"Saya minta pemerintah daerah benar-benar mendahulukan honorer lama. Mereka sudah memberikan kontribusi besar selama bertahun-tahun. Bahkan ada yang usia kerjanya sudah tidak memungkinkan berpindah ke sektor lain. Mereka harus menjadi prioritas," tegasnya.
Nofi juga meminta Bupati Seluma untuk melakukan kajian mendalam terhadap implementasi kebijakan pusat tersebut. Menurutnya, jika pemerintah daerah terburu-buru tanpa perhitungan matang, potensi munculnya gejolak sosial sangat besar. Dirinya khawatir akan ada honorer yang tidak terserap, sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
"Pak Bupati harus mempertimbangkan dengan serius agar jangan sampai kebijakan ini berdampak buruk bagi ribuan pegawai non-ASN di Seluma," ungkapnya.
Dari sisi pembiayaan, Nofi mengungkapkan bahwa struktur penggajian tenaga outsourcing harus mengikuti standar upah minimum yang berlaku. Dengan asumsi tersebut, alokasi Rp 6 miliar dinilai tidak realistis untuk menampung seluruh honorer.
"Kalau mengikuti upah minimum, jelas anggarannya tidak sebanding dengan kebutuhan. Saat ini saja hampir Rp 8 miliar diperlukan untuk menggaji ribuan honorer. Dengan Rp 6 miliar, kemungkinan hanya sekitar 300 orang yang dapat ditampung," jelasnya.
BACA JUGA: PT ABS Tegaskan Satpamnya Tak Dilengkapi Senjata Api, Klaim Konflik Dimulai Masyarakat
BACA JUGA:Kasus Penembakan di PT ABS, Petani Korban Penembakan Lapor ke Polisi
Dirinya menegaskan bahwa, DPRD Kabupaten Seluma akan terus mengawal kebijakan ini agar tidak menimbulkan dampak negatif. Terutama bagi tenaga honorer yang telah lama menjadi tulang punggung pelayanan publik di Kabupaten Seluma. Pemerintah daerah diminta menyusun mekanisme transisi yang jelas, terukur dan tidak merugikan pihak manapun.
Dengan berbagai catatan tersebut, DPRD berharap pemerintah daerah segera memperbaiki perencanaan anggaran serta melakukan pendataan ulang secara komprehensif. Agar proses peralihan menuju sistem outsourcing berjalan lancar dan tidak menimbulkan persoalan sosial di kemudian hari.(ctr)