Kisah: Abu Nawas dan Rahasia Pintu Surga

Kisah: Abu Nawas dan Rahasia Pintu Surga

Radarseluma.disway.id - Kisah: Abu Nawas dan Rahasia Pintu Surga--

Radarseluma.disway.id - Ramadan telah berlalu. Gema takbir yang dulu menggema kini berganti dengan rutinitas harian yang kembali berjalan seperti biasa. Namun, tidak bagi Abu Nawas. Sang sufi nyentrik itu punya cara tersendiri dalam menafsirkan hidup setelah sebulan penuh berpuasa.

Suatu hari, Abu Nawas duduk termenung di depan masjid. Sajadah usangnya tergelar, tasbih kecil teruntai di jemarinya. Seorang pemuda, yang mengenalnya hanya sebagai "orang gila yang bijak", menghampiri dengan raut penasaran.

“Wahai Abu Nawas,” sapa pemuda itu, “mengapa engkau masih tekun beribadah seperti saat Ramadan, padahal bulan itu telah berlalu?”

Abu Nawas menoleh sambil tersenyum, “Wahai anak muda, apakah kau tahu kapan pintu surga ditutup kembali?”

Pemuda itu mengerutkan kening. “Bukankah pintu surga dibuka saat Ramadan dan ditutup kembali setelahnya?”

“Betul,” kata Abu Nawas, “namun apakah engkau yakin kau masih punya waktu untuk menunggu Ramadan tahun depan agar kembali mengetuknya?”

Pemuda itu terdiam.

BACA JUGA:Abu Nawas dan Teko Emas: Mengubah Kerugian Jadi Keuntungan

Mimpi Tentang Surga

Malamnya, Abu Nawas tertidur di bawah langit terbuka. Ia bermimpi berada di padang yang luas. Di hadapannya berdiri tujuh gerbang tinggi yang menjulang, masing-masing dijaga oleh malaikat. Sebuah suara agung menggema:

"Wahai Abu Nawas, kau ingin masuk surga melalui pintu yang mana?"

Dengan malu-malu, Abu Nawas menjawab, “Pintu yang paling mudah terbuka untuk hamba yang penuh dosa sepertiku.”

Lalu muncullah satu pintu yang bercahaya paling terang, tertulis di atasnya:

Pintu Taubat

Sebuah suara berkata, “Inilah pintu yang selalu terbuka, bahkan setelah Ramadan pergi. Tapi hanya bagi mereka yang mau terus memperbaiki diri.”

Abu Nawas terbangun. Keringat membasahi dahinya. Ia tersenyum, lalu bersujud dalam gelap malam. Hatinya penuh harap.

BACA JUGA:Kisah Abu Nawas Menyamar Jadi Orang Gila

Hikmah dari Ramadan

Keesokan harinya, Abu Nawas kembali duduk di serambi masjid. Kali ini, ia dikerumuni beberapa orang yang ingin mendengar kisah mimpinya. Ia pun berkisah, dan mengaitkannya dengan hakikat Ramadan.

“Ramadan adalah tamu agung yang mengajari kita menahan diri, memperbanyak ibadah, dan menjauhi dosa. Tapi tujuan sejatinya bukan sekadar menjadi baik selama sebulan, melainkan agar kita terbiasa hidup dalam kebaikan sepanjang waktu.”

Ia mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

“Ketakwaan, wahai saudara-saudaraku,” ujar Abu Nawas, “bukan hanya milik Ramadan. Ia harus terus dibawa. Karena syaitan yang dibelenggu selama Ramadan, akan kembali bebas. Maka bentengnya adalah amalan baik yang kita biasakan.”

Kisah dan Kebiasaan

Seorang kakek tua bertanya, “Tapi bagaimana menjaga semangat ibadah setelah Ramadan? Bukankah hati kita mudah lemah?”

Abu Nawas tersenyum, “Tanamkan kebiasaan kecil. Shalat malam meski dua rakaat, sedekah walau receh, dzikir walau sekejap. Rasulullah SAW bersabda:”

أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Artinya: "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling terus-menerus, meskipun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu ia mengangkat tangannya ke langit. “Wahai Tuhanku, jangan jadikan Ramadan sebagai akhir ibadahku, tapi awal dari hidup yang lebih dekat dengan-Mu.”

BACA JUGA:Kisah Abu Nawas dan Mimpi Sang Raja Harun Al-Rasyid

Rahasia di Balik Pintu Surga

Malam kembali datang. Abu Nawas duduk sendirian. Ia merenungi kehidupannya. Ia tahu, ia bukan orang suci. Tapi ia ingin menjadi orang yang tak berhenti mengetuk pintu surga.

Karena ia sadar, bukan Ramadan yang membuka pintu surga, tapi hati yang tak lelah bertobat dan terus berbuat baik.

Dan di antara kita semua, barangkali ada yang seperti Abu Nawas: penuh dosa, tapi tak pernah lelah berharap. Dan semoga, seperti dia, kita tak hanya menjadi orang baik selama Ramadan saja, tapi menjadi kekasih Allah setiap waktu.

Ramadan adalah titik tolak, bukan garis akhir. Pintu surga tetap terbuka bagi siapa saja yang istiqamah dalam kebaikan, walau kecil, walau sulit. Mari terus beramal, berdzikir, dan memperbaiki diri. Sebab siapa tahu, amal setelah Ramadan itulah yang membuat kita diterima di sisi-Nya.(djl)

Sumber: