Perspektif Sosiologi Hukum Pada Kasus Korupsi Dana Pertanian Kaur Rp 7,5 M Pembelian Fiktif di Marketplace

Perspektif Sosiologi Hukum Pada Kasus Korupsi Dana Pertanian Kaur Rp 7,5 M Pembelian Fiktif di Marketplace

Penetapan tersangka--



Penulis: Wiguna Ratulistiwa (B1A025003), Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

BENGKULU, - Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bengkulu menetapkan 12 tersangka dalam perkara korupsi di Dinas Pertanian Kaur, Senin (27/10/2025). Keduabelas tersangka itu terlibat dalam kasus korupsi pada kegiatan pembangunan dan pengadaan sarana pertanian di Dinas Pertanian Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2023.


Nilai pagu anggaran proyek tersebut mencapai Rp 7,3 miliar dan bersumber dari Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Dinas Pertanian Kabupaten Kaur. "Dari hasil penyidikan yang dilakukan secara mendalam, penyidik menemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran. Untuk pekerjaan fisik, terdapat empat bangunan dinyatakan gagal konstruksi," kata Direktur Reskrimsus Polda Bengkulu Kombespol Andy Pramudya Wardana, Senin.
"Ada alat yang dibelikan tidak dapat digunakan dan bahkan ada alat atau barang yang seharusnya bersumber dari rekanan resmi ternyata diperoleh melalui pembelian daring di marketplace seperti Shopee dengan kualitas tidak sesuai spesifikasi kontrak," imbuhnya.

"Saat ini penyidik telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka yang terdiri dari unsur pejabat dinas dan penyedia barang, yakni LI Kepala Dinas, RF Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan, JH Pejabat Fungsional dan Perencanaan, tujuh penyedia, dan dua lainnya selaku konsultan," ujar Andy.
Para tersangka juga telah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 527 juta. Mereka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 serta Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Para tersangka terancam hukuman paling lama seumur hidup dan denda maksimal Rp 1 miliar.



Dalam perspektif sosiologi hukum
Sosiologi hukum memandang hukum bukan hanya sebagai norma tertulis, tetapi sebagai fenomena sosial yang dipengaruhi oleh nilai, struktur sosial, dan perilaku masyarakat. Dalam konteks ini, hukum dipahami sebagai alat yang berfungsi untuk mengatur dan menyeimbangkan kepentingan dalam masyarakat.
Menurut saya kasus korupsi ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara norma hukum dan praktik sosial di lingkungan birokrasi pemerintahan daerah. Secara hukum, korupsi jelas dilarang dan diancam pidana berat, namun secara sosial, perilaku korupsi masih dianggap “biasa” atau “dapat ditoleransi” di kalangan pejabat tertentu karena lemahnya budaya integritas dan pengawasan.
Selain itu, kasus ini juga memperlihatkan bagaimana struktur kekuasaan di birokrasi membuka ruang penyalahgunaan wewenang.
Pejabat dinas memiliki posisi strategis dalam menentukan rekanan proyek, spesifikasi barang, hingga bentuk pertanggungjawaban anggaran. Ketika kontrol sosial baik dari internal dinas maupun dari masyarakat tidak berjalan efektif, maka potensi korupsi menjadi semakin besar. Petani yang seharusnya menjadi pihak yang diuntungkan justru tidak punya ruang untuk memantau proses pengadaan. Dari sini terlihat bahwa posisi masyarakat tidak seimbang dibandingkan pejabat yang memegang kekuasaan dan informasi.
Dampak sosial dari kasus ini cukup terasa di masyarakat, terutama bagi petani. Alat pertanian yang kualitasnya buruk tidak bisa membantu meningkatkan produksi, bahkan ada yang tidak bisa dipakai sama sekali. Fasilitas pertanian yang gagal konstruksi juga membuat petani kehilangan akses terhadap sarana yang sebenarnya sangat mereka butuhkan. Secara ekonomi, hal ini merugikan petani karena mereka tetap bekerja dengan peralatan lama yang kurang efisien. Secara sosial, mereka merasa kecewa karena program pemerintah yang seharusnya membantu justru merugikan. Selain merugikan secara langsung, korupsi ini juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Melihat kasus ini, dapat simpulkan bahwa kasus korupsi pejabat Dinas Pertanian Kaur bukan hanya persoalan pelanggaran hukum pidana, tetapi juga cerminan lemahnya sistem sosial, budaya hukum, dan moralitas birokrasi. Hukum dalam hal ini belum mampu berfungsi secara efektif sebagai alat kontrol sosial, karena tidak diimbangi oleh nilai-nilai sosial yang mendukung kejujuran dan akuntabilitas.

Sumber: https://regional.kompas.com/read/2025/10/27/162052678/pejabat-dinas-pertanian-kaur-korupsi-rp-73-miliar-barang-dibeli-dari.

Sumber: