Suku Polahi yang Memiliki Tradisi Kawin Sedarah Inses..

Selasa 27-06-2023,22:40 WIB
Editor : Andry Dinata

Seperti diketahui, anak hasil hubungan sedarah akan memiliki keragaman genetik yang sangat minim dari DNA-nya.

 

Kurangnya variasi dari DNA dapat meningkatkan peluang terjadinya penyakit genetik langka atau cacat.

 

Namun, tidak demikian dengan perkawinan sedarah di suku Polahi. Anak hasil perkawinan di Suku Polahi ini tidak ada yang cacat satupun, tidak seperti yang biasa terjadi di negara-negara lain. 

 

Suku Polahi adalah sebukan untuk suku terasing yang hidup di hutan pedalaman Gorontalo. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Polahi adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini.

 

Suku ini mengasingkan diri sekitar abad ke-17 dan kini hidup di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa, Provinsi Gorontalo.

 

 

Hidup dalam keterasingan selama berada di hutan rimba membuat orang Polahi tidak terjangkau dengan etika sosial, pendidikan dan agama. Keturunan Polahi menjadi warga masyarakat yang sangat termarginalkan dan tidak mengenal tata sosial pada umumnya. Polahi juga tidak mengenal ilmu baca tulis serta lagi tidak menganut agama atau kepercayaan.

 

Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah dialek Gorontalo dan menganut agama tradisional. Suku Polahi hidup dari bercocok tanam ala kadarnya dan berburu binatang seperti babi hutan, rusa, serta ular sanca. Suku Polahi juga belum mengenal pakaian seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, hanya memakai penutup syahwat dari daun palma dan kulit kayu. Rumah suku Polahi sangat sederhana, tak berdinding, dapur dibuat di tengah, juga berfungsi untuk penghangat badan. Suku Polahi juga tidak bersekolah dan menikmati fasilitas kesehatan modern. Untuk menuju ke tempat suku polahi, diperlukan waktu sekitar 7 jam dengan berjalan kaki menaiki gunung.

 

Orang Polahi sangat terbelakang, tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan suku Polahi tidak mengenal hitung-menghitung dan tidak mengenal nama hari dalam kalender. Beberapa peneliti berhasil menemui orang polahi ketika mereka turun dari atas gunung. Angka maksimum yang dapat dihitung adalah empat. Selebihnya adalah "banyak". Sebelumnya, orang Polahi hanya mengenal dua angka bilangan saja, yakni "satu" dan "banyak"

Kategori :