Hammam menggeleng tak percaya. “Engkau ingin aku membuka bisnis telur demi melunasi utangmu?”
“Bukan hanya telur. Itu simbol tanggung jawab dan amanah. Anggap saja ini pelajaran hidup setelah Ramadan.”
BACA JUGA:Kisah Abu Nawas Menyamar Jadi Orang Gila
Karena penasaran dan terlalu penasaran untuk marah, Hammam pun menerima ayam itu.
Hari-hari berlalu. Ayam itu tak bertelur. Malah makin malas. Ia tidur lebih sering dari biasanya dan kadang-kadang menatap Hammam dengan tatapan sinis, seolah berkata, “Siapa suruh percaya Abu Nawas?”
Hammam mulai resah. Ia mendatangi Abu Nawas sambil membawa ayam itu kembali.
“Wahai Abu Nawas! Ayam mu ini lebih malas daripada anakku yang paling bungsu. Ia tak bertelur, tak bekerja, hanya makan dan tidur. Ini bukan solusi, ini lelucon!”
Abu Nawas tertawa. “Tenang, wahai sahabat. Ketahuilah, lelucon terbaik adalah yang berisi pelajaran.”
Ia pun membuka baju luarnya, dan dari balik jubah, ia keluarkan sekantong uang emas. “Ini adalah pelunasan utangku. Sebenarnya aku sudah memilikinya beberapa waktu lalu. Tapi aku ingin engkau belajar satu hal: bahwa menagih hak dengan cara baik dan sabar adalah adab seorang mukmin.”
Hammam melongo. “Jadi… ayam ini hanyalah
“Simbol. Simbol kesabaranmu. Dan pelajaran tentang bagaimana kadang kita harus menagih untuk diingatkan. Bukankah Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Bukhari yang mana berbunyi:
"مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ"
Artinya: "Barang siapa meminjam harta orang lain dengan niat membayarnya, maka Allah akan membantunya membayar. Dan barang siapa mengambilnya dengan niat menghilangkannya, maka Allah akan membinasakannya." (HR. Bukhari)
BACA JUGA:Kisah: Abu Nawas dan Raja yang Ingin Terbang
Abu Nawas melanjutkan, “Aku berniat membayar, maka Allah membantuku. Tapi aku juga ingin engkau tidak lupa, bahwa di dunia ini ada hak yang harus ditagih, bukan karena tak percaya, tapi karena ingin mengingatkan.”
Hammam akhirnya tertawa juga. “Engkau memang gila, Abu Nawas. Tapi gila mu selalu membuat orang menjadi lebih waras.”