Menumbuhkan Empati Melalui Ibadah Kurban

Selasa 03-06-2025,15:30 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang sangat kuat. Salah satu bentuk ibadah yang mengandung nilai sosial yang mendalam adalah ibadah kurban. Setiap tanggal 10 Zulhijjah, umat Islam di seluruh dunia merayakan Iduladha dengan menyembelih hewan kurban sebagai wujud ketaatan kepada Allah, mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim AS, serta menumbuhkan empati dan kepedulian terhadap sesama, terutama kaum dhuafa.

Empati dalam konteks ibadah kurban bukan sekadar merasakan penderitaan orang lain, tetapi melibatkan tindakan nyata untuk membantu, berbagi, dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Ibadah kurban adalah momentum untuk menyucikan harta, mempererat solidaritas sosial, dan mengasah kepekaan hati.

BACA JUGA:Hari Arafah: Hari Pengampunan Dosa

Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Kurban dan Empati

1. Al-Qur’an: Surah Al-Hajj Ayat 36

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَـٰهَا لَكُم مِّن شَعَـٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌۭ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَـٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: "Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk kamu sebagai bagian dari syiar Allah; kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri dan terikat, kemudian apabila telah roboh (mati), makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan hewan-hewan itu untuk kamu agar kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj: 36)

Ayat ini menegaskan bahwa hewan kurban merupakan bagian dari syiar Allah dan memiliki dimensi sosial yang nyata. Penyebutan dua kelompok penerima daging kurban—orang yang tidak meminta dan yang meminta—menunjukkan bahwa kurban menjadi sarana menebar manfaat secara merata kepada masyarakat, sekaligus menumbuhkan empati terhadap mereka yang kesusahan.

2. Hadis Nabi SAW tentang Kurban

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: «سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ». قَالُوا: فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ». قَالُوا: فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ»

Artinya: Dari Zaid bin Arqam RA, ia berkata: Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kurban itu?" Beliau menjawab, "Itu adalah sunnah dari bapak kalian, Ibrahim." Mereka bertanya lagi, "Apa yang kami peroleh darinya, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Untuk setiap helai rambutnya ada satu kebaikan." Mereka bertanya lagi, "Bagaimana dengan bulunya, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Untuk setiap helai bulunya pun ada satu kebaikan." (HR. Ibnu Majah)

Hadist ini menunjukkan bahwa ibadah kurban memiliki pahala yang besar dan menyentuh ranah keikhlasan serta kemurahan hati. Menyembelih hewan kurban bukan hanya soal ritual, tetapi menumbuhkan kesadaran akan pentingnya berbagi dan memberi kepada sesama.

Menumbuhkan Empati Melalui Ibadah Kurban

1. Empati kepada Kaum Dhuafa

Empati dimulai dari kemampuan memahami kondisi orang lain. Dalam realitas sosial, tidak semua orang mampu membeli daging, bahkan untuk waktu yang lama. Melalui kurban, daging yang disembelih dibagikan kepada mereka yang kurang mampu, sehingga mereka dapat merasakan nikmatnya makanan bergizi. Ini mengajarkan kita bahwa harta bukan hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi ada hak orang lain di dalamnya.

2. Mengikis Egoisme dan Individualisme

Kurban mengajarkan agar manusia tidak hidup untuk dirinya sendiri. Mengorbankan harta untuk membeli hewan kurban adalah simbol melepaskan kelekatan duniawi demi kemaslahatan yang lebih luas. Saat kita rela berbagi, berarti kita menundukkan ego dan melatih diri untuk hidup lebih peduli terhadap penderitaan orang lain.

3. Meneladani Kepasrahan dan Pengorbanan

Nabi Ibrahim AS bersedia menyembelih putranya demi ketaatan kepada Allah. Dari kisah ini, kita belajar bahwa empati juga berarti mampu mengorbankan sesuatu yang kita cintai demi kebaikan bersama. Meneladani Nabi Ibrahim berarti membina hati agar ikhlas memberi dan rela berbagi dengan sesama.

4. Menyucikan Hati dan Harta

Dalam Surah At-Taubah ayat 103 disebutkan:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا

Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." (QS. At-Taubah: 103)

Walau ayat ini berbicara tentang zakat, prinsip penyucian harta dan jiwa juga berlaku pada ibadah kurban. Dengan berkurban, kita menyisihkan sebagian dari harta terbaik untuk berbagi, dan itu menjadi sarana penyucian diri dari sifat kikir, sombong, dan cinta dunia yang berlebihan.

Kategori :