Kisah Agung Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW: Perintah Shalat Sebagai Tiang Agama
Jumat 03-10-2025,14:30 WIB
Reporter:
juliirawan|
Editor:
juliirawan
Radarseluma.disway.id - Kisah Agung Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW: Perintah Shalat Sebagai Tiang Agama--
Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id - Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat agung yang dialami Rasulullah SAW. Dalam peristiwa luar biasa ini, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan spiritual yang menembus batas ruang dan waktu. Isra’ adalah perjalanan malam Rasulullah SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, sedangkan Mi’raj adalah perjalanan beliau menembus lapisan langit hingga Sidratul Muntaha.
Perjalanan ini bukan hanya sekadar perjalanan spiritual yang menunjukkan kemuliaan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga menjadi momen ditetapkannya kewajiban shalat lima waktu, yang menjadi tiang agama bagi umat Islam hingga akhir zaman.
Allah SWT mengabadikan kisah Isra’ Mi’raj dalam firman-Nya:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya:
"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS. Al-Isra’: 1)
Ayat ini menegaskan betapa agungnya peristiwa Isra’ Mi’raj yang menjadi bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Perjalanan Isra’: Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
Isra’ dimulai ketika Malaikat Jibril datang membawa Buraq, hewan tunggangan berwarna putih yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari kuda, yang mampu melesat sejauh mata memandang. Dengan izin Allah, Rasulullah SAW menunggangi Buraq dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa hanya dalam satu malam.
Di Masjidil Aqsa, Rasulullah SAW mengimami shalat bersama para nabi terdahulu seperti Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya. Hal ini menjadi simbol bahwa risalah Nabi Muhammad SAW adalah penyempurna risalah para nabi sebelumnya.
Perjalanan Mi’raj: Menembus Langit Menuju Sidratul Muntaha
Setelah itu, Rasulullah SAW bersama Malaikat Jibril melakukan perjalanan Mi’raj menuju langit. Setiap lapisan langit beliau bertemu dengan para nabi:
Di langit pertama, Nabi Adam AS.
Di langit kedua, Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS.
Di langit ketiga, Nabi Yusuf AS.
Di langit keempat, Nabi Idris AS.
Di langit kelima, Nabi Harun AS.
Di langit keenam, Nabi Musa AS.
Di langit ketujuh, Nabi Ibrahim AS yang bersandar di Baitul Ma’mur.
Perjalanan ini terus berlanjut hingga Rasulullah SAW sampai di Sidratul Muntaha, sebuah tempat tertinggi yang bahkan Malaikat Jibril tidak bisa melewatinya. Di sanalah Rasulullah SAW menerima perintah shalat langsung dari Allah SWT.
Perintah Shalat: Dari 50 Waktu Menjadi 5 Waktu
Awalnya Allah SWT mewajibkan shalat 50 waktu dalam sehari semalam bagi umat Islam. Namun, ketika Rasulullah SAW turun dan bertemu dengan Nabi Musa AS, beliau menyarankan untuk meminta keringanan karena umatnya tidak akan sanggup. Rasulullah SAW kemudian berulang kali memohon keringanan kepada Allah hingga akhirnya kewajiban shalat ditetapkan menjadi 5 waktu dalam sehari semalam, namun dengan pahala yang setara dengan 50 kali shalat.
Hadits sahih dari riwayat Imam Bukhari dan Muslim menjelaskan:
فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا، ثُمَّ نُودِيَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ، وَإِنَّ لَكَ بِهَذِهِ الْخَمْسِ خَمْسِينَ
Artinya:
Pada malam Isra’ Mi’raj, diwajibkan kepada Nabi SAW shalat sebanyak 50 kali. Lalu dikurangi hingga menjadi 5 kali. Kemudian Allah berfirman: “Wahai Muhammad, keputusan ini tidak dapat diubah. Namun, engkau akan mendapatkan pahala 50 kali shalat dari 5 kali yang dikerjakan.”
Hal ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW, memberikan kemudahan namun tetap melipatgandakan pahala.
Makna Spiritualitas Shalat
Shalat adalah tiang agama, pembeda antara iman dan kufur, serta sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya. Rasulullah SAW bersabda:
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ
Artinya:
" Pokok urusan (agama) adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad" (HR. Tirmidzi)
Shalat bukan sekadar ritual ibadah, tetapi juga sebagai penenang jiwa, pembersih hati, serta penjaga dari perbuatan keji dan munkar. Allah berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
Artinya:
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar" (QS. Al-‘Ankabut: 45)
Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan mukjizat agung yang menjadi bukti kebesaran Allah SWT sekaligus mengukuhkan kedudukan Rasulullah SAW sebagai utusan terakhir. Dari peristiwa ini, umat Islam menerima anugerah terbesar berupa perintah shalat lima waktu, yang menjadi jalan penghubung antara hamba dengan Sang Pencipta.
Shalat adalah tiang agama yang harus ditegakkan dengan penuh khusyuk, disiplin, dan kesungguhan. Melalui shalat, seorang Muslim menjaga hubungan spiritual dengan Allah SWT, memperkuat keimanan, serta memperbaiki akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Isra’ Mi’raj bukan sekadar cerita perjalanan luar biasa Rasulullah SAW, tetapi merupakan pelajaran spiritual yang sangat berharga. Perintah shalat yang lahir dari peristiwa agung ini harus dijaga dan ditegakkan oleh setiap Muslim sepanjang hayat.
Dengan melaksanakan shalat lima waktu, umat Islam sejatinya sedang merayakan warisan terbesar dari Isra’ Mi’raj, yakni penghubung langsung dengan Allah SWT, Sang Pencipta. Semoga kita semua termasuk golongan yang selalu menjaga shalat dan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW di hari kiamat kelak. (djl)
Sumber: