Hakikat Ibadah Kurban: Wujud Ketaatan, Bukan Sekadar Ritual

Hakikat Ibadah Kurban: Wujud Ketaatan, Bukan Sekadar Ritual

Radarseluma.disway.id - Hakikat Ibadah Kurban: Wujud Ketaatan, Bukan Sekadar Ritual--

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Ibadah kurban adalah salah satu syariat penting dalam Islam yang sangat ditekankan pelaksanaannya, terutama bagi mereka yang memiliki kelapangan rezeki. Setiap tanggal 10 Dzulhijjah dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah), umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih hewan ternak sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Namun, banyak dari kita yang mungkin melaksanakan kurban hanya sebagai rutinitas tahunan atau sekadar menggugurkan kewajiban tanpa memahami hakikat dan makna yang lebih dalam dari ibadah ini.

Hakikat kurban bukan semata-mata penyembelihan hewan, tetapi merupakan simbol ketundukan dan ketaatan total kepada Allah SWT, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan putranya, Nabi Ismail ‘alaihis salam. Melalui kisah tersebut, Allah mengajarkan kepada umat Islam tentang makna kepasrahan, pengorbanan, dan keikhlasan dalam menjalankan perintah-Nya.

Kurban dalam Perspektif Al-Qur’an

Allah SWT menjelaskan tujuan utama dari kurban bukanlah daging atau darah yang sampai kepada-Nya, melainkan ketakwaan dan keikhlasan hamba dalam menjalankan perintah.

Firman Allah SWT:

لَنۡ يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ

Artinya: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang dapat mencapainya."(QS. Al-Hajj: 37)

Ayat ini menegaskan bahwa yang Allah nilai bukanlah fisik kurban itu, tapi niat dan ketakwaan pelakunya. Banyak orang bisa menyembelih hewan, namun tidak semuanya mendapat pahala jika tidak disertai niat yang benar dan ikhlas karena Allah.

BACA JUGA:Makna Filosofi Rangkaian Perjalanan Haji Bagi Umat Muslim

Meneladani Ketundukan Nabi Ibrahim dan Ismail

Perintah kurban pertama kali disyariatkan melalui kisah agung Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail. Kisah ini menunjukkan puncak ketundukan seorang hamba kepada Tuhannya.

Firman Allah SWT:

فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ (١٠٤) قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١٠٥)

Artinya: "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (Kami pun berseru): 'Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.' Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Ash-Shaffat: 103–105)

Ketaatan Nabi Ibrahim dan kesabaran Nabi Ismail menjadi teladan utama dalam memahami kurban. Bukan sekadar menyembelih hewan, melainkan wujud penyerahan total kepada Allah, bahkan bila itu menyangkut hal yang paling dicintai sekalipun: anak kandung sendiri.

Hadits Nabi tentang Keutamaan Kurban

Rasulullah SAW sangat menekankan ibadah kurban sebagai bagian dari sunah muakkadah, yaitu sunah yang sangat dianjurkan bagi mereka yang mampu.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada amalan yang dilakukan anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah daripada menyembelih kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, rambut, dan kukunya. Dan sesungguhnya darahnya akan jatuh di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka relakanlah kurban itu dengan hati yang lapang.”(HR. Tirmidzi, no. 1493)

Hadits ini memperkuat bahwa kurban bukanlah perkara duniawi semata, tapi ibadah yang nilainya langsung tercatat di sisi Allah SWT. Bahkan, setiap bagian tubuh hewan kurban akan menjadi saksi di akhirat kelak.

BACA JUGA:Keteladanan Pengorbanan dan Keikhlasan Kisah Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Kesalahan dalam Memaknai Kurban

Sebagian orang memandang kurban hanya sebagai bentuk tradisi tahunan. Ada pula yang lebih mengutamakan hewan besar dan mahal bukan karena ketakwaan, tapi untuk pamer dan gengsi sosial. Ini menyimpang dari hakikat kurban yang sejatinya adalah ibadah penuh keikhlasan.

Allah SWT berfirman:

وَمَا أُمِرُوا۟ إِلَّا لِيَعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Kurban yang tidak dilandasi dengan niat ikhlas tidak akan diterima di sisi Allah. Bahkan bisa menjadi sia-sia jika niatnya hanya riya atau ingin dipuji orang lain.

Hakikat Kurban sebagai Simbol Pengorbanan

Dalam kehidupan sehari-hari, kurban bisa dimaknai lebih luas sebagai kesiapan kita mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan ego demi menjalankan ketaatan kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama. Kurban juga melatih empati sosial dan solidaritas kepada fakir miskin, yang menjadi penerima utama dari daging hewan kurban.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda:

مَن كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Artinya: “Barang siapa yang memiliki kelapangan (harta), namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”(HR. Ahmad, Ibnu Majah)

Hadits ini menunjukkan betapa besar kedudukan ibadah kurban hingga Nabi Muhammad Rasulullah SAW memberikan peringatan keras bagi yang mampu tapi enggan melaksanakannya.

Ibadah kurban adalah manifestasi nyata dari ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Ia bukan semata menyembelih hewan, melainkan menyembelih ego, keinginan duniawi, dan ketergantungan kepada materi, untuk digantikan dengan keikhlasan dan ketaatan kepada perintah Allah SWT.

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mengajarkan bahwa keimanan yang sejati ditandai dengan kesiapan mengorbankan apa pun demi Allah. Al-Qur’an dan hadits Nabi pun mempertegas bahwa nilai kurban bukan pada hewannya, tapi pada ketakwaan dan keikhlasan pelakunya.

Mari kita jadikan ibadah kurban sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki niat, memperkuat iman, serta meningkatkan solidaritas sosial. Jangan jadikan kurban hanya sebagai seremoni tahunan atau ajang pamer kekayaan, tetapi sebagai bentuk cinta dan kepatuhan kita kepada Allah SWT.

Semoga setiap tetesan darah kurban menjadi saksi ketakwaan kita di hadapan Allah kelak. Aamiin. (djl)

Sumber:

Berita Terkait