Penertiban Sawit Ilegal di Mukomuko Diperluas , Minta Dilakukan Penegakan Hukum

Penertiban Sawit Ilegal di Mukomuko  Diperluas , Minta Dilakukan Penegakan Hukum

Penertiban sawit ilegal--

Ia menambahkan bahwa tidak tertutup kemungkinan operasi ini akan bergerak ke kawasan hutan lainnya di Mukomuko. Regulasi negara sangat jelas: hutan tidak boleh dialihfungsikan tanpa izin atau dokumen sah. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan sebagian besar kawasan telah dibuka menggunakan alat berat dan dijadikan perkebunan sawit yang dikelola pihak-pihak tertentu.

“Bisa saja operasi ini meluas. Tapi saat ini fokus kita membersihkan sawit ilegal yang ada di 4.000 hektare terbentang dari Bengkulu Utara dan Mukomuko,” tegasnya dilansir dari koran RB.Com.

Di sisi lain, suara lantang datang dari praktisi hukum asal Mukomuko, Muslim Chaniago, SH, MH. Ia meminta agar kasus perusakan kawasan hutan negara yang berubah menjadi kebun sawit tidak hanya dihentikan pada tahap penertiban lahan, tetapi harus dilanjutkan dengan penegakan hukum menyeluruh. 

Ia mengungkapkan bahwa saat ini tim penertiban sudah mengamankan dua alat berat yang diduga digunakan membuka kawasan tersebut. Fakta keberadaan alat berat, menurutnya, sudah cukup menunjukkan adanya keterlibatan pihak-pihak berpengaruh.

“Kawasan hutan dijadikan kebun sawit tentu bentuk kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan dan terorganisir. Maka dari itu kami minta operasi diperluas dan diusut siapa saja yang terlibat,” tegas Muslim.

Ia mengingatkan bahwa kerangka hukum terkait pengelolaan dan perlindungan hutan sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memberi dasar kuat bagi negara untuk mengurus dan melindungi kawasan hutan. Bahkan, karena aturan tersebut dianggap belum cukup kuat menekan perusakan hutan, lahirlah UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam kedua aturan ini, larangan membuka kawasan hutan, membakar, menebang, apalagi memasukkan alat berat, tertulis dengan sangat tegas.

“Jadi sangat menyedihkan kalau kita melihat keadaan hutan negara di Mukomuko yang sebagian besar sudah dirambah menjadi kebun sawit. Sebab seluruh aturan yang dibuat oleh pemerintah runtuh dan hancur berkeping-keping dibuatnya,” ujarnya.

Muslim berharap aparat penegak hukum bertindak maksimal dan tidak ragu menjerat siapa pun yang terlibat. Baginya, menjaga hutan bukan sekadar persoalan regulasi, tetapi bagian dari menjaga keselamatan masyarakat luas. Kerusakan hutan yang masif, katanya, bisa memicu bencana besar berupa banjir, longsor, dan konflik satwa-manusia yang dapat menelan korban jiwa.

“Kami berharap siapa pun itu yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban. Sehingga Mukomuko bisa terhindar dari bencana besar yang bisa datang kapan saja dan dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa,” harapnya.

Sementara itu, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, yang tergabung dalam konsorsium Bentang Alam Seblat, turut menyoroti situasi ini. Menurutnya, penertiban saja tidak cukup tanpa aksi tegas terhadap para aktor besar yang diduga berada di balik aktivitas illegal logging dan alih fungsi kawasan hutan menjadi kebun sawit. Konsorsium yang memiliki wilayah intervensi seluas 82 ribu hektare dari Bengkulu Utara hingga Mukomuko, sudah lama mencatat masifnya perambahan di dua wilayah tersebut.

BACA JUGA: Seleksi Petugas Haji 2026 Tingkat Daerah Sudah Dibuka, Simak Kriteria yang Bisa Daftar

“Konsorsium Bentang Alam Seblat ini memiliki wilayah intervensi 82 ribu hektare, terbentang dari Bengkulu Utara dan Mukomuko. Kasus alih fungsi kawasan hutannya sangat-sangat mengkhawatirkan dan masih belum bisa dituntaskan,” kata Ali.

Ia memaparkan bahwa alasan perambahan menjadi semakin luas setiap tahun sangat jelas, praktik pembukaan kawasan menggunakan alat berat. Sistem mekanis ini memungkinkan pembalakan hutan berlangsung cepat dan masif. Penggunaan alat berat, jelasnya, menunjukkan bahwa perambahan bukan dilakukan masyarakat kecil, melainkan pihak-pihak yang memiliki modal besar dan dukungan.

“Maka dari itu kami mendesak aparat penegak hukum lebih serius dan segera melakukan penindakan mafia pengerusakan kawasan hutan menjadi perkebunan sawit ini,” tandas Ali.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, Safnizar, S.Hut, MP, mengakui keterbatasan personel menjadi kendala serius dalam pengawasan kawasan hutan. Saat ini, jumlah Polhut di seluruh provinsi hanya sekitar 38 orang, dengan sebagian besar sudah berusia lanjut.

Sumber: