إِنَّمَا ٱلْأَعْمَالُ بِٱلنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ ٱمْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan" (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, keikhlasan mereka terbukti melalui kesiapan menjalankan perintah yang sangat berat. Bukan sekadar kata-kata, namun sebuah tindakan nyata: kesiapan mengorbankan hal yang paling dicintai demi kecintaan kepada Allah.
Pelajaran dari Keikhlasan Nabi Ibrahim dan Ismail AS
1.Tunduk Sepenuhnya pada Perintah Allah
Keikhlasan menuntut kita untuk meletakkan kehendak pribadi di bawah kehendak Allah. Nabi Ibrahim siap menyembelih putranya bukan karena benci, tapi karena cinta kepada Allah melebihi cinta kepada anaknya.
2.Mendidik Generasi yang Ikhlas
Nabi Ismail menunjukkan bahwa pendidikan tauhid dan keikhlasan sejak kecil akan membentuk generasi yang siap taat kepada Allah tanpa ragu
3.Keteguhan Hati dalam Ujian
Keikhlasan diuji di saat yang sulit. Ketika kita diuji, saat itulah keikhlasan kita benar-benar terlihat. Apakah kita masih taat dan sabar, atau justru mengeluh dan menyalahkan takdir.
4.Menjadikan Allah Tujuan Utama
Semua amal, termasuk ibadah qurban, hanya akan bernilai di sisi Allah jika dilakukan karena-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Hajj 37 yang mana berbunyi:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang dapat mencapainya" (QS. Al-Hajj: 37)
Menumbuhkan Keikhlasan dalam Diri
Keikhlasan tidak lahir seketika. Ia harus ditanam, dipupuk, dan dijaga dari penyakit hati seperti riya’, ujub, dan sum’ah. Berikut beberapa langkah untuk menumbuhkan keikhlasan:
* Perbaiki niat setiap saat.