Tindakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk pembangkangan konstitusional (constitutional disobedience). 2. Konsekuensi Hukum Tata Negara Keputusan atau kebijakan lembaga negara yang bertentangan dengan putusan MK menjadi cacat hukum dapat memicu sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kembali diajukan ke MK. 3. Konsekuensi Politik
Lembaga negara atau pejabat yang bersangkutan dapat kehilangan legitimasi di hadapan publik. Tekanan politik dari DPR, partai politik, lembaga pengawasan, serta masyarakat sipil dapat meningkat. 4. Konsekuensi Etik dan Moral Pelanggaran terhadap putusan MK mencederai etika penyelenggaraan negara. Pejabat terkait dapat dikenakan sanksi etik oleh lembaga internal seperti Majelis Kehormatan atau organisasi profesi bila relevan. 5. Delegitimasi dan Konsekuensi Politik
Selain aspek hukum, mengabaikan putusan MK akan menjatuhkan kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu. Ini bisa memicu gelombang protes, delegitimasi hasil pemilu, bahkan pemakzulan atau permintaan pemberhentian melalui mekanisme politik. 6. Potensi Impeachment
Jika pelanggaran dilakukan oleh Presiden atau Wakil Presiden, maka dapat menjadi dasar bagi DPR untuk memproses pemberhentian sebagaimana diatur dalam Pasal 7B UUD 1945.
Pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi adalah wujud nyata dari penghormatan terhadap supremasi konstitusi dan prinsip negara hukum. Setiap lembaga negara wajib tunduk dan patuh terhadap putusan MK demi menjaga ketertiban hukum, legitimasi pemerintahan, dan kepercayaan publik terhadap sistem ketatanegaraan. Keengganan atau pembangkangan terhadap putusan MK bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai demokrasi dan integritas negara hukum Indonesia. KPU sebagai lembaga Negara setiap langkah dan Putusannya harus berdasarkan hukum sudah seharusnya tidak boleh mengabaikan putusan MK, karena bukan hanya soal etika atau administrasi, tetapi bisa berdampak pada aspek hukum, politik, hingga pidana. Putusan MK adalah final dan wajib dilaksanakan.
Selain itu, Apdian menambhakan dalam hering bahwa anggaran Pengundian Nomor Urut juga ada indikasi anggaran yang tidak wajar, infonya diduga anggaran pengundian nomor urut mencapai 300 juta. Anggaran tersebut diduga tidak wajar, karena acara pengundian cuman satu jam dua jam dan hanya digelar di halaman kantor KPU masa anggarannya mencapai 300 juta, dan dinilai sangat tidak wajar.
"Kami minta DPRD Bengkulu Selatan merekomendasikan/meminta BPK melakukan audit investigasi terhadap dana hibah Sebesar Rp 25 Miliar di KPU Bengkulu Selatan. Ada dugaan ketidakwajaran anggaran, misalnya anggaran Launching Pilkada yg infonya mencapai 700 juta, anggaran launching tersebut diduga tidak wajar dan melebihi pagu anggaran yang telah ditetapkan KPU RI yang mana infonya KPU menetapkan pagu anggaran launching maksimal 300 juta, dan digunakan kenapa anggaran melebihi 300 juta, dan juga minta DPRD melaporkan dugaan anggaran tidak wajar di KPU kepada Aparat Penegak hukum,"demikian Apdian menyampaikan pernyataan saat hearing di DPRD BS.
Sementara itu, Ketua DPRD BS Juli Hartono,SE.MAF
menerima masukan OKP dan pasti akan ditindaklajuti, siap menyurati BPK agar dilakukan audit investigasi KPU BS terkait dana hiba, bahkan siap membentuk pansus jika memungkinkan.
"Kemungkinan proses akan dilakukan setelah PSU,"pungkas Juli.(yes)