Kisah Nyata: Cinta Pertama Membawaku pada Neraka Dunia (Bagian 1)

Kisah Nyata: Cinta Pertama Membawaku pada Neraka Dunia (Bagian 1)

Radarseluma.disway.id: Kisah Nyata: Cinta Pertama Membawaku pada Neraka Dunia (Bagian 1) --

Radarseluma.disway.id: Kisah Nyata: Cinta Pertama Membawaku pada Neraka Dunia (Bagian 1) 

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Namaku Dinda. Aku tumbuh di sebuah kota kecil di pinggiran Jawa Barat, dalam keluarga yang sederhana namun penuh kasih sayang. Ayahku seorang sopir angkot, sedangkan ibuku mengurus warung kecil di depan rumah. Kami tak pernah hidup mewah, tapi aku tak pernah kekurangan cinta.

Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak kecil, aku terbiasa memikul tanggung jawab. Membantu ibu di warung, mengurus adik-adik, bahkan belajar sendiri tanpa harus disuruh. Impianku sederhana: bisa kuliah, bekerja, lalu membahagiakan orang tuaku. Cita-cita itu begitu melekat dalam benakku… hingga aku bertemu dengan Rangga.

Waktu itu aku duduk di kelas 2 SMA. Rangga adalah siswa dari sekolah kejuruan di kota sebelah. Kami pertama kali bertemu di acara pentas seni antar sekolah. Saat itu ia tampil sebagai vokalis band sekolahnya. Sosoknya tinggi, berkulit sawo matang, dan punya senyum menawan yang membuat jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya.

Setelah acara usai, ia menghampiriku. “Namamu siapa?” tanyanya sambil tersenyum.

“Dinda,” jawabku lirih, malu-malu.

Sejak itu, Rangga rajin menghubungiku. Lewat pesan singkat, media sosial, hingga akhirnya kami mulai sering bertemu diam-diam. Aku merasa seperti putri di negeri dongeng. Ia selalu tahu cara membuatku tersenyum. Setiap kata-katanya membuatku merasa spesial, berbeda dari gadis-gadis lain. Rangga adalah cinta pertamaku, dan aku benar-benar jatuh tanpa cadangan.

BACA JUGA:Kisah Nyata: Dari Pelayan Warung ke Perempuan Bayaran (Bagian 1)

Namun, perlahan cinta itu mulai menunjukkan sisi kelamnya. Rangga mulai menuntut lebih. “Kalau kamu beneran sayang aku, kenapa kamu selalu nolak pas aku ngajak jalan malam?” atau “Kamu nggak percaya aku, ya? Masa pacar sendiri curiga terus?”

Awalnya aku menganggapnya sebagai bentuk sayang. Tapi lama-lama, aku seperti diikat oleh tali tak kasatmata—tali yang perlahan mencekik kebebasanku.

Puncaknya adalah saat Rangga mulai menyentuh batas-batas yang dulu aku anggap sakral. Ia memohon, membujuk, dan akhirnya memaksaku dengan kalimat yang menghantui sampai hari ini: “Aku janji akan nikahin kamu nanti. Aku serius, Din.”

Aku menyerahkan segalanya.

Tubuhku, kepercayaanku, dan impianku tentang masa depan. Semua kuberikan karena aku yakin Rangga adalah orang yang akan bersamaku selamanya.

Sumber:

Berita Terkait