seorang Muslim tidak sempurna tanpa melihat saudaranya bahagia.

BACA JUGA:Filosofi dan Makna Mendalam Kumandang Adzan: Suara Langit yang Menggetarkan Jiwa Umat dan Menyentuh Bumi

Rasulullah SAW Menghapus Batas Sosial dalam Persaudaraan

Salah satu keistimewaan Rasulullah SAW adalah kemampuannya menghapus sekat-sekat sosial yang memisahkan manusia. Dalam pandangan beliau, kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh nasab, kekayaan, atau status sosial, melainkan oleh ketakwaannya kepada Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam sabdanya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلَا لِأَعْجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا لِأَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بِالتَّقْوَى

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu dan bapak kalian satu. Tidak ada keutamaan orang Arab atas non-Arab, tidak pula non-Arab atas orang Arab, tidak ada keutamaan orang berkulit merah atas yang hitam, dan tidak pula yang hitam atas yang merah, kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad)

Pesan universal ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan persaudaraan lintas batas melampaui suku, bangsa, dan warna kulit. Rasulullah SAW telah mempraktikkan prinsip ini, di mana sahabat-sahabat beliau datang dari berbagai latar belakang: Bilal bin Rabah dari Habasyah (Ethiopia), Salman Al-Farisi dari Persia, dan Suhaib Ar-Rumi dari Romawi. Semua mendapat kedudukan mulia karena keimanan dan ketakwaan, bukan karena asal-usulnya.

Makna Ukhuwah bagi Umat Islam Kini

Keteladanan Rasulullah SAW dalam membangun persaudaraan menjadi pondasi penting bagi kehidupan umat Islam di masa kini. Di tengah dunia yang sering diwarnai konflik, perbedaan pandangan, dan kepentingan duniawi, umat Islam harus kembali kepada semangat ukhuwah islamiyah yang diajarkan Rasulullah SAW saling mengasihi, menghargai, dan membantu tanpa pamrih.

Persaudaraan sejati bukan hanya dalam ucapan, tetapi dalam tindakan nyata: menolong yang lemah, menenangkan yang sedih, serta menjaga lisan dari menyakiti sesama. Inilah cerminan masyarakat Islam yang diridhai Allah SWT.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

Artinya: “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali Imran [3]: 103)

Ayat ini menjadi dasar bahwa kekuatan umat Islam terletak pada persatuan dan cinta di antara mereka. Tanpa ukhuwah, umat akan lemah dan mudah dipecah belah.

Kisah Rasulullah SAW tentang persaudaraan tanpa batas adalah pelajaran hidup yang abadi. Beliau bukan hanya seorang nabi, tetapi juga pembangun peradaban yang menegakkan nilai kasih sayang dan solidaritas. Melalui mu’akhah antara Muhajirin dan Anshar, Rasulullah SAW memperlihatkan bagaimana iman bisa mempersatukan manusia yang berbeda latar belakang menjadi saudara seiman yang saling mencintai karena Allah.

Sumber:

Berita Terkait