Filosofi dan Makna Mendalam Kumandang Adzan: Suara Langit yang Menggetarkan Jiwa Umat dan Menyentuh Bumi
Radarseluma.disway.id - Filosofi dan Makna Mendalam Kumandang Adzan: Suara Langit yang Menggetarkan Jiwa Umat dan Menyentuh Bumi--
Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id - Adzan adalah panggilan suci yang setiap hari berkumandang di seluruh penjuru dunia, menandai waktu ibadah yang paling agung dalam kehidupan seorang Muslim shalat. Sejak fajar menyingsing hingga senja meredup, lantunan adzan senantiasa menggema tanpa henti. Dalam setiap detik, di belahan bumi mana pun, selalu ada suara muadzin yang menyeru manusia untuk mengingat Sang Pencipta. Bagi umat Islam, adzan bukan sekadar seruan formal, melainkan suara spiritual yang membangunkan hati, menggugah kesadaran, dan menyatukan umat dalam satu arah penghambaan menuju Allah SWT.
Lebih dari itu, kumandang adzan memiliki makna yang dalam, bukan hanya bagi umat Muslim, tetapi juga bagi keseimbangan alam dan kehidupan di bumi. Adzan merupakan gema tauhid yang menyatukan langit dan bumi dalam simfoni dzikir. Ia adalah simbol keteraturan, kedamaian, dan keseimbangan yang tercipta dari ketaatan kepada Allah.
Asal-usul dan Kedudukan Adzan dalam Islam
Sejarah adzan bermula pada masa Rasulullah SAW setelah hijrah ke Madinah. Ketika kaum Muslimin telah memiliki masjid, mereka mencari cara untuk memanggil jamaah untuk shalat. Sebelumnya, sebagian mengusulkan penggunaan lonceng seperti kaum Nasrani atau terompet seperti kaum Yahudi, namun Rasulullah SAW menolaknya karena ingin identitas Islam yang khas.
Kemudian, Abdullah bin Zaid r.a. bermimpi mendengar suara yang menyerukan kalimat adzan. Ia menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW, dan Nabi membenarkan mimpi itu sebagai wahyu ilham dari Allah SWT. Rasulullah kemudian memerintahkan Bilal bin Rabah r.a. untuk mengumandangkannya karena suaranya yang merdu dan lantang.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: رَأَيْتُ فِي النَّوْمِ رَجُلًا عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ، حَمَلَ نَاقُوسًا، فَقُلْتُ لَهُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ، أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ؟ قَالَ: مَا تَصْنَعُ بِهِ؟ قُلْتُ: نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: تَقُولُ: "اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ..."
Artinya:
“Abdullah bin Zaid berkata: Aku melihat dalam mimpi seorang laki-laki berpakaian hijau membawa lonceng. Aku bertanya, ‘Apakah engkau mau menjual lonceng itu?’ Ia menjawab, ‘Untuk apa?’ Aku berkata, ‘Untuk memanggil manusia ke shalat.’ Ia berkata, ‘Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari itu?’ Lalu ia mengajarkan lafaz adzan...” (HR. Abu Dawud).
Adzan ini kemudian menjadi syiar Islam yang agung dan bagian dari ibadah yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Muslim.
Makna Spiritual di Balik Lafaz Adzan
Adzan dimulai dengan “Allahu Akbar” (الله أكبر) yang berarti “Allah Maha Besar.” Ucapan ini menggugah kesadaran manusia bahwa segala urusan dunia tidak ada yang lebih penting daripada panggilan kepada Allah.
“أشهد أن لا إله إلا الله” — Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.
Lafaz ini menegaskan fondasi tauhid, inti ajaran Islam yang menyatakan keesaan Allah SWT.
“أشهد أن محمدًا رسول الله” — Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Lafaz ini mengingatkan umat bahwa jalan menuju Allah hanya bisa ditempuh melalui tuntunan Rasulullah SAW.
Sumber: