Luka Kaki Diabetes, Jangan Tunggu Sampai Amputasi

Luka Kaki Diabetes, Jangan Tunggu Sampai Amputasi

--

 

Diabetes melitus atau yang dikenal dengan kecing manis merupakan penyakit dimana kadar gula dalam darah cukup tinggi karna ketidakmampuan tubuh mengeluarkan atau menggunakan insulin sehingga gula dalam darah tidak dapat dimetabolisme. Diabetes melitus dibagi menjadi 2 (dua) tipe yaitu diabetes melitus tipe I, diabetes melitus tipe II, diabetes melitus tipe lain, dan diabetes melitus pada kehamilan.  Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah diabetes melitus Tipe II.

 

Diabetes menjadi masalah kesehatan dunia karena insiden penyakit ini terus meningkat setiap tahunnya, mengakibatkan penderitaan individu dan kerugian ekonomi yang luar biasa. Saat ini Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah penyandang diabetes sebanyak 7,6 juta jiwa. World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan penyandang diabetes di Indonesia menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Akhir-akhir ini banyak disoroti tantang peningkatan angka penderita diabetes dengan peningkatan angka kemakmuran negara yang bersangkutan.

Perubahan gaya hidup karna meningkatnya pendapatan perkapita menyebabkan meningkatnya angka kejadian penyakit degeneratif, salah satunya adalah diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan penyakit yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Meningkatnya angka tingkat kejadian diabetes melitus harus diantisipasi oleh pembuat kebijakan dalam upaya penentuan kebijakan pelayanan kesehatan jangka panjang.

 

Apabila tidak ditangani dengan baik diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi, salah satu komplikasi kronis yang serius dan sering ditemui adalah ulkus kaki diabetikum (UKD) atau luka kaki diabetes. Ulkus kaki diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi kerusakan saraf dan gangguan aliran darah. Luka diabetes mudah berkembang menjadi infeksi karna kadar gula dalam darah yang tinggi menjadi tempat strategis untuk pertumbuhan kuman.

 

Kerusakan saraf yang terjadi pada penderita diabetes membuat terganggunya atau hilangnya rasa nyeri pada saraf-saraf tepi pada penderita diabetes sehingga menyebabkan penderita diabetes tidak merasakan telah terjadi luka pada tubuhnya. Organ yang paling sering terkena luka yaitu kaki. Penderita diabetes biasanya menyadari lukanya setelah terjadi infeksi yang menimbulkan rasa nyeri dan atau lukanya telah membesar akibat pertumbuhan kuman yang cepat pada lukanya.

Amputasi atau pemotongan organ merupakan konsekuensi serius pada penderita luka diabetes. Amputasi sering dilakukan akibat keterlambatan penanganan luka pada penderita luka diabetes. Menurut data RISKESDAS angka amputasi pada penderita luka diabetes di Indonesia adalah 30%. Dalam 5 tahun terakhir angka kematian setelah dilakukan amputasi meningkat dari 50% menjadi 68%.

Penanganan luka kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar, antara lain pencegahan primer (pencegahan sebelum terjadinya luka) dan pencegahan sekunder (penanganan luka yang sudah terjadi) agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pencegahan primer adalah penyuluhan. Penyuluhan mengenai bagaimana terjadi luka kaki diabetes sangat penting untuk mempertahankan kondisi kaki yang masih sehat.

Penyuluhan dilakukan beriringan dengan penyuluhan tentang kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus, diet, olahraga dan pola hidup sehat. Penting juga saat memberikan penyuluhan sambil memberikan pelatihan mandiri cara mempertahankan kelembaban kulit dengan penggunaan pelembab, cara menjaga kebersihan kaki, dan perawatan kuku. Penggunaan sandal atau alas kaki yang sesuai sangat dianjurkan dalam hal mencegah luka akibat penekanan pada kaki penderita diabetes.  Berita baiknya, World Health Organization (WHO) dan International Diabetes Federation (IDF) mengatakan lebih dari 85% penderita luka diabetes pada tungkai dapat dicegah.

 

Bila penderita diabetes mengalami luka infeksi maka diperlukan pendekatan multidisiplin, seperti ahli bedah, ahli endokrin, ahli mikrobiologi, ahli gizi, ahli rehabilitasi medik, dan perawatan luka yang mahir. Berbahai hal yang harus ditangani dengan baik agar mendapatkan hasil penanganan yang maksimal adalah sebagai berikut: kontrol metabolik, sebaiknya menggunakan insulin agar kadar gula darah normal cepat tercapai. Kontrol neuropati, menggunakan obat-obatan.

Kontrol vaskuler, dilakukan dengan cara menilai dengan seksama terhadap kelainan vaskuler tungkai. Kontrol mekanis (tekanan), dilakukan dengan bekerjasama antara dokter bedah vaskuler dan rehabilitasi medik. Kontrol luka dan mikrobiologi. Dilakukan dengan membersihkan luka secara adekuat dan pemberian antibiotik sesuai dengan hasil temuan kultur. Pada dasarnya, pengelolaan luka kaki diabetes sama dengan pengelolaan luka pada dasarnya yaitu mempersiapkan dasar luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan baru agar penyembuhan luka dapat terjadi.

Debridement atau pengangkatan jaringan dilakukan untuk menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan mati dan jaringan yang mengkontaminasi dasar luka dengan mempertahankan struktur penting, seperti saraf, pembuluh darah, tendon dan tulang. Pembalutan dilakukan untuk mencegah luka terkontaminasi dan menjaga kelembaban kulit.

Penulis

dr. Boscco Frengky

Boscco Frengky lahir di B. Jaya, 1 April 1993. Lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Medan tahun 2018. Saat ini penulis bekerja dalam bidang kesehatan di Rumah Sakit TK IV DKT Zainul Arifin, Bengkulu. Penulis juga merupakan seorang praktisi yang aktif melakukan perawatan luka modern, dan membuka pelayanan perawatan luka modern yang beralamat di jl. Belimbing, Panorama, Bengkulu.

 

Sumber: