Mengurai Penilaian Kesesuaian ISPO dengan EUDR

Mengurai Penilaian Kesesuaian ISPO dengan EUDR

Indef--

 

Peran ISPO bagi Indonesia

 

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) telah dianggap sesuai dengan standar internasional dan memiliki dampak positif dalam pengelolaan sawit yang berkelanjutan. Azis Hidayat, Ketua Bidang Perkebunan GAPKI mengungkapkan “standar keberlanjutan harus memenuhi 3 aspek, sosial, ekonomi, dan lingkungan tetapi kalau untuk ISPO ditambah ketaatan terhadap peraturan perundangan”.

 

Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, Agus Purnomo dalam diskusi bersama CNBC Indonesia mengatakan “sertifikasi ISPO itu setara dengan sertifikasi – sertifikasi keberlanjutan lainnya yang diakui di pasar internasional” ia juga menambahkan “kalau sudah punya ISPO, sesungguhnya sudah bisa memenuhi EUDR, apa lagi kalau ISPO telah selesai direvisi”. Kondisi tersebut menggambarkan pentingnya peran ISPO dalam menjamin terciptanya standar keberlanjutan industri sawit di Indonesia.

Meskipun demikian, pengimplementasian ISPO, khususnya bagi petani kecil membutuhkan usaha yang lebih. Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, menyatakan “Memang dalam proses sertifikasi tidak mudah karena kita harus tahu jelas proses, mekanisme dari budidaya sampai nanti diterima di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan memenuhi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan”.

 

 

 

Dampak terhadap Petani Kecil

 

Pemberlakuan kebijakan EUDR menyebabkan timbulnya dampak multidimensi, terutama terhadap petani kecil dan supply chain sawit yang terisolasi. Hal ini senada dengan pernyataan Emilia H Elisa, perwakilan divisi Amerop Kementerian Luar Negeri Indonesia “yang menjadi perhatian adalah bagaimana kekhawatiran kita pada petani kecil yang berpeluag terisolasi dalam supply chain”. Selain itu, Azis Hidayat, Ketua Bidang Perkebunan GAPKI menambahkan bahwa berdasarkan data yang ada hanya terdapat 30% dari petani yang memiliki sertifikat ISPO yang banyak dari petani tersebut yang gagal mendapatkan sertifikasi karena permasalahan sertifikat lahan. Hal serupa diungkapkan oleh Setiyono, Ketua Umum Aspekpir “Sertifikat balik nama menjadi permasalahan utama dari Aspekpir, khususnya ketika yang menjual sudah tidak ada”.

 

Kondisi tersebut juga tentunya berpengaruh pada implementasi EUDR karena juga membutuhkan legalitas lahan. “Kalau dari perkebunan rakyat akan sulit karena tidak terpenuhinya aspek legalitas dan aspek persyaratan lainnya yang diminta oleh EU” imbuh Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, Agus Purnomo. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai Kementerian/Lembaga terkait telah mengeluarkan berbagai kebijakan, termasuk kementerian BPN/ATR yang berusaha memfasilitasi legalitas lahan petani, seperti yang dikatakan Handayani, S.Si., Penata Pertanahan Muda ATR/ BPN “Akses petani kecil

Sumber: