Restitusi Sebagai Upaya Budaya Positif Mewujudkan Merdeka Belajar

Restitusi Sebagai Upaya Budaya Positif Mewujudkan Merdeka Belajar

 Oleh : Kenyo Putri Gayatri, Calon Guru Penggerak Angkatan 4 SMP N 9 Seluma Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu

Anda adalah seorang guru. Imajinasikan anda berada di situasi berikut 

Kasus 1 : Budi adalah siswa di sebuah Sekolah Menengah Pertama. Suatu hari dia terlambat datang ke sekolah. Guru yang sudah mengajar di kelasnya berkata sebagai berikut:

Budi kenapa kamu terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, 

kapan bisa datang tepat waktu?” 

Kasus 2 : Budi adalah siswa di sebuah Sekolah Menengah Pertama. Suatu hari dia terlambat datang ke sekolah. Guru yang sudah mengajar di kelasnya berkata sebagai berikut ;

Guru : “Budi, apakah kamu tahu jam berapa sekolah masuk?” 

Budi : “Tahu Pak, jam 7:30!” 

Guru : “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?” Budi : “Saya bisa bertanya kepada teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.” 

Guru : “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” 

Budi : “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.” 

Guru : “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”

Dari kedua kasus di atas apa yang dapat anda simpulkan ? Bagaimana perasaan anda jika anda adalah siswa di kasus 1? Apa yang anda rasakan jika anda siswa di kasus 2? Dapatkah anda merasakan perbedaanya ? 

Ki Hajar Dewantara dalam filosofinya mengemukakan bahwa pendidikan adalah segala daya upaya dalam memunculkan atau menebalkan minat dan bakat siswa sehingga meraih kebahagiaan lahir batin. Pendidikan itu sendiri berbeda dari pengajaran. Sementara pengajaran itu sendiri merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran adalah proses mentransfer ilmu dari guru kepada murid. Guru mengajarkan materi di dalam kelas. Sedangkan pendidikan memiliki cakupan yang luas. Peran guru dalam mendidik mencakup mental, spiritual, emosional dan menumbuhkan minat dan bakat yang sudah ada. Ki Hajar Dewantara sejatinya mengemukakan bahwa anak adalah sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh hanya saja kertas tersebut masih buram atau suram. Tugas pendidikanlah untuk menebalkan dan memunculkan bakat dan minat tersebut. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini sejalan dengan program merdeka belajar yang sedang dicanangkan oleh pemerintah. Merdeka disini bukan berarti kebebasan secara negatif tetapi merupakan suatu bentuk untuk memunculkan kreativitas siswa untuk melakukan inovasi sesuai dengan arah perkembangan abad industri 4.0.

Sumber: