Nelayan Seluma Seperti Dilarang Melaut, BBM Jadi Barang Mewah di Seluma. Kasus Klasik Tetapi Tragis

Rabu 28-05-2025,10:59 WIB
Reporter : Eldo Fernando
Editor : Eldo Fernando

 

 

PASAR SELUMA – Seolah hidup di negara yang kaya minyak hanyalah mitos, krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali menghantam masyarakat Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Yang paling menderita? Para nelayan Desa Pasar Seluma yang kini hanya bisa memandangi laut tanpa bisa mengarunginya. Aktivitas ekonomi lumpuh, jaring-jaring nelayan menggantung tak terpakai, dan mesin kapal diam bagai pajangan museum.

 

Ikhwan, Ketua Kelompok Nelayan Cuming Desa Pasar Seluma, mengaku sudah tiga hari ini para nelayan hanya bisa melaut dalam mimpi. “Tidak ada minyak, Mas. Mau melaut butuh minimal 35 liter. Tapi SPBU? Antrean panjang, minyak nihil,” ucapnya dengan nada lelah.

 

Nelayan tak butuh ceramah motivasi, mereka butuh BBM. Sayangnya, di tengah kelangkaan ini, harga BBM eceran malah menjulang bak harga saham perusahaan teknologi. Pertalite bisa menyentuh Rp 25.000 hingga Rp 80.000 per liter—harga yang bikin nelayan lebih memilih tidur daripada melaut rugi.

 

“Kami bingung, minyak langka, tapi di pengecer selalu ada. Ajaib. Cuma ya itu, mahalnya minta ampun,” lanjut Ikhwan.

 

Kelangkaan ini bukan hanya tamparan keras bagi nelayan, tapi juga bagi berbagai profesi rakyat kecil: pengojek sawit, petani, pedagang keliling, hingga buruh harian. Mereka semua kini lumpuh karena sumber energi satu-satunya mendadak jadi barang koleksi langka.

 

“Semua kena dampak, Mas. Kami bukan pemilik kapal besar atau juragan tambang, kami rakyat kecil yang bergantung pada solar dan pertalite. Tapi sekarang? Bahkan untuk hidup pun antre dulu,” tambah seorang warga.

 

Antrean kendaraan di SPBU? Mengular hingga berjam-jam. Di sisi lain, pengecer BBM berkeliaran bebas menjual harga suka-suka, seperti pasar bebas tanpa pengawas. Pihak berwenang? Entah sibuk di mana.

Kategori :