Pengawasan Pemilu ala “peringatan kebakaran dan patrol polisi”

Pengawasan Pemilu ala “peringatan kebakaran dan patrol polisi”

--

Pemberian judul penulisan artikel ini berawal ketika saya membaca buku berjudul Keadilan Pemilu yang terbit hasil kerjasama antara Komisi Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIS-AIPI) dengan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) RI edisi cetak tahun 2022, yang juga ditulis dan disusun Ramlan Surbakti bersama Ketua dan anggota Bawaslu periode 2017-2022, Abhan, Mochmmad Afifudin, Ratna Dewi Pettalolo, Rahmat Bagja, dan Fritz Edward Siregar.

 

Menurut Ramlan Surbakti Keadilan Pemilu dapat dikatagorikan berkeadilan (electoral justice) bila : semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pemilu melaksanakan peran masing masing dengan peraturan perundangan-undangan, pengawasaan pemilu; baik yang dilaksanakan dengan model “patrol polisi”, maupun dengan model “peringatan kebakaran”, untuk mencegah pelanggaran ketentuan pemilu; mereka yang terbukti melakukan ketentuan administrasi pemilu dikenakan sanksi administrative dan mereka yang terbukti melakukan ketentuan pelanggaran pidana pemilu akan dikenakan hokum penjara dan denda yang setimpal agar pihak pelaku jera (tidak mengulang perbuatannya) dan pihak lain dingatkan untuk tidak melakukan perbuatan yang serupa (keadilan punitive); dan mereka yang merasa haknya dirugikan oleh keputusan KPU dapat mengajukan gugatan kepihak yang berwenang sehingga terjadi sengketa pemilu, baik sengketa proses pemilu maupun sengketa hasil pemilu. Bila gugatan yang diajukan beralasan dab didukung bukti maka pihak yang berwenang dapat membatalkan keputusan KPU dengan memulihkan hak pemohon (keadilan restorative).

 

Pengawasan Pemilu ala “patrol polisi” dan “peringatan kebakaran” saya mencoba memahami apa yang di tulis oleh Ramlan Surbakti, selain melekat fungsi pengawasan juga melekat fungsi penanganan pelanggaran sebagaimana tugas Bawaslu dalam penanganan pelanggaran. 

 

Menurut Ramlan Surbakti “pengawasan terhadap proses persiapan, pelaksanaan dan evaluasi, pengawasan pemilu dapat dilakukan dengan dua model, yaitu model peringatan kebakaran (fire alarm model) dan patrol polisi (police patrol model). Model peringatan kebakaran merupakan penyampaian hasil pengawasan kepada KPU atau peserta pemilu dan public berupa penyampaian peringatan mendesak yang harus segera diatasi agar tidak terjadi pelanggaran yang sudah diambang pintu. Model seperti ini mungkin tepat bila menghadapi keadaan darurat yang dapat dipastikan pelaksanaan pemilu atau tahapan pemilu tertentu akan gagal bila tidak diambil tindakan. Akan tetapi, bila yang ditemukan dalam pengawasan pemilu baru berupa potensi yang dapat segera dicegah menjadi permasalahan, maka model peringatan kebakaran tidak begitu tepat.

 

 

Sedangkan model patrol polisi merupakan penyampaian hasil pengawasan pemilu kepada KPU, peserta pemilu, dan public berupa himbauan agar segera diambil tindakan perbaikan sehingga, baik proses pelaksanaan Maupun hasilnya berhasil mencapai tujuan. Model ini tepat bila digunakan ditemukannya dalam pengawasan pemilu baru berupa potensi pelanggaran yang dapat berubah menjadi masalah aktual dalam potensi dugaan pelanggaran bila tidak segera diperbaiki. Akan tetapi, bila yang ditemukannya dalam pengawasan pemilu bukan lagi potensi, tetapi sudah menjadi masalah aktual yang tinggal waktu meledak, maka model patrol polisi kurang tepat digunakan. Dengan demikian dua model diatas dapat digunakan tergantung pada derajat permasalahan yang dihadapi.

 

Jika memahami tulisan Ramlan Surbakti ini, maka Bawaslu sudah tepat mengedepankan pencegahan karena jika dalam pengawasan ditemukannya ada dugaan potensi pelanggaran pemilu maka Bawaslu dapat segera melalukan upaya pencegahan sesuai dengan arah kebijakan Bawaslu Republik Indonesia periode 2022-2027, bahwa sejak keluarnya Perbawaslu 3 tahun 2022 tentang Tata Kerja dan Pola Hubungan Pengawas Pemilihan Umum, ada perubahan signifikan dalam struktur kelembagaan adanya perubahan dari Divisi Pengawasan menjadi Divisi Pencegahan, maka setiap Koordinator Divisi di Bawaslu RI sampai dengan Kabupaten Kota berfungsi secara fungsional sebagai pengawas dengan pembagian penanggung jawab pengendali pengawasan tanpa dominasi divisi tertentu sebagai menjalankan fungsi pengawasan sesuai tahapan pemilu dan pembagian tanggung jawab penugasan yang sudah disepakati secara kolektif kolegial dalam pleno tetapi tentunya tanpa juga meninggalkan substansi penegakan hukum keadilan Pemilu sebagaimana termatub dalam Undang undang Nomor 17 tahun 2017 tentang pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 huruf b, Bawaslu bertugas “melakukan pencegahan dan penindakan terhadap terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu”. 

 

Serta dalam Pasal 94 ayat 2 dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 huruf b Bawaslu juga bertugas : menerima, memeriksa dan menelaah tuduhan pelanggaran Pemilu; menginvestigasi dugaan pelanggaran Pemilu; dugaan pelanggaran pelanggaran administrasi Pemilu, pelanggaran pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu, dan/atau pelanggaran pelanggaran pidana Pemilu; dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu.

Sumber: