Apabila terdapat pihak yang tidak mematuhinya, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dipersoalkan secara hukum, baik pidana, perdata maupun administrasi. Mencermati bunyi Putusan MK yang disadur diatas sudah sangat jelas bahwa KPU Kabupaten Bengkulu Selatan telah sewenang-wenang mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait periodisasi masa jabatan kepala daerah,"ujar Apdian.
BACA JUGA: Azrul Ananda Gowes Surabaya-Jakarta Selama 3 Hari, Penuhi Janji ke Pramono Anung
BACA JUGA: KAI Daop 6 Yogyakarta Siapkan KA Tambahan pada Libur Long Weekend Jumat Agung & Paskah
Dikatakan Apdian, secara runutan peristiwa yang kami lakukan, mulai dari bersurat kepada KPU Kabupaten Bengkulu Selatan dengan nomor :008/DPD KNPI-BS/VII/2024, melaksanakan Hearing antara DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan KPU Kabupaten Bengkulu Selatan dan DPD KNPI Bengkulu Selatan Bersama 9 OKP Kabupaten Bengkulu Selatan, serta melakukan diskusi bersama yang diselenggarakan KPU Kabupaten Bengkulu Selatan yang pada setiap kesempatan tersebut selalu mengingatkan kepada KPU Kabupaten Bengkulu Selatan untuk memegang teguh prinsip kehati-hatian dalam mengambil keputusan.
Meminta kepada KPU Bengkulu Selatan untuk melakukan elaborasi antara PKPU 8 tahun 2024 tersebut dan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait periodesasi masa jabatan kepala daerah, dimana hal tersebut juga ditanyakan kembali oleh Hakim ketua Mahkamah Konstitusi Dr. Suhartoyo, SH. MH yang dalam jawabannya Komisioner KPU Kabupaten Bengkulu Selatan mengakui akan adanya proses elaborasi tersebut namun mereka tetap mengangkangi Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Periodesasi. Dari runutan peristiwa tersebut sangatlah tidak ada keraguan bagi kami untuk meyakini bahwa Komisioner KPU Kabupaten Bengkulu Selatan telah secara sengaja mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi.
"Adanya dugaan penyalah gunakan wewenang dan anggaran penyelenggaraan Pilkada, seperti pengadaan fasilitas HP mewah untuk Komisioner KPU, dugaan mark up anggaran Launching Pilkada yang sampai saat ini kita tidak tahu output dari kegiatan mewah tersebut, dan pengadaan alat peraga kampanye yang diduga tidak sesuai standar.
Dari runutan diatas kami menyimpulkan bahwa Komisioner KPU Kabupaten Bengkulu Selatan telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu dan telah melakukan pelanggaran administratif Pemilu maka dari itu kami meminta kepada DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai refresentasi dari seluruh masyarakat Kabupaten Bengkulu Selatan untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau sekurangnya kami meminta kepada DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan untuk memberikan Surat Rekomendasi terhadap dugaan pelanggaran kode etik pemilu yang dilakukan KPU Bengkulu Selatan. Kami juga meminta kepada DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan untuk segera membentuk PANSUS, guna menelusuri penggunaan anggaran PILKADA dan PSU sebagai bentuk pertanggung jawaban dihadapan rakyat Bengkulu Selatan dan pertanggung jawaban di hadapan Tuhan,"papar Apdian.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai negara hukum, semua tindakan penyelenggara negara harus berdasar pada hukum dan tunduk pada putusan lembaga peradilan, salah satunya Mahkamah Konstitusi (MK). MK memegang peranan penting sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution) dengan kewenangan memutus perkara yang hasil putusannya bersifat final dan mengikat. Namun, dalam praktiknya terdapat persoalan ketika lembaga negara tidak melaksanakan atau bahkan melanggar putusan MK.
Untuk kajian membahas dasar hukum serta konsekuensi dari
Dasar Hukum, yakni 1. UUD 1945 Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. 2. UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo. UU No. 8 Tahun 2011 Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat." (Pasal 10 ayat (1). 3. Prinsip Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945) Negara Indonesia adalah negara hukum. 4. Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 menegaskan sifat final dan mengikat serta keharusan pelaksanaan putusan MK oleh semua pihak. 5. Putusan Mahkamah Konstitusi no: 105/PUU-XIV/2016 Semua orang wajib mematuhinya (maksudnya Putusan MK) Apabila terdapat pihak yang tidak mematuhinya, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dipersoalkan secara hukum, baik pidana, perdata maupun administrasi. Analisis Konsekuensi Beberapa konsekuensi penting yang bersifat hukum tata negara, politik, dan etik yang terjadi akibat pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi, yakni 1. Konsekuensi Konstitusional
mengabaikan putusan MK berarti melanggar konstitusi.