"Pada akhir kontrak KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan. Kemudian telah dilakukan beberapa kali amandemen sebanyak 10 kali dan terakhir 31 Desember 2018," tuturnya.
Proyek disebut berhenti karena alasan ketidakmampuan keuangan PLN. Namun, menurut polisi, proyek telah berhenti sejak 2016 dan ada pembayaran proyek ke para tersangka dengan cara tidak sah.
"Akan tetapi fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp 323 miliar (untuk pekerjaan konstruksi sipil) dan sebesar USD 62,4 juta (untuk pekerjaan mechanical electrical)," ujarnya.
Kerugian negara akibat proyek ini yang ditaksir mencapai lebih dari USD 62 juta atau Rp 1,3 triliun. Jumlah itu, menurut Toto, berasal dari perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).USD 62 juta atau Rp 1,3 triliun. Jumlah itu, menurut Toto, berasal dari perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BACA JUGA: Sidang Tuntutan Oknum LSM Terjaring OTT Jaksa, Ditunda Dua Minggu
"Kemudian, kita juga telah menerima laporan hasil pemeriksaan investigatif kompensasi kerugian negara dari BPK terkait dengan pembangunan pembangkit listrik atau PLTU-1 Kalimantan Barat dengan kapasitas 2x50 megawatt. Kemudian, dari BPK, tadi sudah disampaikan oleh Bapak Kortas, kerugian negara adalah total kerugian senilai USD 62.410.523,20 dan Rp 323.199.898. Kira-kira Rp 1,3 triliun," ucapnya.